Keinginan Koalisi Permanen Membentuk Pansus

Bagikan artikel ini

B.R. Rajo Nagari, pengamat politik senior. Tinggal di Bukittinggi, Sumbar

Pertarungan belum usai dengan diputuskan dan ditetapkannya Jokowi – Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sementara di eksternal, Jokowi-Jusuf Kalla masih harus menghadapi gugatan  dari kubu Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi (MK). Di tingkat internal, pertempuran antar-pendukung Jokowi – Jusuf Kalla semakin panas. Pertempuran di tingkat internal ini terkait dengan susunan kabinet dan kursi menteri. Kini, dikabarkan, meski di publik selalu menjawab secara diplomatis, namun elit-elit partai di dalam sudah mulai gerah, dan akhirnya melancarkan serangan. Setiap partai merasa punya jasa dan peran masing-masing.

Panitia khusus pemilu presiden yang diwacanakan akan dibentuk oleh sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Koalisi Merah Putih tidak akan bisa mengubah hasil pilpres. Pansus hanya akan mengevaluasi kinerja dari para penyelenggara pemilu. Koalisi Merah Putih merupakan koalisi tujuh partai politik yang mengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ketujuh partai itu adalah Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang. Yang bisa mengubah hasil pilpres hanya Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian yang bisa memberikan sanksi kepada para penyelenggara pemilu, jika ditemukan pelanggaran selama pemilu presiden, hanya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Terkait adanya ide untuk membentuk pansus pilpres, akibat sangketa dari hasil pelaksanaan pilpres 9 Juli yang lalu. Pembentukan pansus akibat kecurangan pemilihan presiden tersebut. Hal ini merupakan hak DPR dan anggota dalam melakukan peran kontrol sebagai penyuara rakyat. Pembentukan pansus tersebut muncul setelah anggota dewan melakukan reses, dari reses tersebut mereka menemukan informasi dari masyarakat tentang pelaksanaan pilpres serta adanya kritik pelaksanaan pilpres tersebut.

Adanya rencana kubu Prabowo-Hatta membentuk Pansus Pilpres, boleh-boleh saja, namun disisi lain proses sangketa pemilu pilpres masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), otomatis dengan menggulirkan pembentukan Pansus pilpres, berarti kubu Prabowo-Hatta secara tidak langsung telah mengakui kekalahannya di MK. Kalau seandainya Pansus ini terus dibentuk, justru nantinya akan menjadi senjata makan tuan  jika Prabowo-Hatta menang di MK. Pasalnya, pembentukan Pansus didasari dugaan adanya kecurangan di dalam penyelenggaraan pemilu presiden. Jadi pembentukan pansus malah akan menegasi hasil kemenangan mereka sendiri. Pembenrtukan Pansus akan sangat membuang-buang waktu kerja DPR saja yang masa kerjanya hany tinggal tersisa dua bulan saja, sementara, masih banyak rancangan undang-undang yang belum selesai mereka bahas, oleh sebab itu lebih baik terima saja apapun hasil keputusan dari MK.

Menurut Yasona H Laoly, Anggota Komisi II DPR RI, keingian untuk membentuk pansus baru muncul setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil rekapitulasi resmi nasional Pilpres tanggal 22 Juli yang lalu, tetapi lebih menyoroti pelaksanaan pemilu legislatif yang jauh lebih dipenuhi kecurangan yang masif dan terstruktur ketimbang saat pelaksanaan Pilpres. Pelaksanaan pemilu legislatif sangat dipenuhi politik uang, kecurangan yang dilakukan penyelenggara, sehingga disebut kejahatan pemilu yang masif dan terstruktur. Berbeda dengan pelaksanaan Pilpres yang cukup transparan oleh KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), cepat dan disertai partisipasi masyarakat yang aktif mengawasi pemilu.

