Jampi-jampi Buku Baru

Bagikan artikel ini

Adew Habtsa

UNTUK SEBUAH BUKU YANG TERLAHIR, BESERTA APAPUN YANG MENYERTAINYA

Kelahiransebuah buku patut dirayakan. Seperti juga kelahiran karya-karya seni yang lain,yang sepantasnya diapresiasi khalayak luas. Meski memang kehadiran sebuah bukudi alam yang gandrung dengan tontonan dan hiburan segar gebyar masihlah harus bersaing dengan sengit. Tetapi siapapun yang membidani kelahiran buku,seyogianya optimistis. Meskipun keadaan hari ini, ihwal nasib perbukuan,dirasakan begitu miris. Masyarakat kita belumlah seutuhnya masyarakat yang doyan pada buku, baru membaca hal-hal sederhana, sepintas, sepele barangkali,terlalu banyak kesenangan dan kesibukan lainnya yang lebih menggoda.

Buku yang lahir, ibarat bayi yang keluar dari mulut rahim sang bunda. Ia menjadi anak ideologis, mencakup pikiran dan perasaan, begitu saya mendapatkan pemahaman. Ada ketegangan saat menanti kelahirannya. Selama waktu tertentu berproses dalam rahim pertumbuhan dan pengembangan. Hingga saatnya nanti, lahir sudah sang bayi ideologis itu, dalam waktu yang tak terduga sebelumnya. Ada keharuan menyeruak setelah terlahir menjadi karya yang kukuh, tinggal selanjutnya bagaimana kita menjaga dan merawatnya, mengabarkan juga pada yang lain, tentang berita gembira ini. Moga kelak dari hari ke hari sang bayi ini membesar, membawa manfaat bagi sebesar-besar umat manusia di dunia ini. Segalanya terpulang pada sang pemilik bayi, urusan mau tidaknya, ia mempertaruhkan perkembangan sang buah pikiran itu.

Buku pun diharapkan mampu berinteraksi dengan sejumlah mata, sederet pemikiran, dan seabrek sudut pandang. Segudang cara dilakukan, dalam kerangka penyambutan kelahiran buku dari pelbagai jenis penulis beserta disiplin ilmu dan minat yang digelutinya. Diantaranya, dengan aktivitas diskusi buku, bedah buku, apapun namanya, yang mungkin berkembang mengikuti trend yang ada. Ambil contoh, terutama bagi para pecinta buku yang bersemangat membuat kelompok dan komunitas dengan fokus kajian buku-buku itu. Lebih dahsyat lagi, ada pula sebentuk upaya sistematis dan menyeluruh, sebut saja, perhelatan pesta buku. Seolah buku, bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan membingungkan orang. Tetapi membawa makna yang lebih ceria dan menyegarkan, dengan istilah pesta buku itu. Semua upaya dikerahkan oleh para penggiat perbukuan, pada lembaga tertentu, membawa visi dan misi yang bagus untuk kemajuan perbukuan di negeri tercinta ini.

Lantas ada yang beraforisma: mencintai tak harus memiliki. Jika saja ungkapan itu diterapkan pada buku, kemungkinan besar daya beli kita malah menjadi turun, dan kita malah senang untuk memintabuku pada si penulisnya langsung, atau mungkin meminjam buku saja kepada yang lainnya. Untuk membeli buku, itu yang menjadi perbincangan selanjutnya. Lagi dan lagi soal uang, soal kebutuhan, soal prioritas, kita sebagai manusia dalam mengukur kemampuan diri, dan bagaimana menempatkan buku secara adil dan proporsional pada kehidupan kita.

Kemunculan sebuah buku layak kita songsong dengan penuh suka cita. Tak semua orang mampu menuangkan gagasannya pada media, kertas dan sajikan ide berkualitas. Sebab menulis bukanlah perkara mengetahui satu obyek, hafal teori menulis, lengkapnya  perkakas menulis semata, namun jauh lebih dari itu, menulis merupakan aktivitas mental spiritual jua laku batin, yang dilingkupi kesabaran dan konsistensi paling super.

Kita bisa melihat dengan mudah dari contoh tokoh guru bangsa kita, untuk menyebut salah satu contoh saja: Bung Karno, meski di penjara, ruangan yang pengap, tak ada alat bantu tulis yang memadai, namun beliau mampu mengelorakan gagasannya, membuat pembelaan bagi kejayaan negeri. Bandingkan dengan kenyataan hari ini, hampir setiap rumah memiliki komputer, misalkan setiap diri miliki laptop, alat tulis, telepon genggam yang canggih, dan yang serupa dengan itu, namun tetap saja tak kunjung lahirkan karya tulis yang bisa menjadi buku. Hanya sekelompok orang saja yang sanggup tetaskan karya tulis. Dan kita malah terseret untuk kerjakan hal-hal tertentu karena titah akademik, perintah sekolah, serta pengerjaan tugas-tugas yang bersifat komando. Selebihnya dengan peralatan atau media tulis yang keren itu, kita cenderung lakukan hobi-hobi pembunuh waktu saja. Dengan demikian, menulis tak hanya harus didukung fasilitas yang mencukupi, tetapi ada modal yang lebih kuat dan penting yakni mental yang kuat berdasar kebergairahan yang tepat untuk goreskan topik gagasan secara konsisten dan berkesinambungan.

Akan tetapi pekerjaan  menulis, termasuk dalam hal ini membuat buku, bukanlah milik melulu kaum elite intelektual yang sudah membludak wawasan keilmuannya, dan bukan pula disematkan pada orang-orang atau tokoh yang berpengaruh saja, laksana negarawan-bangsawan yang hebat, sejadi-jadinya. Yakinlah kitapun, yang berpredikat sebagai rakyat jelata, memiki peluang untuk mengangkat tema kepenulisan yang beraneka ragam, berbondong-bondong menggapai golongan parapenulis. Sepanjang kita memiliki kegelisahan positif yang menjadi energi kreatif untuk torehkan kata-kata. Selama memang kita cukup berani dan telaten untuk merangkai kalimat, selembar demi selembar, sampaikan pesan dan amanat kehidupan. Kendati terpaan godaan, hambatan perkakas, beserta minimnya acuanpengetahuan, datang menyerang ambisi diri.

Pokoknya, kita sudah memulai menyusun kata,menata pendapat, menyampaikan laporan pandangan mata dan besutan rasa atas realitas yang tergambar, dan taklagi terlalu mengumbar omongan yang berbusa-busa, yang kemungkinan besar akan menguap di udara. Berkarya dan hanya terus berkarya melalui tulisan. Sastrawan kebanggaan kita, Pramoedya Ananta Toer pernah ingatkan: Orang boleh pintar setinggi langit, namun kalau tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan pusaran arus sejarah.

Yuk, kita sambut buku-buku yang telah berlahiran saat ini, dan yang akan datang di kemudian hari. Dari siapapun buku itu terlahir, sebagai indikator kedigdayaan sebuah bangsa. Buku yang membuat hidup kita makin bermutu. Buku yang mengangkat harkat dan derajat kita pada peringkat kesatu.

Bandung, Februari 2014
Adew Habtsa, yang sedang mencoba dan selalu mencoba menjadi bangsa pembaca.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com