Tatkala euforia reformasi dibablaskan oleh kelompok neoliberal (neolib) dengan cara mengobrak-abrik UUD 1945 karya the Founding Fathers, maka segelintir neolib tersebut kerap disebut dengan istilah ‘bablasan reformasi’.
Kenapa hal itu bisa terjadi?
Salah satu penyebab, bahwa kaum reformis kala itu menerapkan apa yang disebut dengan istilah Reforma Pactada seperti pernah terjadi di Eropa Timur. Yakni elemen dan unsur masa lalu masih turut serta dalam mengendalikan pemerintahan baru, bahkan ditempatkan pada kementerian strategis. Repot. Seyogianya, yang dijalankan kaum reformis dahulu ialah Ruptura Pactada seperti di Amerika Latin, dimana unsur masa lalu sirna alias tidak ikut dalam rezim baru, sehingga ‘bablasan reformasi’ mati kutu.
Siapa sesungguhnya pemilik hajatan yang meremot mereka —kaum neolib— dari balik layar. Sedikit orang memahami hal itu. Pertanyaan selidik pun muncul:
“Adakah keterlibatan pihak asing dalam ‘Kudeta Konstitusi’ pasca-dua belas TAP MPR terbit di tahun 1998?”
Jawabannya: “Ada”. Sekali lagi, ADA! Bahkan sangat terorganisir, sistematis dan masif, baik dari American Group, misalnya, atau European and Australian Group, para operator asing yang berkolaborasi dengan LSM Lokal, ataupun LSM Lokal yang bertindak sebagai kurir dan pelobi ke DPR RI guna menyampaikan draft proposal perubahan UU, maupun agen asing (proxy agent) itu sendiri yang bekerja sebagai operator di kementerian guna melakukan liberalisasi UU, dan seterusnya.
Penelusuran John Helmi Mempi, pengamat intelijen, bahwa ada keterlibatan asing yang berkolaborasi dengan pemain lokal dalam pembentukan UU antara 1999-2004, antara lain yaitu:
Pertama, American Group terdiri atas UNDP (United Nations Development Programm), World Bank, IMF, ADB (Asian Development Bank), Nathan Associates, kInc, Checchi & Company Consulting, Inc dan REDE.
Kedua, European & Australian Group, antara lain ODA (Official Development Assistance), EU-MEE (European Union), HDC (Henry Dunant Center), Delegation Of The European Commission to Indonesia, CGI (Concultative Group on Indonesia), AUSAID, dan the Asia Foundation.
Ketiga, NGO yang bertindak sebagai operator bersama-sama LSM Lokal yaitu Partnership for Goverment Reform (PGR), dan patner dari USAID antara lain ELLIPS (Economic Law & Improved Procurement System) Project, NDI (National Democratic Institute) dan PEG (Partnership For Economic Group), IFES (International Foundation for Electoral System), IRI (International Republican Institute), ICG (International Crisis Group), ACILS (American Center for International Labor Solidarity).
Termasuk JICA (Japan International Cooperation Agency), Ford Foundation IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assistance), Sweden; TI (Transparancy International), Berlin; INFID (International NGO Forum On Indonesian Development) dan organ-organ di bawahnya.
Keempat, LSM Indonesia yang bertindak selaku kurir dan pelobi ke DPR-RI untuk menyampaikan draft proposal RUU, meliputi LP3ES (Lembaga Penelitian Pendidikan & Pengembangan Ekonomi Dan Sosial), CETRO (Center For Electoral Reform) bertindak sebagai koordinator 66 LSM, Masyarakat Transparansi Indonesia (PSHK & Hukum Online), ICW (Indonesia Corruption Watch),
KRHN (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional), LBH Jakarta, MAPPI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia), dan TII (Transparency International Indonesia).
Kelima, ada pula dari beberapa Perguruan Tinggi Negeri/Swasta (tak perlu disebut nama).
