Jokowi-JK: Dari In Box, Out Box, dan Indonesia As A Box of The World

Bagikan artikel ini

UNDRIZON, SH., Praktisi Hukum pada Undrizon, SH and Associates, Jakarta

Kalau kilas-balik kampanye dengan Baju Kotak-Kotak itu berarti bahwa memberikan penegasan atas posisi dan karakter yang berbeda dibanding dengan calon lainnya. Setelah pada posisi kemenangan maka dari dalam satu kotak (in box) melompat ke luar kotak (out of the box) menuju kotak yang lebih besar lagi, yaitu: Indonesia di dalam kancah pergaulan dunia (Indonesia as a box of the world). NKRI sebagai kesatuan yang berdiri di antara berbangsa dan negara di dunia. Disinilah semestinya di letakan pemahaman tentang arti pentingnya Revolusi Mental, Trisakti dan Nawacita untuk memperkuat serta mengukuhkan kotak NKRI di antara bangsa dan negara lainnya.

Perlahan tapi pasti jokowi-jk bergerak serta melangkah ketengah inti pusaran dinamika kepentingan berbangsa dan bernegara. Bagian dari revolusi mental itu harus dibuktikan sebagai model dalam membuat kondisi bangsa harus menyadari poisinya di antara bangsa-bangsa lainnya. Karena Indonesia memiliki sejarah panjang yang terangkai di dalam suatu mozaik perjuangan berliku dan panjang.

Hari ini kembali bangsa Indonesia telah diingatkan dengan sebuah agenda sejarah yang monumental. Konferensi Asia Afrika. Suatu hari yang menjadi penentu adanya kebangkitan semangat bagi bangsa-bangsa untuk merdeka (dekolonialisasi) utamanya di kawasan Asia dan Afrika. Merdeka menjadi pertaruhan sangat penting untuk hidup lebih mandiri sebagai bangsa yang berdaulat. Sebagai bangsa yang merdeka dari penjajahan. Sebagai bangsa yang hidup serta tumbuh dan berkembang dalam irama perubahan dunia.

Indonesia as a Box

Berdiri sebagai bangsa yang utuh, hingga kini telah melahirkan 7 (tujuh) Presiden. Presiden ketujuh ialah: Joko Widodo. Hadir sebagai pemimpin dalam transisi demokrasi yang sejatinya menjadi kepemimpinan yang hadir di tengah masyarakat. Pemimpin yang mampu membangun partisipasi warganya untuk secara aktif dan bahu-membahu demi kesejahteraan bersama.

Tentunya akan ternodai oleh sikap ambivalensi dan apalagi vested interests berlebihan kalau dihadapkan pada persoalan kepemimpinan itu sendiri. Kini ia telah hadir sebagai kebanggan bersama, jangan lagi diseret dalam kepentingan sepihak. Ketika berbagai kebekuan berfikir dan bertindak telah tercairkan maka suasan kehidupan berbangsa juga akan cair. Itulah juga sebagai bagian esensial dalam dedikasi seorang pemimpin. Jokowi sepertinya terkesan remeh, santai dan kurang tegas. Itulah yang juga banyak dipersoalkan dalam celotehan sebagian anak negeri. Akan tetapi harus disadari kekuatan media massa telah dapat mengharu-biru tata kelola pemerintahan di belahan dunia manapun.

Teknologi informasi dan komunikasi begitu cepat bergerak dibandingkan dengan upaya perubahan yang ingin dicapai. Maka itu, acapkali pemerintahan sepertinya lamban bekerja dan bertindak untuk memberikan suatu solusi konstruktif atas berbagai masalah. Gelombang informasi dan komuniaksi yang terbangun baik secara mandiri termasuk sistem komunikasi informasi yang sudah menjadi incorporation tentunya akan menjadi kekuatan raksasa yang terkadang dapat memaksa kehendak dan mencorat-coret rumusan kebijakan apabila tidak bervisi jauh. Rumusan kebijakan dengan suatu kajian politik strategis tentunya dapat membantu irama konvergensif kehidupan dengan aneka kepentingan yang saling bersenggolan (cross interested), terkadang hal itu cukup berpotensi mengganggu keleluasaan pejabat publik tertentu untuk menentukan tindakan nyata dalam memenuhi kebijakan yang transparan yang kemudian diartikan sebagai janji-janji.

Termasuk aspirasi warga bangsa yang seolah bertabrakan dalam orbit persimpangan kepentingan rakyat terhadap inspirasi elite. Meskipun itikad baik pemerintah tersebut telah berfokus bagaiamana negara dapat memberikan keadilan bagi kehidupan mereka (rakyat). Sementara itu juga masih banyak elite yang bekerja dengan agenda tersendiri dan kelompok. Jadi, agenda politik dan agenda pemerintah menjadi perpaduan yang perlu diformulasikan secara sistemik berdasarkan konstitusi (taat konstitusi). Oleh karena itu, berikan hak kepada Presiden Republik Indonesia untuk memimpin dengan potensi yang dimilikinya, walaupun Presiden tetap penting merespons segala bentuk masukan. Sehingga tarikan-menarik kepentingan antara yang parsial tidak membuat negara terombang-ambing.

Biarkan Presiden bekerja dengan baik, yang dalam hal ini juga senada dengan aspirasi Presiden Habibie, bahwa sesungguhnya Presiden itu milik semua rakyat Indonesia. Sebagai Kader tentu ada kemampuan beliau untuk menempatkan posisinya secara strategis. Jadi, jangan seperti memaksakan suatu kehendak. Agar masyarakat tidak terkotak-kotak (variously box), ketika melihat posisi Presiden harus tersandera.

Hikmah yang didapatkan ialah ketika ketersendatan suatu kebijakan publik memungkinkan tensi politik naik sampai pada kejumutan. Ketika tensi politik yang cenderung parsial semakin menyatu dalam irama kebangsaan segala persoalan kebangsaan menjadi kondusif. Akantetapi jangan sampai pola konflik yang dibangun dengan teknik bongkar-kandang dengan konsekuensi adanya tandingan-tandingan.

Perlu diingat, jangan sampai negara ini dibebankan lagi kepada generasi berikutnya. Tetapi tempatkanlah sesuatu karya-karya besar Anda untuk masa depan NKRI yang lebih baik!

Konteks Out of The Box

Konvergensi rasionalitas kebijakan harus memadukan secara progresif berbagai kepentingan elemen, yang terkadang saling berseberangan. Berseberangan sebenarnya ialah suatu link-based kalau dapat dimanfaatkan sebagai out put terkait perkembangan berbagai faktor kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi sejalan perkembangan masyarakat maka tetap membutuhkan suatu daya tahan kibernetika sehingga hukum ketatanegaraan menjadi penting dalam hal ini. Kibernetika dalam kamus bahasa Indonesia Besar, terbitan PT Media Pustaka Phoenix Jakarta, ialah suatu Ilmu tentang Sistem Komunikasi dan Pengawasan khusus yang berhubungan dengan studi banding atas sistem pengawasan otomatis. Oleh karena itu, perlu sinergitas, harmonisasi, dan strategi kebijakan publik yang tepat dalam menyikapi lingkungan pergaulan global tersebut. Artinya, tingkah-laku (behaviour) sosial ekonomi, politik, dan hankam tetap memperhitungkan kekuatan konstruksi kenegaraan Republik Indonesia. Itulah matriks dalam solusi kebijakan publik meskipun harus dengan pendekatan random, tetapi selama tujuannya untuk kemajuan dan kesejahteraan NKRI maka harus didukung dan dikembangkan.

Melalui pendekatan yang kibernetik itu, sehingga bdapat dipadukan aneka kepentingan secara sistemik dari metodologi demkrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimensinya ialah hukum (supremasi hukum) sebagai payung terhadap berjalannya demokrasi. Maka itu, kemudian demokrasi tidak tersandera karena tidak harmonisnya antara keinginan, aspirasi, dan hak publik atas pengaruh melodrama para elite (‘deklamasi yang diiringi musik hukum’ dan lain sebagainya).

