Makna Strategis Nota Protes Menlu Natalegawa kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta

Bagikan artikel ini

Ketika bocoran dokumen Edward Snowden yang diberitakan harian Inggris The Guardian semakin menyebar ke sana ke mari terkait aksi spionase AS ke beberapa negara baik yang masuk kategori sekutu AS seperti Jerman dan Perancis, maupun negara-negara berkembang seperti Brazil dan Meksiko, maka manuver diplomatik Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang cukup keras terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta, patut kita apresiasi setinggi-tingginya.

 

Serangan diplomatik Menlu Natalegawa tersebut menanggapi pemberitaan harian Australia Sidney Morning Herald terbitan 29 Oktober 2013, ihwal adanya fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar AS di Jakarta.

“Jika berita itu terkonfirmasi, maka tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara,” begitu tukas Natalegawa.

Implikasi pernyataan tertulis Menlu Natalegawa tersebut bisa membawa implikasi yang cukup serius bagi hubungan bilateral kedua negara. Ironisnya ketika saat ini masyarakat kerap menuding Presiden SBY sebagai the good boy of America. Sehingga selalu tunduk dan patuh pada arahan dari Washington dalam penyusunan beberapa kebijakan strategis bidang ekonomi, hukum dan bahkan juga hankam serta politik.

Kemungkinan Amerika telah melakukan penyadapan terhadap kantor kepresidenan maupun kantor-kantor kementerian strategis di Jakarta, kiranya cukup beralasan. Apalagi di tengah gencar-gencarnya pemberitaan bocoran Edward Snowden yang mengungkap aksi spionase besar-besaran yang dilancarkan oleh AS melalui National Security Agency (NSA) untuk sasaran penyadapan ke luar negeri, maupun FBI untuk sasaran terhadap warga Amerika di dalam negeri.

The Guardian, harian Inggris terkemuka dan dikenal kritis dan melawan arus utama pemberitaan media-media mapan, dalam pemberitaan seputar bocoran Snowden beberapa waktu lalu, mengabarkan bahwa Jerman pun tak luput dari sasaran penyadapan pemerintah Amerika.

Dengan tak ayal, Juru bicara (jubir) kementerian luar negeri Jerman pada Kamis minggu lalu telah memanggil duta besar Amerika Serikat untuk Berlin terkait kecurigaan bahwa Washington memata-matai pembicaraan telepon selular Kanselir Jerman Angela Merkel.

Bahkan sehari sebelumnya, Merkel telah menelepon Presiden AS Barack Obama untuk menuntut penjelasan setelah mendengar bahwa para mata-mata AS telah mengawasi komunikasinya melalui telepon. Dan memandang aksi spionase AS tersebut merupakan pelanggaran kepercayaan atas kemitraan kedua negara yang selama ini sudah terjalin dengan sangat baik.

Jerman bukan satu-satunya mitra AS yang jadi sasaran aksi spionase. Perancis pun mengalami hal serupa. Bahkan tak sebatas penyadapan terhadap para pejabat tinggi pemerintahan saja. Bahkan masyarakat sipil Perancis pun telah jadi sasaran penyadapan entah untuk alasan apa.

Harian Prancis Le Monde baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa agen mata-mata NSA diam-diam merekam lebih dari 70 juta percakapan telepon warga Perancis selama 30 hari tahun terakhir. Termasuk para politisi dan pebisnis Perancis.

Lagi-lagi fakta ini terungkap berkat dokumen-dokumen bocoran dari Edward Snowden yang mantan agen CIA tersebut.

Dari kalangan negara-negara berkembang, termasuk Brazil dan Meksiko. Media Jerman Der Spiegel pada hari Minggu melaporkan bahwa agen AS telah menyusup ke akun email dari mantan Presiden Meksiko Felipe Calderon dan memperoleh informasi “menguntungkan”.

Meksiko menuntut jawaban dari Washington mengenai aksi mata-mata yang memicu kecaman luas di seluruh Eropa dan Amerika Latin itu.

Adapun reaksi pihak Brazil, bocornya akses AS terhadap penyadapan komunikasi di Brazil membuat Presiden Dilma Rousseff membatalkan kunjungannya ke Washington bulan lalu.

Karena itu, nota protes yang disampaikan Menteri Natalegawa Rabu (30/10), merupakan manuver diplomatik yang cukup jitu dan tepat waktu, mengingat semakin gencarnya serangan-serangan serupa dari negara-negara mitra AS di Uni Eropa seperti Jerman dan Perancis. Maupun dari Brazil dan Meksiko. Bahkan Korea Selatan pun mulai bertanya-tanya jangan-jangan juga jadi sasaran aksi spionase AS.

Jika negara-negara mitra AS dari Uni Eropa sekaliber Jerman dan Perancis saja dengan begitu mudah ditembus oleh fasilitas penyadapan yang dikendalikan oleh NSA, apalagi Indonesia yang saat ini mekanisme pertahanan dirinya (Self Defense Mechanism-nya) begitu rapuh dan dipertanyakan kemampuannya menangkal aksi-aksi spionase Amerika yang pastinya didukung teknologi-teknologi canggih (High Tech).

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com