Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Kebebasan Pers pada sebuah negara ternyata bukan jaminan bahwa kebenaran sejati akan terungkap kepada masyarakat. Tak terkecuali di Amerika. Khalifa Hifter, mantan serdadu angkatan darat Libya, ternyata pernah tinggal selama 20 tahun di Amerika, dan bertempat tinggal sekitar beberapa kilometer dari markas CIA di Langley.
Komandan Pasukan pemberontak Libya melawan Presiden Muamar Khadafi, sudah sama sama kita ketahui, dial ah Khalifa Hifter. Kok berani-beraninya mantan perwira angkatan darat Libya ini melawan Panglima dan kepala negaranya sendiri? Nancy Yousef dan Christ Adam, dari harian McClatchy, sebuah harian yang berbasis di Sacramento, Amerika Serikat, ternyata punya temuan menarik. Hifter ternyata sudah lama berada dalam binaan badan intelijen Amerika CIA.
Setelah keluar dan membangkang dari angkatan darat Libya, Hifter bermukim di Virginia bagian utara selama kurang lebih 20 tahun. Berarti sudah mukim di negara paman Sam sejak sekitar 1991. Menariknya lagi, selama mukim di Amerika itu tidak ada informasi yang jelas darimana sumber keuangan yang dia dapat untuk hidup di negara yang kita tahu standar hidupnya apa apa serba mahal.
Anehnya tak ada satupun media arus utama di Amerika yang melansir berita keterkaitan Hifter dalam skema operasi siluman CIA di Libya. Washington Post, The New York Times, Walstreet Journal dan Los Angles Times, sepertinya kompak untuk bungkam ungkap jati diri mantan perwira militer Libya tersebut. Padahal beberapa media eropa sudah mengekspos Hifter seperti The Independent dari Inggris, The Weekly Stern dari Jerman, dan beberapa harian di Perancis, Spanyol dan Turki.
Beberapa stasiun TV Amerika seperti ABC, memang sempat mewawancarai Hifter dalam kapasitasnya sebagai komandan pemberontakan terhadap Khadafi, namun sama sekali tidak mengungkap bahwa Hfter pernah mukim di Virginia Utara yang ternyata hanya berjarak beberapa kilometer dari markas CIA di Langley.
Mengapa media massa Amerika bungkam bongkar jatidiri Khalifa Hifter? Sudah bisa ditebak: Untuk membenarkan keterlibatan dan campur tangan militer Amerika dan NATO di Libya, dalam membantu para pemberontak Libya gulingkan Khadafi. Padahal, sejak 2003 Khadafi pun sudah berada dalam kendali intelijen Inggris M-6 dan CIA, lewat Menteri Luar Negeri Musa Kusa.
Tak pelak lagi, fakta ini mengingatkan kembali operasi intelijen CIA menggulingkan Presiden Juan Arbenz Guzman dari Guatemala pada 1954, dengan menggunakan seorang kolonel angkatan udara bernama Castilo Armas. Khalifa Hifter dengan begitu setali tiga uang dari Castilo Armas.
Bisa dipastikan beberapa media arus utama yang semuanya berada dalam kendali juragan minyak dinasti Rockefeller tersebut, telah dipaksa untuk mengecilkan atau malah mengesampingkan fakta bahwa Khalifa Hifter merupakan pemain kunci dari agenda strategis Amerika dan NATO untuk mencari pemimpin baru Libya pasca Khadafi.
Inilah satu lagi kisah nyata betapa publik Amerika sekalipun, dengan sengaja dan penuh kesadaran dihalang-halangi untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai apa yang sedang terjadi Libya, perang macam apa yang sebenarnya sedang berkecamuk di Libya saat ini. Dan komponen utama yang paling bertanggungjawab atas terblokirnya masyarakat Amerika dan Dunia Internasional dalam mengakses informasi mengenai perkembangan di Libya adalah media-media arus utama di Amerika.