KASSIAN CEPHAS

Bagikan artikel ini
Bila hanya membaca namanya kita bisa mengira ia orang asing. Nama unik untuk warga pribumi di zamannya. Tapi dari orang Jawa kelahiran Jogjakarta inilah riwayat foto bermula.
Kassian Cephas (1845 – 1912) tercatat fotografer profesional pertama Indonesia. Semula ia pelukis. Melihat kamera, benda eksotik itu, ia mendadak membuang kuwas dan menekuni pekerjaan potret-memotret.
Saat itu kamera merupakan mainan baru ditanah jajahan. Di mata pribumi benda itu nampak seperti permainan sulap. Memukau. Dengan cepat ia memutus berguru kepada Simon Willem Cameric.
Selama 10 tahun (1861 – 1871) ia belajar seluk-beluk kamera dan teknik jepret-menjepret pada fotografer kraton Jogjakarta tersebut. Untuk menambah kelihaian ia juga belajar pada Isidore van Kinsbergen, fotografer Belgia, yang saat itu bekerja di Semarang.
Tahun 1871 ia resmi diangkat Sultan Hamengku Buwono VI (berkuasa 1855 – 1877) sebagai juru potret kesultanan yang berlanjut masa Ngarso Dalem berikutnya, Sultan Hamengku Buwono VII (berkuasa 1877 – 1921).
Kassian Cephas, Fotografer Pertama Indonesia | Bpn16's Blog
Dengan “jabatan” itu ia bebas membidik penghuni istana juga upacara di dalamnya. Secara fotografis yang terasa spesial agaknya bidikannya tentang objek-objek “wingit” macam Taman Sari, Prambanan, Borobudur. Nampak betul sudut pengambilannya khas tilikan seorang empu fotografi.
Tahun 1888 sebanyak 16 karya fotonya masuk dalam buku referensi Kebudayaan Jawa (Inden Kedaton te Jogjakarta) susunan Isaac Groneman, dokter kesultanan yang menaruh minat besar pada kebudayaan Jawa.
Sejak 1896 hingga wafat ia menjadi anggota institut riset prestisius milik kerajaan Belanda: Koninlijk Instituut voor Tall, Land, en Volkenkunde (KITLV) untuk kontribusi fotografinya dalam kebudayaan Jawa.
Cephas, nama baptis ketika ia berusia 15 tahun, bisa dipastikan pribumi pertama membuka studio foto di Nusantara. Studio berlokasi di Lodji Kecil Wetan (sekarang jalan Suryotomo, Jogja) itu, sebagai layaknya ruang studio, dilengkapi meja, kursi, juga layar warna hitam sebagai latar.
Sepanjang pertengahan abad ke-19 hingga dekat proklamasi terdapat sekitar 540 studio foto yang tersebar di 75 lokasi di Nusantara. Dari jumlah itu sebanyak 315 fotografer berdarah Eropa, 186 Tionghoa, 45 Jepang, dan hanya 4 pribumi termasuk Cephas, sang pemula.
Darwati Utieh, wartawan senior. 
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com