Salah-satu contohnya, ialah mekanisme Pemilu Langsung untuk Pemilihan Kepala Daerah yang digadang-gadang sebagai solusi efektif bagi kehidupan politik yang demokratis. Namun demikian, dalam perjalanannya tetap saja disandera oleh melodrama para elite. Itulah risiko yang harus dibayar ketika negara modern tetapi rakyat telah mempercayai wakilnya dan ketika hak rakyat tidak efektif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dalam arti luas. Bukannya karena rakyat dengan Pemilihan Langsung akan menjadi kian berdaya, tetapi hal itu bukanlah jaminan, padahal sesungguhnya negara yang maju maka keberdayaan rakyat itu terletak pada segi pemerintahan yang bersih dan beritikad-baik tanpa pencitraan.

Terkait dalam pengujian itu maka tampak jelas pergeseran pemikiran hukum untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkadang ketentuan phukum ositif itu tetap saja terbawa arus kepentingan. Namun demikian, kebijakan publik seharusnya menempati posisi sebagai potensi dan daya kekuatan untuk mendorong pencapaian tujuan nasional.

Begitu banyaknya isu yang berkembang maka masyarakat seakan kehilangan energi kritisnya. Inkonsistensi sikap menjadi permasalahan dalam remahan persoalan nasional dan internasional. Era konvergensi merupakan bentuk pematangan dari pemikiran progresifitas sosiologis dengan dalam semua bidang. Hal itu dikarenakan adanya perkembangan  cara-cara inovatif serta kreasi yang terkoreksi secara global. Untuk itu kepemimpinan nasional tetap berfikir out of the box untuk mengembalikan posisi kebijakan kepada riilnya konstitusi dan hukum.

Indonesia As A Box Of The World

Sejak kepemimpinan JokowiJK, juga telah banyak ayunan persoalan dalam seni kepemimpinan. Tetapi matrik kehidupan masyarakat seringkali linear dengan kebutuhan hidupnya. Maka tiu, pemerintah semestinya terlebih dahulu mampu menjaga persoalan penting dan utama bagi masyarakat. Persoakan utama ialah tersedianya kebutuhan dasar, sepetrti: air, listerik, perumahan, transportasi, perbankan, jaminan sosial, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan lain sebagainya. Sebelum kemudian melompat menjadikan Indonesia sebagai solusi bagi  persoalan dunia.

Hal ini berbeda dalam gerilya perjuangan diplomatic ketika Indonesia harus di merdekakan dari penjajahan. Ketidaksiapan prasarana pokok tersebut menjadi kepentingan untuk melobi kekuatan eksternal dunia agar memperhatikan nasib Indonesia sebagai bangsa. Maka itu, Bung Karno dan kawan-kawan menggagas lahirnya Konferensi Asia-Afrika yang sekarang memasuki usia ke – 60 tahun, yang sedang diperingati dimana Indonesia sebagai Tuan Rumah, keterlibatan di Perserikatan Bangsa Bangsa, Keterlibatan dalam berbagai persekutuan dunia, seperti: Liga Bangsa Bangsa, keterlibatan dalam skema kekuatan pertahanan dan keamanan dunia/global, keterlibatan dalam proses dekolonisasi bangsa-bangsa lainnya, dan menempatkan Indonesia di Ujung Persilangan Kepentingan Dunia (cross interested of the world).

Namun demikian, kebijakan public tetap menempati posisi sebagai daya-kekuatan untuk mendorong pencapaian tujuan nasional. Dalam transisi suksesi kepemimpinan terkadang juga perlu membesarkan ‘Orang-orang Kalah’, karena mereka beda dengan orang yang bersalah. Makanya, euforia untuk semua Anak Bangsa dengan arogansi oligarkhi hanya akan mengkerdilkan hati, dan membesarkan emosi yang negative. Semestinya NKRI harus merdeka dan menang dari kebesaran hati, karena itu mari rebut kembali kebesaran  kebudayaan nasional demi kejayaan negeri. Kebudayaan nasional yang membedakannya dari bangsa bangsa lain di dunia ini. NKRI sebagai kota (box) yang harus utuh dan tidak tercabik-cabik oleh keinginan personal. Tetapi sebuah Kotak (box) Indonesia yang besar, dan yang membiaskan nilai-nilai kemerdekaan yang sessungguhnya di mata dunia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com