Indonesia Harus Mendorong Terciptanya Keseimbangan Kekuatan Baru di Asia Tenggara Melalui KTT ASEAN-Rusia Mei 2016

Bagikan artikel ini

Tentu saja kepastian mengenai kesediaan Presiden Jokowi untuk menghadiri KTT ASEAN-Rusia di Sochi, Rusia, pada Mei 2016 mendatang, diharapkan akan menjadi momentum semakin meningkatnya kerjasama strategis antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dan Rusia. Apalagi KTT Mei mendatang didedikasikan untuk merayakan 20 tahun dialog kemitraan antara ASEAN dan Rusia.

Salah satu skema kerjasama ekonomi antara ASEAN dan Rusia yang nampaknya akan diusulkan oleh Presiden Vladimir Putin yang kiranya penting untuk jadi bahan pertimbangan baik oleh pihak Indonesia maupun ASEAN pada umumnya adalah Kemitraan Ekonomi Uni Ekonomi Eurasia (UEE) dengan menyerap semangat dari kerjasama ASEAN maupun Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang memayungi kerjasama strategis Cina-Rusia sejak 2001 lalu.
KTT ASEAN-Rusia yang diselenggarakan di Sochi, yang  berlokasi di sebuah kawasan resort di Laut Hitam itu, secara khusus juga merupakan momentum yang berharga bagi Indonesia, mengingat peran dan kedudukan strategis Indonesia di kalangan negara-negara ASEAN sejak awal berdirinya pada Agustus 1967. Apalagi Duta Besar Rusia di Indonesia Mikhail Galuzin menegaskan bahwa antara Rusia dan Indonesia punya kesamaan visi dengan pemerintahan Presiden Jokowi sebagaimana disampaikan pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika April 2015 lalu. Khususnya seruan Presiden Jokowi untuk menciptakan sistem global yang lebih adil dan demokratis.
ASEAN Tetap Merupakan Kekuatan Strategis di Asia Tenggara
ASEAN dirintis oleh lima negara di kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand). Mereka berlima menantangani Deklarasi Bangkong sebagai tanda diresmikannya terbentuknya ASEAN dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membangun kerjasama untuk berbagai bidang kepentingan bersama. Dan hingga kini, ASEAN masih tetap bertahan bahkan keanggotaannya sudah meningkat menjadi 10 negara.
ASEAN sebagai organisasi kerjasama antar negara Asia Tenggara, pada 1971 bahkan telah berhasil menyepakati Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality, ZOPFAN). Bukan itu saja. Pada 1976, kelima negara ASEAN berhasil menyepati Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation, TAC) yang menjadi panduan perilaku bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai.
Kesepakatan strategis negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sejatinya merupakan kisah sukses ASEAN di bidang politik, sehingga melalui ZOPFAN dan TAC ini negara-negara ASEAN praktis mampu membentengi dirinya baik dari campur tangan negara-negara adidaya yang waktu itu sedang terlibat dalam Perang Dingin, seraya pada saat yang sama antar negara ASEAN punya landasan dan panduan untuk membangun mekanisme hubungan yang harmonis antar anggota ASEAN. Maupun mekanisme untuk menyelesaikan konflik antar sesama anggota ASEAN tanpa melibatkan pihak ketiga kecuali jika atas permintaan negara-negara ASEAN yang terlibat konflik.
Karakteristik ASEAN yang telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan independen dari pengaruh antar negara-negara adidaya yang terlibat dalam Perang Dingin, telah berhasil menarik minat negara-negara di Asia Tenggara lainnya, sehingga akhirnya ikut bergabung. Seperti Brunei (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999).
Independensi yang telah berhasil dipertunjukkan oleh ASEAN, meski harus diakui tetap dibayang-bayangi oleh pertarungan pengaruh antara AS dan Uni Eropa versus Rusia-Cina, tak lepas dari kenyataan bahwa sejarah terbentuknya ASEAN adalah karena kelima negara pemrakarsa berdirinya ASEAN tersebut pernah mengalami nasib yang sama, yaitu pernah dijajah oleh negara lain, kecuali Thailand.