Sementara itu Ahmad Yani, Anggota Komisi III DPR RI, usulan pansus pilpres tidak akan mengubah keputusan gugatan hasil rekapitulasi nasional KPU di Mahkamah Konstitusi. Usulan itu semata-mata untuk mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan pilpres, terutama peyelenggara pemilu. Setiap anggota DPR mempunyai hak menyelediki persoalan, khususnya pilpres. Pansus ini juga bertujuan untuk mengevaluasi guna perbaikan untuk UU Pilpres mendatang.

Dadang Darmawan, Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), mengatakan, usulan Panitia Khusus Pemilihan Presiden oleh koalisi Merah Putih masih rasional selama bertujuan untuk mewujudkan proses demokrasi yang jujur, adil dan berkualitas dan bukan sekedar mengakomodir motif politik kelompok tertentu. Dengan terbentuknya pansus tersebut, diharapkan dapat membuka berbagai dinamika penyelenggaraan pilpres, termasuk dugaan kecurangan yang selama ini dicurigai sejumlah pihak.

Adapun pansus pilpres hanya akan mengevaluasi kinerja penyelenggara pemilu selama pilpres. Evaluasi dilakukan untuk mencegah kesalahan-kesalahan yang terjadi selama pilpres agar tidak terulang kembali pada pemilu-pemilu selanjutnya. Namun, hingga kini pembicaraan di internal DPR soal pembentukan pansus pilpres itu belum ada. Pembicaraan ini mungkin akan dilakukan seusai masa reses DPR. DPR akan kembali bersidang mulai 14 Agustus.

Pembentukan pansus adalah bentuk dari rasa ketidak adilan dalam demokrasi di negeri ini. Karena kepercayaan rakyat kepada lembaga negara atau kepada pihak-pihak penyelenggara pemilu sudah sangat berkurang dengan adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan dengan  pembiaran kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis oleh pihak KPU, berbagai laporan dan pengaduan hadir untuk KPU, tetapi tidak di gubris dan terkesan seakan-akan ada permainan serta intervensi yang di mainkan oleh penyelenggara pemilu, wajar jika pansus di bentuk untuk menyikapi hal tersebut, karena kita butuh pemimpin yang benar-benar mendapatkan mandat dari rakyat dan dengan legitimasi yang tinggi. Dibentuknya Pansus menurut penulis adalah untuk mengungkap kekurangan dan kecurangan dalam pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara politik, sementara secara hukum telah dilakukan melalui lembaga Mahkamah Konstitusi (MK). Bila Pansus tersebut menemukan ada masalah dalam penyelenggaraan pilpres 2014, tentunya bisa merekomendasikan ke DKPP.

Pembentukan Pansus tidak akan merusak demokrasi jika diawasi dengan baik oleh pemerintah,  malah yang merusak demokrasi ini adalah adanya keberpihakkan pihak penyelenggara pemilu terhadap salah satu capres-cawapres. Semoga pansus yang dibentuk nanti dapat membantu proses yang sedang berjalan dan tentu saja dapat memberikan hasil yang positif untuk bangsa ini, sekarang dan seterusnya.

Sehubungan dengan pembentukan pansus tersebut diharapkan tidak sekedar untuk menguntungkan pihak tertentu yang dinyatakan kalah dalam pilpres, melainkan untuk mewujudkan proses demokrasi yang jujur, adil dan berkualitas. Dengan demikian, usulan pembentukan Pansus Pilpres tersebut lebih dalam menjaga kepentingan rakyat, bukan sekedar mengakomodir motif politik kelompok tertentu atau dijadikan ajang tawar-menawar dalam meperebutkan jabatan menteri.

Perlu diketahui, apabila pihak  koalisi permanen yang berjumlah 60 persen lebih di parlemen  tidak menyetujui pelantikan Presiden dan wakil presiden dengan cara tidak menghadiri sidang umum MPR, dengan berpatokan kepada pasal 9 ayat 2 UUD 1945. Sementara  pasal dalam UUD 1945 itu tegas menyatakan, jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, termasuk aksi boikot, maka presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com