Eropa Harus Menolak Kampanye Perang Dingin AS Terhadap Cina

Bagikan artikel ini

AS nampaknya tetap berupaya untuk menyeret negara-negara sekutunya di Eropa Barat untuk melancarkan Perang Dingin terhadap Cina. Sayangnya dalam forum pertemuan yang digelar oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Forum G-7 pada Juni 2021 lalu, beberapa negara Eropa sepakat untuk bersama-sama melancarkan Perang Dingin terhadap Cina.

Dalam komunike bersama AS dan NATO, secara gamblang mengidentifikasi Cina sebagai “ancaman sistemik,” sekaligus ancaman terhadap aliansi militer negara-negara blok Barat.

Penegasan Inggris pada September lalu untuk membentuk persekutuan militer untuk membendung Cina bersama-sama dengan AS dan Australia bernama AUKUS, merupakan isyarat semakin meningkatnya eskalasi Perang Dingin terhadap Cina.

Baca: Europe against the cold war-China is not our enemy

Bahkan dalam tahun ini Inggris bersama Prancis dan Jerman secara provokatif mempertunjukkan gestur militernya yang agresif dengan mengerahkan kapal-kapal perangnya di perairan Laut Cina Selatan.

Bukan itu saja. Seturut dengan terbentuknya AUKUS, AS dan Inggris mendorong Australia untuk mengembangkan teknologi  nuklirnya, khususnya untuk kapal-kapal selamnya yang bermuatan senjata nuklir.

Di ranah ekonomi, AS berupaya mencegah ditandatanganinya persetujuan kerjasama antara Uni Eropa dan Cina dalam kerangka   the EU-China Comprehensive Agreement on Investment, sebuah bentuk persetujuan kerjasama dalam rangka meningkatkan kerjasama ekonomi antara Uni Eropa dan Cina.

Kenyataan yang sepertinya dengan sengaja diabaikan adalah, bahwa Perang Dingin yang dilancarkan terhadap Cina, bukan saja merugikan kepentingan rakyat Cina, melainkan juga kepentingan rakyat Eropa.

Aspek lain yang tak kalah krusial dengan semakin memanasnya Perang Dingin terhadap Cina, Cina dicitrakan sangat buruk oleh media-media arus utama di Barat. Sehingga mengundang kekhawatiran semakin meningkatnya sentiment rasial anti-Cina, yang ditujukan kepada warga masyarakat keturunan Cina dari kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.

Adapun di fron ekonomi, keikutsertaan negara-negara Eropa bersama AS melancarkan ofensif terhadap Cina yang sejatinya ditujukan untuk melumpuhkan pembangunan ekonomi Cina, pada gilirannya justru bakal merugikan kepentingan ekonomi negara-negara Eropa itu sendiri.

Sebab fakta menunjukkan bahwa Cina merupakan mitra dagang utama hampir semua negara Eropa Barat. Sehingga setiap negara yang mengikuti ajakan Washington melancarkan Perang Dingin terhadap Cina, bakal merusak perekonomian Eropa. Dalam arti hilangnya lapangan kerja, perdagangan, investasi dan akses terhadap teknologi-teknologi canggih yang semakin pesat beberapa tahun terakhir ini.

Maka yang jauh lebih penting daripada ikutserta proyek AS mengganyang Cina, kiranya jauh lebih baik bagi Eropa untuk memprakarsai kerjasama internasional menanggulan ancaman yang jauh lebih nyata terhadap kemanusiaan. Seperti misal kerjasama internasional membasmi Pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, serta aksi segera mencegah memburuknya masalah iklim/Climate breakdown.

Propaganda Perang Dingin AS terhadap Cina, justru akan mengalihkan perhatian untuk menanggulangi masalah-masalah krusial tersebut. Sehingga jadi sumber penghalang terciptanya solusi memecahkan masalah global tersebut. Yang dibutuhkan adalah kerjasama Global, bukan Perang Dingin jilid 2.

Kampanye Perang Dingin yang dilancarkan AS terhadap Cina, dan meningkatnya eskalasi yang mengarah pada kemungkinan perang militer terbuka, justru berpotensi menciptakan bencana bagi seluruh umat manusia.

Pada Sabtu 23 Oktober lalu, para pembicara dari 9 negara akan mengumandangkan sikap menentang Perang Dingin, baik dari Eropa, Cina, maupun negara-negara di Selatan, membahas topik mengapa AS melancarkan Perang Dingin, serta membahas dampak buruk ketika AS melancarkan Perang Dingin terhadap Cina.

Jelas kampanye Perang Dingin AS terhadap Cina absurd. Apalagi kalau dipandang sebagai ancaman terhadap NATO. Baik AS maupun Eropa Barat, beberapa ribu kilometer jaraknya dari Cina. Dan Cina sama sekali tidak memiliki kekuatan militer yang dikerahkan ke wilayah-wilayah yang deket dengan AS maupun negara-negara NATO.

Baca: Europe Shoud avoid being drawn into the US war on China

Sebaliknya, militerisasi AS di kawasan Pasifik justru merupakan tren yang yang semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Saat ini memiliki 400 pangkalan militer yang mengelilingi wilayah Cina. Bahkan untuk meningkatkan postur militer AS menghadapi Cina, pemerintah AS pada 2022 mengajukan jumlah anggaran pertahanan ratusan miliar.

Menariknya, Cina sepertinya tidak mau terpancing provokasi AS dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO. Pendekatan model Perang Dingin sepertinya dipandang Cina sebagai sesuatu yang sudah usang dan kadaluarsa.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI) 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com