Karenanya, lepas aneka kritik dan pesismisme yang muncul dari berbagai kalangan maupun pakar politik internasional, namun pada kenyataannya pada saat ini ASEAN berhasil menjadi kekuatan pendorong di dalam upaya membangun forum di tingkat multilateral di luar lingkup ASEAN, sebagaimana dibuktikan dengan adanya ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN+3, East Asian Summit (meskipun forum ini sarat dengan agenda-agenda tersembunyi Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memecah-belah kekompakan ASEAN), maupun berbagai prakarsa-prakarsa politik luar negeri lainnya.
ASEAN didirikan dengan identitas hukum sebagai suatu organisasi internasional yang memiliki tiga pilar pokok untuk landasan kegiatan yang terurai dalam tiga komunitas besar yaitu, Komunitas Politik Keamanan Masyarakat, Komunitas Ekonomi serta Komunitas Sosial-Budaya.
Setiap pilar memiliki blueprint sendiri-sendiri yang disetujui bersama-sama pada pertemuan Initiative for ASEAN Integration (IAI) Kerangka Kerja Strategis dan Rencana Kerja IAI Tahap II (2009-2015) mereka membentuk roadmap untuk dan Komunitas ASEAN 2009-2015.
Tujuan ASEAN
Seperti yang tercantum dalam perjanjian Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 secara rinci adalah sebagai berikut:
  1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial budaya di Asia Tenggara.
  2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional.
  3. Memajukan kerjasama dan saling membantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  4. Memajukan kerjasama dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi.
  5. Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara.
  6. Memelihara kerjasama yang lebih erat dengan organisasi-organisasi internasional dan regional.
Kilas Balik Hubungan Kemitraan ASEAN-Rusia 
Dialog kemitraan antara ASEAN dengan Federasi Rusia diawali pada tahun 1991 saat Deputi Perdana Menteri Federasi Rusia menghadiri pembukaan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-24 di Kuala Lumpur sebagai undangan dari Pemerintah Malaysia.
Federasi Rusia kemudian menjadi mitra dialog penuh ASEAN pada AMM ke-29 pada bulan Juli 1996 di Jakarta. Sebagai tindak lanjut, sidang ASEAN Standing Committee (ASC) di Bali bulan Mei 1997 sepakat untuk mewadahi kerjasama sosial budaya ASEAN-Federasi Rusia di bawah ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC). Pada tahun 2006, ASEAN dan Federasi Rusia mengadakan kegiatan khusus untuk memperingati HUT ke-10 dialog kemitraan ASEAN-Federasi Rusia.
Pertemuan pertama ARJCC diselenggarakan di Moskow, Federasi Rusia pada tanggal 5-6 Juni 1997. Pertemuan tersebut dipimpin oleh H.E. Mr. Grigory B. Karasin, Deputi Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia, dan H.E. Mr. Nguyen Manh Hung, Direktur Jenderal ASEAN-Vietnam. Delegasi Federasi Rusia diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ekonomi, Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan, Kementerian Ristek, Kementerian Transportasi, Kementerian Transportasi Kereta Api, Kementerian Penanggulangan Bencana dan Situasi Darurat, Komite Kebudayaan dan Pariwisata, serta Organisasi Kamar Dagang dan Industri Federasi Rusia.
Sedangkan delegasi ASEAN terdiri dari perwakilan Pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, serta perwakilan dari ASEAN Secretariat.
Dalam pertemuan tersebut didiskusikan isu-isu yang secara luas mencakup dialog kerjasama antara ASEAN dengan Federasi Rusia. Pertemuan tersebut juga mengkaji ulang perkembangan hubungan ASEAN-Federasi Rusia dan mencatat setiap kemajuan yang dicapai. Dengan komitmen antara kedua pihak untuk terus meningkatkan cakupan hubungan kerjasama mereka.
