Membaca Gonjang-Ganjing di Malaysia

Bagikan artikel ini

Meski saat ini masih jauh panggang dari api,  jika gerakan menggoyang Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak semakin berskala luas, maka  Persekutuan Mahathir Mohammad-Anwar Ibrahim sepertinya bakal kejadian, meski didasarkan semata-mata pada koalisi taktis untuk menggusur Perdana Menteri Najib.

Tapi yang buat saya lebih layak disorot, apa skema di balik gerakan ekstra parlementer ini? Momentum untuk melakukan revolusi ekonomi-politik di Malaysia atau sekadar pergolakan kekuasaan untuk menjatuhkan Najib?

Kalau menelisik ke belakang, Mahathir menentang skema ekonomi IMF dan Bank Dunia. Sedangkan Anwar Ibrahim justru berada dalam orbit pengaruh kedua badan dunia yang berhaluan neo liberal tersebut.

Ketika perseteruan Mahathir versus Anwar kala itu semakin meruncing, Mahathir terpaksa bersekutu taktis dengan Najib dan Ahmad Baidawi. Yang kemudian keduanya menjadi perdana berikutnya.

Ketika korupsi yang menjadi isu sentral yang diolah untuk menggulingkan Najib, situasinya malah justru seperti Indonesia pada Mei 1998 meski gak persis sama. Yaitu, menggunakan momentum kejatuhan kepala pemerintahan, untuk membuka pintu lebar-lebar skema neo-liberal mempengaruhi arah kebijakan politik dan ekonomi Malaysia.

Pada sisi ini, sebenarnya wajar buat Malaysia, mengingat dulunya negeri Jiran ini merupakan eks jajahan Inggris. Hanya saja di era Mahathir, “Bung Karno kecil” ini mampu membuat semacam kontra skema terhadap skema kapitalisme global AS-Inggris melalui New Economic Policy (NEP) sehingga Malaysia tidak mentah-mentah mengikuti langgamnya AS dan Uni Eropa.

Masalah muncul justru ketika Anwar Ibrahim, yang awalnya dikader sepenuhnya oleh Mahathir, namun belakangan menggunting dalam lipatan,main mata dengan IMF dan Bank Dunia ketika terjadi krisis moneter 1997-1998.

Di sinilah menariknya gerakan parlemen jalanan di Malaysia saat ini, ketika Mahathir memutuskan diri untuk bergabung dalam gelombang gerakan anti Najib. Untuk mencegah agar jangan sampai Anwar Ibrahim menjadi figur sentral dalam gelombang gerakan anti Najib kali ini.

Ketika sepertinya masa kekuasaan Najib tinggal menghitung hari, yang justru krusial bagi Malaysia adalah situasi pasca kejatuhan Najib kelak. Karena bisa dipastikan, Mahathir dan Anwar akan perang skema dan formasi politik untuk mewarnai pemerintahan Malaysia pasca Najib.

Pada tataran ini, kita sebaiknya jangan sibuk mengulas apa mungkin angin ini akan bertiup dari Kuala Lumpur ke Jakata. Tapi harus mematangkan beberapa skenario, agar instabilitas politik yang disebabkan lemahnya kepemimpinan Jokowi saat ini, jangan sampai momentum itu dicuri oleh pihak asing.

Justru sebaliknya, ketika instablitas politik dan bahkan kemungkinan lengsernya Jokowi menjadi sesuatu yang niscaya dan pasti, maka rakyat tetap menjadi panglima. Bukan obyek politik.

Malaysia Masuk Perangkap Skenario Perang Asimetris AS?

Kalau mengikuti kronologi terungkapnya kasus korupsi Perdana Menteri Najib, segalanya bermula dari pemberitaan sebuah surat kabar AS terkemuka milikk Dow Jones. The Wall Street Journal (WSJ) pada Juli 2015 melansir berita terkait sebuah dokumen yang mengungkap indikasi adanya aliran dana ratusan juta dolar AS dari perusahaan pengelola dana investasi pemerintah Malaysia 1MDB (1Malaysia Development Berhad), ke sejumlah rekening pribadi milik Perdana Menteri Najib.

Dalam berita yang berjudul “Government Documents from Probe of Najib Razak”, WSJ memuat sembilan dokumen tentang dugaan aliran dana ke rekening milik Najib. Menurut WSJ, dokumen-dokumen itu merupakan hasil investigasi otoritas Malaysia, Di situ ditunjukkan adanya aliran dana dari sejumlah perusahaan pada Maret 2013, Desember 2014 dan Februari 2015.

Di sinilah tahap pertama dari tiga tahap Perang Asimetris pihak barat mulai dilancarkan, yaitu tahapan TEBAR ISU. Dan instrumen yang digunakan adalah media. Dalam pemberitaannya, WSJ menyebut ada lima depostio yang masuk ke dalam rekening Najib. Dua transaksi terbesar jumlahnya 620 juta dolar AS (Setara Rp 8,27 triliun) dan 61 juta dolar AS (Setara Rp 813,97 miliar). Transaksi tersebut dilakukan pada 2013 dari perusahaan yang terdaftar di British Virgin Islands melalui bank Swiss.

Terlepas dari niatnya untuk membela diri dan menyangkal semua tudingan WSJ, pernyataan Najib layak untuk dipertimbangkan juga. Najib menyebut laporan itu sebagai “sabotase politik” terhadap dirinya. Laporan WSJ tersebut dinilai akan menodai pemerintah dan pada ujungnya bertujuan menggulingkan perdana menteri yang telah dipilih rakyat secara demokratis.

