Melawan Budaya Postmodernisme

Bagikan artikel ini
Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute
Masyarakat Posmodernisme, sebenarnya merupakan kesinambungan dari tahapan mutakhir dari kapitalisme. Jadi semacam kapitalisme gelombang ketiga begitu deh. Dalam masyarakat kapitalisme pasar, budaya yang mendominasi adalah realisme.
Kapitalisme monopoli, muncullah budaya modernisme. Sedangkan kapitalisme berbasis korporasi multinasional seperti sekarang ini, muncullah budaya posmodernisme.
Dominasi budaya posmodernisme ini ditandai dengan kuatnya pengaruh citra yang dibentuk melalui media, sehingga antara kenyataan dan citra campur-aduk nggak karuan. Sehingga masyarakat kita digiring jadi konsumen budaya yang bersifat pasif. Bukannya didorong jadi kekuatan kebudayaan, atau insan budaya yang penuh kreasi/daya cipta dan imajinasi.
Budaya Posmodernisme macam inilah yang kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kesadaran baru yang beranggapan bahwa menyaksikan atau menonton itu lebih penting daripada berkarya dan berkiprah dalam kehidupan masyarakat. Lebih senang merayakan sebuah ironi dan menikmati sebuah pajangan atau etalase. Ketimbang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan nyata masyarakat.
Singkat cerita, seluruh pandangan masyarakat Post Modernisme dituntun oleh beragam citra yang kita bawa dalam kesadaran kita baik secara pribadi maupun secara kolektif/bersama.
Ketika kita berhasil menggali dan menembus ke inti permasalahan yang ada di bawah permukaan budaya Posmdernisme ini, maka semua kaum Postmodernisme ini sesungguhnya hanyalah para pelakon seni pertunjukkan. Sekadar merayakan kedangkalan. Merayakan ironi, dan menikmati etalase atau pajangan.
Dalam situasi masyarakat yang dikuasai oleh budaya Postmodernisme, maka masyarakat kita tak bisa memisahkan antara citra dan kenyataan. Sehingga muncullah yang namanya Krisis Representasi. Karena kita tidak mengenali identitas dan jatidiri sesungguhnya. Kita tidak kenali diri, tidak tahu diri, dan tidak tahu harga diri. Karena begitu kuatnya pengaruh media dalam menanamkan kesadaran bahwa citra itulah kenyataan itu sendiri. Bahkan simulasi atau reality show seperti yang kita tonton di berbagai tv, terkesan lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri.
Situasi semacam ini jika kita ingin mengubahnya, maka maka yang harus kita tempuh adalah merebut kembali masyarakat kita, yang mana seiring dengan itu, merebut kembali identitas dan kehidupan kita.
Yang harus kita cari adalah adalah sebuah upaya perlawanan secara budaya, sebuah upaya untuk berhubungan dengan masa lalu/sejarah, namun masa lalu atau sejarah itu tida boleh memperbudak kita, atau menyeret kita ke masa lalu. Justru sebaliknya bagaimana masa lalu kita hadirkan di masa kini, untuk mengilhami munculnya gagasan-gagasan baru, dan solusi-solusi baru, untuk melawan Budaya Postmodernisme yang sejatinya merupakan buah dari kapitalisme gelombang ketiga.
Ujung dari Budaya Postmodernisme itu, menyiratkan adanya tema tersembunyi bahwa yang menjalari gaya dan bentuk-bentuk budaya postmodernisme adalah adanya dominasi ideologis oleh kelas-kelas yang berkuasa.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com