Kerjasama Strategis Bidang Energi Indonesia-Rusia Harus Lebih Ditingkatkan (Bagian I)

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)  

Dalam Round Table Discussion yang diselenggarakan oleh Global Future Institute pada April 2013 lalu, pakar hubungan Internasional Dr Santos Winarso Dwiyogo, menyampaikan pandangan yang cukup menarik. Menurut Dr Santos, Indonesia harus jeli dalam mencermati dan memanfaatkan peran strategis negara-negara seperti Rusia dan Cina yang bermaksud membuat satu gerakan untuk meninggalkan pola konservatisme yang diperagakan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G-7.

 Baca Juga Artikkel Hendrajit dan Rusman:

Nilai Strategis Kerjasama Indonesia-Rusia bidang Energi Dari Perspektif Kepentingan Nasional

Dalam konteks ini, Indonesia harus menyadari bahwa Rusia memiliki kebijakan yang berbeda dengan negara-negara yang tergabung dalam G-7 yang hakekatnya merupakan persekutuan strategis Amerika Serikat dan Eropa Barat (Uni Eropa).

Analisis Santos pada 2013 tersebut nampaknya cukup beralasan. Dua tahun kemudian, tepatnya Juni 2015 kerjasama strategis RI-Rusia mulai dibangun fonedasinya melalui ditandanganinya Memorandumn of Understanding (MOU)   di bidang energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Perkembangan tersebut kala itu dipandang  merupakan babakan baru yang cukup menjanjikan ditinjau dari perspektif politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Sayangnya, kalau kita menelisik ke periode 2004-2005 pada masa pemerintahan SBY-JK, sebenarnya kedua negara sudah menandatangani Kemitraaan Strategis dengan Rusia. Menurut data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, Indonesia sudah memiliki sekitar 14 kemitraan strategis dengan beberapa negara, termasuk Rusia. Namun hingga akhir masa pemerintahan SBY, tidak ada follow up atau tindak lanjutnya.

Maka itu, penandatanganan MOU Indonesia-Rusia terkait bidang energi untuk PLTN pada Juni 2015 lalu, tak pelak lagi merupakan sebuah kerangka kebijakan maupun langkah strategis untuk membuka kembali peluang kerjasama strategis kedua negara secara bilateral, atau bahkan membuka kemungkinan kerjasama dalam lingkup yang lebih luas, seperti dalam Skema BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan).

Selain itu ada satu lagi pertimbangan strategis yang kiranya perlu jadi pertimbangan strategis dari perspektif geopoliti sebagai kerangka kebijakan membangun kerjasama strategis RI-Rusia di bidang energi dan migas. Yaitu kenyataan bahwa saat ini Rusia menekankan fokus politik luar negerinya ke kawasan Asia Pasifik, sebagaimana juga yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Cina.

Apalagi dalam kasus Rusia, sejak Vladivostok Consensus semasa pemerintahan Gorbachev, Rusia berupaya untuk membangun kembali kesadaran tradisi Rusia terhadap Asia Pasifik. Selain itu para penyusun kebijakan strategis luar negeri dan Energi-Migas di pemerintahan Jokowi-JK sudah seharusnya menyadari bahwa sejak Rusia melakukan transformasi politik luar negerinya semasa Yevgeny Maksimovich Primakov menjadi Perdana Menteri Rusia. Ditegaskan dalam doktrin Primakov (Strategic Triangle) bahwa aliansi strategis yang diperlukan Rusia untuk menjadi kekuatan penyeimbang dalam konstalasi global, terutama untuk mengimbangi pengaruh Amerika dan Eropa Barat, maka perlu dibentuk Poros Moskow-Beijing dan New Delhi (Rusia, Cina dan India). Maka inilah yang kelak pada perkembangannya kemudian, menjadi dasar untuk membangun kerjasama strategis lintas kawasan melalui yang kita sekarang kenal dengan SCO, yang kemudian diperluas menjadi BRICS .

Menuju Kerjasama Strategis Indonesia-Rusia Bidang Energi dan Teknologi Nuklir

Langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia dengan membuka sebuah kerjasama  di bidang energi untuk membangun PLTN, memang langkah yang tepat dan strategis, di tengah semakin erat dan solidnya kerjasama strategis Rusia-Cina di segala bidang.