Tentu saja bantahan dan tudingan balik Najib tidak efektif mengingat dirinya sendiri yang tersangkut perkara korupsi ini. Namun frase  “sabotase politik” digunakan Najib ada benarnya juga mengingat isu korupsi seringkali dimainkan oleh pihak barat untuk membangun landasan tematik gerakan penggulingan seorang kepala negara/pemerintahan dari tampuk kekuasaan.

Dalam kasus Malaysia, opini publik nampaknya terbelah dua antara mereka yang meragukan kredibilitas Najib dan yang tetap mempercayainya. Meski arus kuat nampaknya ada pada pihak yang meragukan kredibilitas kepemimpinan nasional Najib.

Pada tataran ini, menarik untuk melihat peta politik yang ada di kubu opisisi. Gerakan ekstra parlementer untuk sementara nampaknya dimotori oleh sekitar 100 anggota kelompok oposisi dan beberapa aktivis yang mewakili sekitar 40 organisasi swadaya masyarakat. Termasuk Gerakan Bersih yang dipimpin oleh Maria Chin Abdullah. Yang arahnya mendesak Najib untuk mengundurkan diri. Dan segera membentuk Pelaksana Tugas Pemerintahan sambil menunggu pelaksanaan pemilu satu tahun mendatang.

Namun hingga kini, UMNO sebagai partai berkuasa (ruling party) maupun Partai Islam Se Malaysia masih tetap memberi dukungan penuh kepada Najib dan tidak percaya pada kabar berita adanya tuduhan korupsi kepada Najib.

Mahathir pun meski hadir dalam aksi yang digelar Bersih pada 30 Agustus lalu, namun beliau menyatakan bahwa dirinya datang ke acara itu bukan bermaksud mendukugn Bersih melainkan mendukung rakyat Malaysia.

Berarti, sejauh ini gerakan mendesak pengunduran diri Najib hanya dimotori oleh Lembaga Anti Korupsi Malaysia. Jika demikian, berarti masih pada tahapan tebar isu, dan belum bisa ditingkatkan ke tahapan selanjutnya, yaittu agenda dan tema sebagai basis gerakan yang lebih berskala luas.

Dengan demikian, kasus korupsi Najib belum berhasil untuk menciptakan pelembagaan oposisi dan perlawanan di kalangan masyarakat, sehingga antar faksi di dalam tubuh UMNO maupun pemerintahan Najib, belum terkondisikan untuk mengagendakan agenda suksesi kepemimpinan dan pemerintahan transisi.

Bahkan Najib seakan menantang para pihak yang melancarkan aksi parlemen jalanan untuk unjuk kekuatan. “Apa artinya 20 ribu? Kami bisa mengumpulkan ratusan ribu orang.”  Bahkan Najib masih cukup percaya diri dengan mengatakan bahwa para demonstran itu dangkal dan miskin dalam hal patriotisme dan kecintaan pada negeri. Najib juga mengatakan, tidak sulit mengumpulkan orang sebegitu banyak untuk menentang pemerintah.

Begitupun, Najib tidak cukup hanya membela diri dan bersikap reaktif atas pemberitaan yang dilansir oleh WSJ.  Seperti yang dikumandangkan oleh Mahathir melalui BBC beberapa waktu lalu, Najib harus bisa membuktikan kepada Rakyat Malaysia bahwa berbagai aset dan kekayaan yang dimilikinya sekarang diperoleh secara legal.

Hanya saja karena sampai saat ini aksi menggoyang Najib masih pada tataran mengolah isu korupsi, maka yang jadi motor penggerak adalah beberapa jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat yang berada dalam kendali pengaruh dua funding internasional AS yaitu National Endowment for Democacy (NED) dan National Democracy Institute (NDI). Dan jaringan LSM tersebut ada temali erat dengan mantan Wakil Perdana Menteri dan mantan Menteri Keuangan Anwar Ibrahim. Hal bisa ditelisik ketika NED dan NDI mendorong beberapa LSM yang terkait dengan jaringannya untuk memotori gerakan pro Anwar Ibrahim ketika “anak emas” IMF dan Bank Dunia ini ditahan. Beberapa LSM yang digerakkan atas arahan dari NED dan NDI tersebut adalah: Amnesty International Malaysia (AIM), Suara Rakyat Malaysia (SUARAM), Hak Asasi Manusia (HAKAM), Forum-Asia, Caram-Asia, Centre for Independent Journalism(CIJ), Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Transperancy International Malaysia (TIM) dan lain-lain.

Nama-nama aktivis LSM itu antara lain Elizaberth Wong, Tian Chua, Cythia Gabriel, Chang Lih Kang, Amiruddin Saari dan lain-lain yang kesemuanya adalah beberapa aktivis dari Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang dimotori isteri dan putri-putri Anwar Ibrahim.

Nampaknnya jaringan ini pula yang masih bermain dari balik layar untuk mengondisikan gerakan menggoyang Perdana Menteri Najib. Mungkinkah gerakan ini akan semakin meluas dan melibatkan berbagai elemen masyarakat Malaysia lainnya?

Rasanya hal itu sulit terjadi, kecuali jika Mahathir Mohammad berikut pada tim dukungan strategis dan perangkat pendukungnya memutuskan untuk ikut serta memotori gerakan ekstra parlementer berskala luas, dan melembaga, sehingga mendorong berbagai faksi di dalam tubuh Barisan Nasional dan UMNO pada umumnya, untuk mulai mengagendakan terjadinya suksesi kepemimpinan dan pembentukan pelaksana tugas pemerintahan sebagai transisi menuju pergantian pemerintahan melalui pemilihan umum.

Penulis: Hendrajit, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com