Tim Global Review
Boediono mengumpulkan sejumlah pimpinan parpol pendukung pada Selasa malam (19/5/2009). Pertemuan yang berlangsung di Bravo Media Center upaya menangkis isu ekonomi neoliberal yang dianut Boediono.
Pasca resmi mundur dari Bank Indonesia, Boediono, cawapres pasangan SBY langsung tancap gas. Boediono kini mulai fokus pada bagaimana memenangkan pilpres mendatang. Sejumlah pimpinan parpol pendukung pun di kumpulkan guna membahas gagasan ekonomi yang akan diusung dalam kampaye mendatang.
Menurut Lukman Edy, Sekretaris Jenderal PKB, pertemuan Boediono dengan sejumlah pimpinan parpol pendukung bertujuan untuk menyatukan visi dibidang ekonomi. “Kita ingin satukan visi dari pihak partai pendukung dan mendengar langsung ekonomi kerakyatan dari pak Boediono, termasuk isu neoliberal,” ujar Lukman Edy kepada wartawan sebelum pertemuan berlangsung.
Lukman menjelaskan, PKB sebagai partai yang mendukung ekonomi kerakyatan yakin Boediono bukan penganut ekonomi neoliberal sebagaimana gencar disebut-sebut berbagai pihak. Menurutnya ekonomi kerakyatan adalah visi bangsa. “Jadi tidak akan ada penolakan dari Pak Boediono, terlebih pada saat dia menjadi Menko Perekonomian dia mendukung ekonomi yang mendukung hajat hidup orang banyak,” jelasnya.
Terlihat sejumlah pimpinan parpol pendukung yang hadir pada pertemuan yang digelar di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta ini. Diantara pimpinan parpol yang hadir terlihat Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Utomo, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen PAN Zulkifli Hasan mewakili Ketua Umumnya yang berhalangan hadir. Terlihat juga Ketua Tim Sukses SBY-Boediono, Hatta Rajasa.
Ada beberapa materi yang akan dibahas pada pertemuan kali ini. Diantaranya mengenai kesejahteraan rakyat, pemerintahan yang bersih, dan cara memperkuat demokrasi di Indonesia.
Usai pertemuan, Boediono mengaku mencapai banyak kesepakatan dengan para parpol pendukungnya. “Ini pertemuan pertama, banyak sekali kesepakatan. Platform kita semuanya sama,” ujar Boediono.
Boediono mengaku gerah dengan isu yang beredar berkaitan dengan dirinya itu dan menampik isu yang beredar. Ia menyatakan, istilah ekonomi neoliberal tidak pernah dikenal di Indonesia.
“Kalau kita lihat istilah neoliberal hanyalah label yang tidak jelas kemudian dianggap sebagai musuh. Sedangkan neolib sendiri tidak pernah dilaksanakan di sini (Indonesia),” jelas Boediono.
Menurut Boediono, sepanjang pemerintahan SBY-JK, Indonesia tidak pernah menganut sistem ekonomi pasar. Hal itu karena kebijakan pemerintah selama ini menunjukkan peran negara yang cukup besar untuk mengatasi ekonomi rakyat.
Sampai berita ini dibuat, theglobal-review belum mendapat komentar dari salah satu pendukung parpol. Walaupun terjadi kesepakatan diantara parpol pendukung atas hasil pertemuan ini, agaknya Partai Kesejahteraan Sejahtera menjadi partai yang tetap berhati-hati terhadap isu ekonomi neoliberal yang dianut Boediono.
Menurut salah satu aktivis PKS yang tidak mau disebut namanya mengatakan, bahwa banyak kader yang awalnya kecewa dengan bergabungnya PKS mendukung SBY-Boerdiono. Namun setelah adanya penjelasan dari pimpinan partai bahwa PKS akan menjadi pengontrol dari dalam, barulah para aktivis PKS menerima.
Agaknya bila ini terjadi, bisa dipastikan departemen penting yang berhubungan dengan bidang ekonomi, seperti departemen perdagangan, departemen keuangan akan menjadi “perhatian khusus” PKS.