Sebab dengan keputusan untuk menjalin kerjasama dengan Rusia, maka di masa depan akan tercipta momentum bagi Indonesia untuk membagun segi tiga strategis Indonesia-Rusia-Cina secara lebih setara, adil dan menguntungkan semua pihak.  Dan bidang yang kiranya patut jadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK, adalah di bidang energi, khususnya proyek pembangunan PLTN maupun reaktor nuklir.

Terkait dengan hal ini, Rosatom sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk menangani kegiatan nuklir Rusia, kiranya perlu dijajagi mengenai prospek keikutsertaan Rosatom untuk membangun reaktor nuklir baru di beberapa kota di Indonesia Dan hal ini dimungkinkan karena sudah adanya komitmen antar para pemimpin tingkat tinggi di Rusia untuk menjajaki suatu kerjasama di bidang nuklir, termasuk kemungkinan pembangunan pembangkit tenaga nuklir. Melalui komitmen ini, sudah selayaknya Indonesia memandang hal ini sebagai sebuah momentum untuk membangun kerjasama strategis bidang energi dan teknologi nuklir dengan Rusia.

Kerjasama Indonesia-Rusia bidang energi untuk PLTN, nampaknya harus dipandang dalam kerangka tindak lanjut dari peningkatan dan pengembangan di bidang Ilmu Pengetahuan dan teknologi, khususnya perangkat keras bidang industri strategis.

Seperti diutarakan oleh  Mikhail Kuritsyn, Ketua Dewan Kerjasama Perdagangan Indonesia-Rusia (Business Council for Cooperation with Indonesia), kerjasama bidang energi memang kemudian ditindaklanjuti melalui Komisi Ekonomi dan Kerjasama Teknis antara Indonesia dan Rusia, yang melalui mekanisme kelembagaan ini, telah dibahas tentang kerjasama Rosatom dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam pembagunan PLTN. Seperti ditegaskan oleh Mikhail Kurisyn:

The overal tone is very positive. There is a famous Russian resultan promoting our technologies in the field of nuclear energy. We have the most under consturction or planned for construction of the reactor, a very good track record in terms of safety, efficacy and cost.”

Hasil positif yang tercapai melalui pertemuan antara para pejabat senior  Rosatom dan BATAN, nampaknya didasarkan pada kenyataan bahwa di era Uni Soviet dulu Indonesia punya tiga proyek penelitian tentang reaktor nuklir. Dan sekarang, Indonesia telah menetapkan untuk mengembangkan lebih lanjut penelitian/riset di bidang pembangkit tenaga nulir. Dan Rusia siap untuk membantu Indonesia memasok bahan-bahan mentah/raw material terkait proyek ini.

Untuk itu, Rusia memang cukup kompeten dan bisa diandalkan, mengingat fakta bahwa saat ini Rusia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mempunyai teknologi pembangunan reaktor nuklir.

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Mikhail Kuritsyin:

The fact that Russia—the only country in the world that has the technolog or reactors for the icebreaking fleet and, as I understand, is based on this technology have been developed floating nuclear power station of small capacity, which is ideal for a country such as Indonesia.”

Setidaknya sejak awal 2013, Rusia sudah melakukan promosi kerjasama dalam pengembangan teknologi nuklir untuk damai kepada Indonesia.

Menurut Y.N. Busurin, Kepala Departemen Infrastuktur Nuklir Rusia, kegiatan Rusia di bidang nuklir telah berpengalaman selama lebih dari 65 tahun. Kegiatan nuklir Rusia berada di bawah naungan lembaga yang bernama Rosatom, yang merupakan pemain utama di pasar nuklir dunia ini sudah berada di lebih 40 negara dari 5 benua.

Diolah Melalui Beberapa Sumber Bacaan:

RepublikaOnline http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/06/25/nqi5tt-rusia-kerja-sama-pltn-dengan-indonesia

Russia Beyond The Headlines http://indonesia.rbth.com/economics/2015/06/15/indonesia_akan_kembangkan_penggunaan_energi_nuklir_secara_damai_ber_28261.html

http://indonesia.rbth.com/news/2015/06/11/rusia_dan_indonesia_bekerja_sama_bangun_reaktor_nuklir_eksperimental_28223.html

Detikcom http://finance.detik.com/read/2015/06/16/120652/2943564/1034/batan-rusia-hingga-china-ingin-bangun-pltn-di-ri

Badan Intelijen Negara http://www.bin.go.id/wawasan/detil/146/3/16/10/2012/pembangunan-pembangkit-listrik-tenaga-nuklir-di-indonesia#sthash.Y42FP3PY.dpuf

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com