Selain itu, juga dilakukan pembahasan mengenai mekanisme dialog dan disepakati bahwa dialog kerjasama ASEAN-Federasi Rusia akan dilaksanakan melalui empat institusi, yaitu ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC), ASEAN-Russia Joint Management Committee of the ASEAN-Russia Cooperation FundASEAN-Russia Business Council (ARBC), dan ASEAN Committee in Moscow (ACM). ARJCC akan bertindak sebagai koordinator dari seluruh mekanisme kerjasama ASEAN-Federasi Rusia pada tahap implementasi. Di samping itu juga akan dibentuk ASEAN-Russia Working Group on Science and Technology(ARWGST) yang akan berada di bawah ARJCC.
ASEAN menyambut baik pembentukan ASEAN-Russia Cooperation Fund dan mengapresiasi inisiatif kreatif Federasi Rusia untuk melibatkan pihak swasta dalam lingkup kerjasama. ASEAN-Russia Cooperation Fund akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek kerjasama ASEAN-Federasi Rusia di enam sektor yang disepakati oleh ARJCC yaitu perdagangan, investasi, kerjasama ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keamanan lingkungan, pariwisata, pengembangan sumber daya manusia, serta interaksi antarmasyarakat.
Dalam hubungan kerjasama ASEAN-Federasi Rusia, terdapat beberapa dokumen penting antara lain Agreement between Governments of the Member Countries of ASEAN and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation (berlaku sejak tanggal 11 Agustus 2006), Terms of Reference on ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC) dan ASEAN-Russia Dialogue Partnership Financial Fund (DPFF) yang dihasilkan pada pertemuan ke-5 ARJCC di Moskow, Federasi Russia, pada tanggal 2-3 November 2006. Peningkatan kerjasama politik ASEAN-Federasi Rusia ditandai dengan penandatanganan Joint Declaration on the Ministers of Foreign Affairs of Russia and Member States of the Association of South East Asian Nations on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region, di Phnom Penh, Kamboja bulan Juni 2003 pada saat pertemuan ASEAN PMC+1 Session with Russia.
ASEAN dan Federasi Rusia menjaga dengan baik hubungan politik dan keamanan. Sebuah tonggak dalam hubungan ASEAN-Federasi Rusia adalah ketika Federasi Rusia menyetujui Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) pada tanggal 29 November 2004. Aksesi Rusia terhadap TAC mencerminkan komitmen yang kuat untuk perdamaian, stabilitas, dan kontribusi yang signifikan terhadap TAC sebagai kode etik penting yang mengatur hubungan antarnegara.
Salah satu bagian kerjasama ASEAN dengan Federasi Rusia adalah proses implementasi ASEAN-Russian Federation Joint Declaration on Cooperation in Combating International Terrorism yang ditandatangani pada ASEAN Post Ministerial Conference+1 Session with Russia pada tahun 2004. ASEAN dan Federasi Rusia mengadopsi ASEAN-Russia Work Plan on Countering Terrorism and Transnational CrimeASEAN – Russia Joint Working Group on Counter Terrorism and Transnational Crime yang pertama diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 2009, di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Pada KTT ASEAN-Rusia ke-1 pada Desember 2005 di Kuala Lumpur, ASEAN dan Federasi Rusia menandatangani Joint Declaration of the Heads of State/Government of the Member Countries of ASEAN and the Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership.
Deklarasi Bersama ini mempromosikan dan memperkuat dialog kemitraan ASEAN-Federasi Rusia dalam berbagai bidang termasuk kerja sama politik dan keamanan serta ekonomi dan pembangunan. ASEAN dan Federasi Rusia juga mengadopsi Comprehensive Programme of Action 2005-2015 untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam Deklarasi Bersama. Pertemuan ASEAN-Russia Senior Officials’ Meeting diselenggarakan setiap tahun untuk, antara lain, membahas dan bertukar pandangan mengenai isu-isu politik dan keamanan serta kepentingan bersama.
