Memanasnya Eskalasi Konflik Perebutan Senkaku/Diaoyu

Bagikan artikel ini

Toni Ervianto, Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), serta  alumnus pasca sarjana Kajian Intelijen Strategis Universitas Indonesia. Tinggal   di  Cilangkap, Jakarta Timur

Cina tampaknya bersikeras mendapatkan kepulauan Diaoyu (Senkaku dalam bahasa Jepang) seluas 7 km2 dengan melakukan sejumlah propaganda, manuver ataupun unjuk kekuatan militer. Harian Yindunixiya Shangbao melaporkan pada 16 Oktober 2012, 7 kapal perang Cina berada di perairan sekitar 49 Km selatan ke tenggara Pulau Yonaguni, yang merupakan wilayah tidak berpenghuni dan secara internasional diakui sebagai milik Jepang. Kegiatan serupa dilakukan kembali pada 22 Oktober 2012, 11 kapal AL Cina melakukan latihan bersama di Laut Timur Cina. Pihak AL Cina menyatakan, latihan ini untuk menunjukkan kekuatannya kepada rakyat Cina dan dunia internasional. Sebaliknya, media massa di Jepang mengatakan, latihan perang Cina tersebut berarti Cina telah mengarahkan “pedang” kepada Jepang. Menurut catatan penulis, selama tahun 2012, Cina telah melakukan patroli/manuver militer di Laut Cina Selatan sebanyak 23 kali.

Laporan harian Yindunixiya Shangbao edisi 9 Januari 2013, Departemen Keamanan Laut Wilayah 11 Jepang melaporkan pada 7 Januari 2013 ada sebanyak 4 kapal pengintai Cina (Haijian 51, Haijian 26, Haijian 66 dan Haijian 137) memasuki 12 mil  wilayah perairan Senkaku/Diaoyu dan sebelumnya pesawat tempur Cina memasuki kawasan ini walaupun berhasil dihalau jet-jet tempur Jepang.

Sejarah Senkaku/Diaoyu

Kepulauan Diaoyu atau Senkaku merupakan sebuah kepulauan yang berada di Laut Cina Timur, tepatnya berada pada sebelah Timur Republik Rakyat Cina, sebelah selatan Jepang, dan sebelah utara RRC atau Taiwan. Berada pada garis koordinat 25°47′53″ Lintang Utara dan 124°03′21″ Bujur Timur, kepulauan ini hanya memiliki luas 7 km2. Kepulauan Diaoyu atau Senkaku terdiri dari lima pulau besar (Diaoyu Dao atau Uotsuri Jima, Chiwei Yu atau Taisho Jima, Huangwei Yu atau Kuba Jima, Bei Xiaodao atau Kita Kojima dan Nan Xiaodao atau Minami Kojima) dan tiga karang (Bei Yan atau Kitaiwa, Nan Yan atau Minamiiwa dan Fei Jiao Yanatau Tobise)

Jejak pertama yang tercatat di Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dimulai oleh bangsa Cina melalui catatan perjalanan liang zhong hai dao zhen jing (dikutip dari http://zh-tw.ebookcn.com/book/134495) yang ditulis pada tahun Yongle 2 atau 1403 Masehi. Ketika itu, nama Kepulauan Diaoyu sudah disebut sebagai Diaoyu. Menurut David C. Kang dalam buku East Asia Before The West: Five Centuries of Trade and Tribute (New York: Columbia University Press, 2010), catatan kedua yang ditulis pada tahun Jiajing 14 atau 1534 Masehi, yaitu shi liuqiu lu yang ditulis oleh utusan Kekaisaran Cina, dinasti Ming, Chen Kan, ketika berkunjung ke Ryukyu. Jepang yang ketika itu masih berstatus sebagai negara fasal dari dinasti Ming mengakui bahwa Kepulauan Diaoyu adalah wilayah kedaulatan Kekaisaran Ming.

