Hasil Hitung Cepat Membingungkan

Bagikan artikel ini

Masdarsada, Alumnus pasca sarjana UI

Hasil perhitungan cepat berbagai lembaga survei terhadap hasil pemilihan presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 yang telah dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan  rahasia oleh  masyarakat jelas-jelas membingungkan. Sejumlah lembaga survei menyatakan bahwa pasangan  calon nomor urut 2 Jokowi/JK unggul, sementara itu beberapa lembaga survei lainnya menyatakan bahwa pasangan nomor urut 1 Prabowo/Hatta unggul. Menurut data dari Kompas.Com, 7 dari 11 lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau quick count dalam Pemilu Presiden 2014 menyebutkan bahwa  pasangan Jokowi/JK sebagai pemenang pemungutan suara. Sebaliknya, 4 lembaga survei lain mendapatkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pemenang. Tujuh lembaga survei itu adalah Litbang Kompas, Lingkaran Survei Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Populi Center, CSIS, Radio Republik Indonesia, dan Saiful Mujani Research Center.

Sementara itu, empat lembaga survei yang mendapatkan hasil kemenangan bagi Prabowo-Hatta adalah Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia.

Menanggapi hasil hitung cepat tersebut, kedua kubu langsung menyatakan masing-masing mereka sebagai pemenang. Prabowo melakukan sujud syukur diatas lantai karena merasa memenangi pilpres. Sementara itu, Jokowi dan pendukungnya berkumpul di Tugu Proklamasi, merayakan kemenangan versi quick count. Menanggapi hal itu Ketua KPU meminta calon presiden dan wakil presiden baik pasangan Prabowo-Hatta maupun Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk tidak saling klaim kemenangan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei. Menurutnya hal ini  ditakutkan dapat memperkeruh suasa terutama di tingkatan grassroot dan  meminta semua pihak menunggu proses dan hasil dari KPU.

Ditengah kontroversi tersebut masih muncul  tuduhan pihak tertentu bahwa aparat keamanan termasuk lembaga intelijen, dan penyelenggaran Pemilu  tidak netral dan memihak kepada pasangan calon tertentu. Menjelang Pilpres, Kepala BIN, Marciano Norman sempat mengeluarkan peringatan agar masyarakat mewaspadai  pemberitaan menyesatkan oleh jurnalis asing. Menurutnya sehubungan dengan masih adanya berita-berita di beberapa media yang mengait-kaitkan BIN dengan isu ketidaknetralan, money politic dan adanya pernyataan jurnalis asing  tentang operasi rahasia Kopassus dan BIN untuk mempengaruhi hasil Pemilu, saya menegaskan bahwa itu sama sekali tidak benar dan sangat menyesatkan. Hendaknya apa yang disampaikan pihak penyebar berita harus berdasarkan bukti nyata, bukan berdasarkan asumsi, rumors yang diangkat menjadi komoditas isu bagi kepentingan tertentu. Oleh karena itu, kata Marciano, BIN menghimbau seluruh masyarakat untuk tidak begitu saja mempercayai isu-isu yang akan merugikan.

Sementara itu,  untuk mengantisipasi kericuhan akibat munculnya dua versi perhitungan cepat hasil pemilihan Capres dan Cawapres oleh beberapa lembaga survei,  Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Mabes Polri  agar  jangan bersikap menjadi pemadam kebakaran, melainkan harus bersikap jangan biarkan telur menetas menjadi naga. Sebab  jika kebakaran sudah terjadi dan telur sudah menetas menjadi naga akan sulit bagi Polri mengatasi situasi kamtibmas pasca Pilpres 2014. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya semua pihak harus bisa menahan diri agar tidak menimbulkan ketegangan di masa yang rawan seperti sekarang ini sehingga tidak terjadi bentrokan maupun kekerasan horizontal.

Presiden Yudhoyono juga meminta pemimpin dan elite politik untuk betul-betul bisa memimpin pendukung politiknya untuk menahan diri sampai KPU mengeluarkan hasil pemilihan presiden yang sebenarnya.  Presiden  menyatakan demokrasi dan keamanan Indonesia harus tetap dijaga dan jangan tercederai. Presiden juga menyatakan telah  menginstruksikan kepada TNI dan Polri bersama rakyat menjaga situasi yang aman. Kepada rakyat Indonesia yang selama ini menunjukan sikap perilaku politiknya yang baik, yang sabar, yang berpartisipasi dengan tepat yang juga bersama dengan yang lain menjaga keamanan dan ketertiban, diminta juga ikut menjaga situasi aman dan tenteram di negeri yang kita cintai ini.