Pertemuan pertama ASEAN-Russia Working Group untuk membahas ASEAN-Russia Summit ke-2 diadakan di Yangon, Myanmar pada tanggal 26 November 2009.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa ASEAN-Russia Summit ked-2 akan diselenggarakan pada bulan Oktober 2010 di Ha Noi, Vietnam, bersamaan dengan ASEAN and Related Summits yang ke-17. Dalam pertemuan tersebut juga disepakati untuk bekerja pada Joint Declaration/Statement of the 2nd ASEAN-Russia Summit yang akan membuka jalan bagi peningkatan hubungan ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam hubungan ini, baik ASEAN dan Federasi Rusia telah meningkatkan upaya dalam pembentukan dan perumusan isi kerjasama yang saling menguntungkan.
Indonesia Harus Bangun Persekutuan Strategis Bersama Cina dan Rusia Sebagai Kekuatan Pengeimbang di Asia Tenggara
Indonesia harus jeli dan cermat dalam mencermati dan memanfaatkan peran strategis negara-negara seperti Rusia dan Cina yang bermaksud membuat satu gerakan untuk meninggalkan pola konservatisme yang diperagakan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G-7 yang hakekatnya merupakan persekutuan strategis Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Terutama terkait dengan prospek Rusia ke depan, kerjsama ASEAN dan Rusia tidak saja substantif, melainkan juga strategis. Apalagi Indonesia dan Rusia punya hubungan sejarah yang cukup panjang. Lebih dari itu, bahkan di era pemerintahan SBY pada 2004-2005, sebenarya kedua negara sudah menandatangani Kemitraaan Strategis dengan Rusia. Menurut data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute (GFI), Indonesia sudah memiliki sekitar 14 kemitraan strategis dengan beberapa negara, termasuk Rusia. Namun hingga akhir masa pemerintahan SBY, tidak ada follow up atau tindak lanjutnya.
Maka itu, penandatanganan MOU Indonesia-Rusia terkait bidang energi untuk PLTN 25 Juni 2015 lalu, tak pelak lagi merupakan sebuah langkah yang cukup strategis untuk membuka kembali peluang kerjasama strategis kedua negara secara bilateral, atau bahkan membuka kemungkinan kerjasama dalam lingkup yang lebih luas, seperti dalam Skema BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan).
Untuk itu, peran aktif Indonesia, termasuk dalam membangun kerjsama yang semakin erat dan solid antara ASEAN-Rusia, kiranya sangatlah penting. Selain itu, ada satu faktor lagi yang kiranya pemerintahan Jokowi-JK harus pertimbangkan dengan jeli dan cermat.
Bahwa sejak Vladivostok Consensus semasa pemerintahan Gorbachev, Rusia berupaya untuk membangun kembali kesadaran tradisi Rusia terhadap Asia Pasifik.
Pemerintahan Jokowi-JK sudah seharusnya menyadari bahwa sejak Rusia melakukan transformasi politik luar negerinya semasa Yevgeny Maksimovich Primakov menjadi Perdana Menteri Rusia. Ditegaskan dalam doktrin Primakov (Strategic Triangle) bahwa aliansi strategis yang diperlukan Rusia untuk menjadi kekuatan penyeimbang dalam konstalasi global, terutama untuk mengimbangi pengaruh Amerika dan Eropa Barat, maka perlu dibentuk Poros Moskow-Beijing dan New Delhi (Rusia, Cina dan India). Maka inilah yang kelak pada perkembangannya kemudian, menjadi dasar untuk membangun kerjasama strategis lintas kawasan melalui yang kita sekarang kenal dengan SCO dan diilhami oleh kerjasama yang kemudian diperluas menjadi BRICS.
Jika ASEAN, terutama atas prakarsa Indonesia, mulai mengeksplorasi arah kerjasama strategis dengan Rusia dalam kerangka aliansi strategis Cina-Rusia (SCO) maupun BRICS, maka dukungan dan pengaruh Indonesia untuk memutuskan agar Rusia dijadikan Tuan Rumah the jubilee Russia-ASEAN 2016, akan jadi momentum ke arah kerjasama yang lebih strategis dan substantif antara ASEAN-Rusia.

Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com