May Day 2020: Covid-19, Krisis Kapitalisme dan Penderitaan Kelas Buruh

Bagikan artikel ini

Pandemi/pan·de·mi/pandémi/ atau wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Seolah-olah kata ini berhenti pada maknanya, namun tidak demikian bagi kelas pekerja/kaum buruh.

Makna dari Covid-19/Pandemi global bagi kaum buruh yaitu Pandemi Kapitalisme. Enggan, bahkan kita selalu luput bahwa pandemi yang sangat berbahaya yakni apabila kelaparan, kemiskinan, yang menuju pada kebrutalan sosial tak terkendalikan.

Krisis kapitalisme akibat Covid-19 meruntuhkan tatanan ekonomi global, sentralisasi alat-alat produksi yang terkontrol oleh segelintir orang dan sosialisasi tenaga kerja berada dijurang yang terpisah. Selain itu, bahkan krisis kapitalisme menumpaskan kalangan pekerja/kaum buruh dan orang-orang miskin lainnya. Dibalik meluapnya covid-19, beresiko mengurangi surplus /laba bagi kapitalisme, hingga akhirnya lonceng kematian kapitalisme muncul di depan mata.

Di sini kapitalisme memanfaatkan sisa waktunya untuk kembali memulihkan surplus produksinya. Seperti biasa, bahwa krisis kapitalisme sampai tahap penghabisan adalah awal dari fasisme untuk memperlebar monopolinya dengan imperialisme baru. Dan itu melibatkan aparat keamanan negara untuk melindungi para oligarki dan elit politik, agar mengurangi biaya keluar dan resikonya adalah menindas kelas pekerja/kaum buruh, lewat beberapa opsi. Opsi utama adalah secepatnya surplus/laba terpenuhi, meski dilalui dengan ketidakwajaran, represifitas kepada kaum buruh.

Ada banyak masalah spesifik yang memotivasi protes yang bakal dan harus meluas di lingkaran kaum buruh. tetapi semua berputar di sekitar realitas dasar. Untuk kelas pekerja, perjuangan melawan pandemi kapitalisme, sebab untuk hidup demi isi perut anak istri beserta para keluarga, buruh harus bekerja. Jadi dalam situasi Covid-19 , yang berdampak sangat buruk adalah kaum buruh. Untuk itu buruh pada saat yang sama adalah perjuangan melawan kapitalisme.

Logika perjuangan ini menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan politik, siapa yang akan mengendalikan masyarakat, elit penguasa kapitalis atau kelas pekerja?

Padahal ditengah situasi Covid-19 , kosentrasi perjuangan kaum buruh, selanjutnya berpusat pada kurangnya langkah-langkah keamanan yang memadai dan peralatan pelindung bagi pekerja di tempat kerja. Meskipun peringatan terus-menerus dari para ilmuwan dan ahli epidemiologi, tidak ada yang dilakukan untuk mempersiapkan untuk menjamin hidup kaum buruh .

Pada akhir-akhir ini, kebijakan kelas yang berkuasa menghancurkan infrastruktur perawatan sosial dan kesehatan. Sementara deregulasi telah memberi korporasi kebebasan untuk memaksa pekerja untuk bekerja di bawah kondisi yang tidak aman. Proliferasi pekerjaan paruh waktu dalam “pertunjukan ekonomi” berarti bahwa sebagian besar kelas pekerja bekerja untuk upah tingkat kemiskinan, tanpa manfaat atau perlindungan keselamatan.

Perjuangan lain ditujukan untuk mematikan produksi di tempat kerja yang tidak esensial. Respon awal dari kelas penguasa terhadap pandemi adalah mencoba mengecilkannya, untuk menjaga bisnis beroperasi seperti biasa.

Pada pertengahan Maret, tingkat represifitas kaum buruh semakin meningkat, dengan dalih pemberhentian sementara, level selanjutnya kaum buruh justru di PHK. Bahkan ketika pandemi melanda sistem perawatan kesehatan, sebagian besar produksi non-esensial tetap beroperasi.

Semakin meningginya titik positif pada Covid-19, perjuangan para pekerja terpusat pada upaya agar bisa seperti biasanya bekerja, itupun kalau para elit borjuis mengakomodir tuntutannya. Sebaliknya para elit yang berkuasa kembali memaksa bekerja bahkan ketika pandemi menyebar pun dilakukan dengan dalih yang tidak manusiawi terhadap kaum buruh.

Kaum buruh, kelas pekerja di Indonesia yang menanggung nasib dibalik Covid-19. Penglihatan kita secara seksama agar fokus pada Stelsel politik Kabinet Indonesia Maju, terdapat perawatan regulasi dengan slogan ” Sapu Jagat”.

Presiden RI Jokowidodo turut andil berperan sebagai aktor tunggal plus wasit antara kapitalisme melawan kelas pekerja/Kaum buruh. Terlihat jelas Regulasi tersebut muncul sebagai “wahyu bisnis” industri MULTINASIONAL Coorporation. Regulasi yang dimaksud yaitu OMNIBUSLAW/RUU Ciptaker, yang memayungi semua UU sebelumnya. Dan ini dijadikan satu paket (OMNIBUS), hakikatnya justru menyapu bersih jagat raya milik rakyat (petani, nelayan dan kaum miskin yang dijarah oleh negara) terutama kaum buruh.

Upaya untuk meradikalisasi kembali kesadaran politik yang dihubungkan dengan perspektif politik baru, dimulai dengan pemahaman bahwa masalah mendasarnya adalah kapitalisme — sistem sosial dan ekonomi– yang mensubordinasikan segalanya untuk kepentingan laba dan akumulasi kekayaan oleh elit korporasi dan finansial.

Respon pemerintah terhadap pandemi di setiap saat justru hanya ditujukan untuk melestarikan dan memajukan kepentingan kaum oligarki kapitalis. Prioritasnya bukan menyelamatkan nyawa, tetapi menabung keuntungan. Inilah yang mencegah respons ilmiah, rasional, dan terkoordinasi secara global terhadap pandemi ini.

Alternatif untuk kapitalisme adalah sosialisme — restrukturisasi kehidupan sosial dan ekonomi, dalam skala dunia, untuk memenuhi kebutuhan sosial, bukan keuntungan pribadi.

V. Stoevsky

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com