Menurut William B. Heflin, Diaoyu/Senkaku Islands Dispute: Japan and China, Oceans Apart (http://www.hawaii.edu/aplpj/articles/APLPJ_01.2_heflin.pdf), sejak Kekaisaran Cina menganeksasi Taiwan pada tahun 1683, Kepulauan Diaoyu atau Senkaku dijadikan sebagai wilayah di bawah kekuasaan Provinsi Taiwan. Perubahan konstelasi terjadi setelah Cina dan Jepang berperang pada tahun 1894 yang akhirnya berakhir pada kekalahan Cina dengan penandatanganan Traktat Shimonoseki yang menjadikan Taiwan dan Korea menjadi wilayah yang terbebas dari pengaruh Kekaisaran Cina. Sejak saat itu, Jepang mengambil-alih pemerintahan yang berlangsung di Taiwan, termasuk Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tersebut.

Setelah Jepang mengalami kekalahan pada Perang Dunia ke-2, kontrol atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku tidak dikembalikan kepada Tiongkok seperti layaknya Taiwan, melainkan berada di bawah kontrol Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh kekuasaan atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang telah diubah, dari yang seharusnya di bawah Taiwan menjadi Okinawa. Amerika Serikat mengendalikan kontrol atas Kepulauan Diaoyu atau Senkaku sejak tahun 1945 sampai tahun 1972.

Menurut harian Renmin Ribao dalam berita berjudul “China’s Diaoyu Islands Sovereignty is Undeniable” yang diakses dari (http://english.people.com.cn/200305/25/eng20030525_117192.shtml), berdasarkan perspektif Cina tentu Kepulauan Diaoyu atau Senkaku adalah milik Cina yang berada di bawah kekuasaan Provinsi Taiwan. Ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada negara-negara sekutu pada 14 Agustus 1945, Perjanjian Postdam yang dibuat pada 26 Juli 1945 secara resmi diterima oleh Jepang. Dalam perjanjian tersebut termaktub bahwa kekuasaan Jepang hanya dibatasi pada Kepulauan Honshu, Hokkaido, Kyushu, Shikoku dan pulau-pulau kecil lainnya yang akan ditentukan oleh negara-negara sekutu. Cina sudah melakukan protes pasca-keputusan Amerika Serikat pada tahun 1971 yang menyatakan bahwa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku adalah wilayah Jepang, karena Cina merupakan negara yang ikut menandatangani Perjanjian Postdam tersebut.

Rebutan Sumber Daya Alam dan Kesiapan Perang

Menurut Lee Seokwoo dalam buku Territorial disputes among Japan, China and Taiwan concerning the Senkaku Islands (Durham: University of Durham, 2002), Cina sebelum menemukan ladang minyak bumi di Kepulauan Diaoyu atau Senkaku yang ditemukan pada akhir tahun 1970, masih mengakui kedaulatan Jepang atas Kepulauan Senkaku, misalnya tulisan artikel koran Renmin Ribao pada tahun 1953 yang menyatakan bahwa Kepulauan Diaoyu (yang disebut dengan nama Jepang, Senkaku) merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat, yaitu Okinawa.

Eskalasi konflik yang semakin memanas di Senkaku/Diaoyu yang diklaim banyak mengandung mineral, minyak, situs-situs perikanan dan gas bumi ini jelas merupakan upaya kedua negara dalam rangka mencari dan memperkuat cadangan energi masa depan, karena energy security akan menjadi faktor penentu eksis tidaknya suatu negara di abad mendatang.

Untuk itu tidaklah mengherankan baik Cina atau Jepang terus menerus memodernisasi dan memperkuat aparat militernya untuk mengantisipasi meningkatkan konflik ini yang dapat menjadi perang diantara kedua negara. Menurut harian Yinni Xingzhou Ribao edisi 9 Januari 2013, PM Jepang, Shinzo Abe memerintahkan untuk menaikkan belanja militernya pada 2013 sebesar US $ 1,15 Milyar dari anggaran 2012, sementara itu juru bicara parlemen China Li Zhaoxing menyatakan, belanja militer Cina tahun 2013 lebih dari US$ 106,41 miliar. Dari konflik Senkaku/Diaoyu, kita mendapatkan pelajaran penting yaitu “bela sekuatnya kepentingan nasional terutama ketahanan energi dan bukan sebaliknya dijual atau dieksplorasi habis-habisan sumber daya alam kita)” karena “energy security is the power of future

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com