Waktu pelaksanaan rekap suara

Sebaiknya semua pihak bisa menahan diri sampai KPU menetapkan kandidat yang memenangkan Pilpres 2014. Menurut penulis masa antara tangal 10 sampai dengan 22 Juli 2014 ini adalah masa kritis yang perlu mendapat pengawalan ekstra dari semua pihah yang terlibat dalam Pilpres termasuk masyarakat. Mulai  10 s/d 12 Juli berlangsung kegiatan rekapitulasi pada  tingkatan desa dan  kelurahan yang dikelola oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara tingkat desa/kelurahan). Setelah di desa/kelurahan dilanjutkan dengan rekapitulasi atau penghitungan suara di tingkat kecamatan yang dilaksanakan pada tanggal 13 s/d 15 Juli. Setelah itu rekapitulasi dilakukan pada tingkat kabupaten/kota pada tanggal 16 s/d 17 Juli. Pada saat bersamaan rekapitulasi PPS dan PPK di dalam negeri, juga dilakukan rekapitulasi untuk luar negeri pada tanggal 10 s/d 15 Juli 2014. Kegiatan rekapitulasi pada tanggal 18 s/d 19 Juli pada tingkat provinsi dan akan dilanjutkan rekap tingkat nasional pada 20 s/d 22 Juli 2014. KPU menjadwalkan penetapan dan pengumuman hasil penghitungan suara secara nasional pada tanggal 22 Juli 2014. Jadi kalau tanggal 20 Juli semua proses rekap sudah selesai dilakukan di 33 provinsi tambah 1 Pokja di luar negeri, maka tanggal 21 akan segera diumumkan hasilnya. Jika masih membutuhkan waktu, maka batas akhir penetapan dan pengumuman akan dilakukan tanggal 22 Juli 2014.

Potensi kecurangan

Menghadapi pelaksanaan rekap suara tersebut diatas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengatakan ada beberapa kerawanan yang mungkin terjadi dalam proses penghitungan suara. Kerawanan pertama,  menyangkut politik uang yang potensial terjadi untuk mempengaruhi akuntabilitas jajaran penyelenggara dan pengawas pemilu. ‎Kerawanan kedua, yakni potensi conflict of interest atau konflik kepentingan. Potensi ini berbasis pada sikap dan perilaku nepotistik maupun kolusif, baik karena primordial atau favoritisme. Kerawanan ketiga adalah adanya indikasi tindak intimidasi yang berkombinasi dengan konflik kepentingan dan politik uang. Semua kerawanan itu,  akan berujung pada potensi kecurangan. Kesemuanya itu berujung pada potensi fraud dan kecurangan sehingga memanipulasi hasil-hasil Pilpres.

Diluar prediksi KPK, berdasarkan pengalaman pada pelaksanaan Pemilu Legislatif,  tingkat kerawanan kecurangan dimulai dari rekapitulasi suara  di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau di tingkat kelurahan, di tingkat inilah bakal adanya intervensi dan godaan dari pihak tim pemenangan masing-masing Capres dan Cawapres. Adanya intervensi di tingkat PPS sangat tinggi, disinilah proses perhitungan termasuk merubah suara hasil Pilpres 9 Juli 2014. Potensi kecurangan hasil suara saat pencoblosan di tingkat desa (PPS) itu meliputi perubahan dan penggelembungan suara dan potensi lain yang terbilang tinggi. Tingginya potensi ini,  didasarkan pada potensi pengubahan  C1, oleh pihak penyelenggara.    Pengalaman pada pelaksanaan Pileg lalu, pembukaan kotak suara oleh KPPS Kecamatan  dengan alasan C1 belum terisi dengan baik.   Selain itu, persoalan masa transit kotak suara di tingkat PPS juga menjadi kekhawatiran tersendiri ketika kotak suara berada di desa/kelurahan. Selanjutnya pada kumpul dari desa ke kecamatan ketika kotak suara di tingkat kecamatan.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com