Keenam, Kelompok Studi dan Kajian yang terdiri atas Lembaga Pengkajian Hukum Acara & Sistem Peradilan Indonesia, Kelompok Kajian Dasar Ilmu Hukum, Lembaga Studi Hukum Ekonomi, Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Pilihan Penyelesaian Sengketa, Kelompok Kajian Hukum Fiskal, Kelompok Kajian Hak Atas Kekayaan Intelektual, Lembaga Kajian Islam, Lembaga Kajian Hak Asasi Manusia, Lembaga Kajian Pasar Modal & Keuangan, dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia.
Ketujuh, beberapa agen asing bekerja sebagai operator dalam liberalisasi UU yang beroperasi di Departemen (Kementrian) pada masanya, antara lain:
A. Thomas A. Timberg (World Bank), Penasehat Bidang Usaha Kecil di Bank Indonesia;
B. Susan L. Baker, Konsultan Bidang Konstruksi Perbankan di Bank Indonesia;
C. Stephen L. Magiera, Ahli Perdagangan Internasional – Konsultan PEG di Kementrian Perdagangan dan Perindustrian;
D. Gerry Goodpaster, Ahli Desentralisasi, Internal Carriers to Trade & Local Discriminatory Action di Kementrian Perdagangan dan Perindustrian;
E. Paul H. Brietzke, Legal Advisor di Kementrian Hukum dan HAM;
F. Robert C. Rice, Ahli Small Medium Enterprise di Kementrian Usaha Kecil Menengah & Koperasi;
G. Arthur J. Mann & Burden B. Stephen, Ahli Perpajakan di Kementrian Keuangan;
H. Harry F. Darby, Ahli Regulasi Komunikasi di Kementrian Kominfo;
I. Richard Balenfeld & Don Fritz, Konsultan PEG Bidang Pelayaran & Pelabuhan di Kementerian Perhubungan.
Tak boleh dipungkiri, inilah silent invasion (invasi senyap) asing yang menyerang langsung ke sistem negara dan berhasil membuat produk aturan dan kebijakan yang tak sedikit jumlahnya. Sangat sukses. Sebab, selain banyak anak bangsa menari-nari dalam gendang yang ditabuh oleh asing, juga tanpa sadar terjangkit virus stockholm syndrome, apa itu? Tidak sedikit orang justru jatuh cinta kepada entitas dan/atau golongan yang hendak merampas kehidupannya. Tanpa sengaja, malah membela dan mempertahankan ‘produk-produk’ penyelewengannya.
Ya. Selain mengganti UUD, dalam catatan penulis, ada 50-an lebih UU sudah dibikin di antaranya ialah UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, misalnya, atau UU No 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan puluhan UU lainnya.
Poin intinya, UUD NRI 1945 hasil amandemen empat kali (1999-2002) dan produk turunannya telah mengubah wajah konstitusi menjadi liberal, individualis dan kapitalistik. Itulah sepintas catatan John Helmi Mempi, dalam tulisan bertajuk; “Asing Terlibat Amandemen 1945”.
Sepengetahuan penulis, data dan informasi yang disampaikan oleh John Mempi baru sebagian saja, karena masih banyak hal lain belum diungkap, entah person ataupun hidden agenda yang tidak disebut.
Nah, merujuk uraian-uraian di atas baik narasi di Bagian1 maupun Bagian 2 catatan ini, penulis memberanikan diri menarik sebuah asumsi baru —teori yang dianggap benar— bahwa pelengseran Pak Harto dan Orde Baru sebenarnya hanya sasaran antara saja, karena tujuan utama justru “Kudeta Konstitusi” terhadap UUD 1945 rumusan para Pendiri Bangsa, serta mengubah konstitusi kita menjadi liberal, individualis, dan kapitalistik. Itu poin pokoknya.
Demikian tulisan sederhana dibuat. Tak ada niat dan maksud menyinggung dan/atau menggurui siapapun terutama senior dan para pihak yang berkompeten. Tidak sama sekali. Catatan ini hanya sekedar sharing data serta wawasan. Kritik dan saran masih sangat diperlukan agar tulisan ini lebih mendekati kebenaran.
Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak tamu tak diundang di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments