Dalam tulisan terdahulu sempat kami singgung mengenai High Frequency Active Auroral Research Program atau lebih dikenal dengan sebutan HAARP (Program Penelitian Aurora Aktif Frekuensi Tinggi). HAARP ini Menurut Edward Snowden, mantan kontraktor National Security Agency (NSA) yang sekarang berstatus buronan CIA, pada 10 Juli 2013 merilis dokumen kepada para wartawan bahwa stasiun HAARP yang secara strategis berlokasi di Gakona, Alaska, AS, digunakan untuk menghentikan atau memanipulasi calon pembangkang kapitalisme global pada skala jutaan orang.
Lebih lanjut Snowden menambahkan, bahwa melalui antena terestrial, NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara, mampu pada skala global, membungkam “pelaku” pemikiran menyimpang atau subversif.
Gagasan dasarnya adalah, menurut Snowden, ketika komunitas intelijen beranggapan pembunuhan secara langsung tidak akan memberikan efek optimal, mereka bisa membuat “Si Sasaran Target Operasi” seperti manusia yang tidak waras alias alami gangguan jiwa, sebagai cara untuk mendiskreditkan si sasaran target operasi.
Dengan kata lain, HAARP amat terlatih dan dengan mudah melakukan upaya mempengaruhi otak dengan menciptakan perubahan kondisi emosional seseorang. Misalnya saja dengan melancarkan serangan sinyal radio yang memiliki dampak delusi mematikan.
Namun ini baru sebagian dari cerita terkait peran yang dimainkan stasiun HAARP secara misterius. Alvin Toffler yang punya reputasi sebagai Futurolog, pernah menulis ihwal adanya beberapa ilmuwan di laboratorium yang melakukan eksperimen merancang beberapa jenis patogen yang akan menyerang etnis tertentu sehingga mereka dapat menghilangkan etnis dan ras tertentu tersebut.
Sementara itu ada beberapa ilmuwan lainnya sedang mengembangkan rekayasa serangga yang dapat meruak tanaman tertentu. Bahkan ada juga yang sedang merancang terorisme lingkungan di mana mereka dapat mengubah iklim, menciptakan gempa bumi, dan mengaktifkan gunung berapi dari jarak jauh, melalui penggunaan elektromagnetik.
Informasi Sekilas Tentang HAARP dan DARPA
Menurut Jerry E. Smith, dalam bukunya bertajuk Weather Warfare, HAARP memiliki penampilan sebuah proyek sipil dengan akses terbuka dan pekerjaan yang dilakukan oleh para ilmuwan sipil. Namun, proyek ini sejatinya dikelola oleh gabungan komite Angkatan Udara dan Angkatan Laut Amerika Serikat. Serta didanai oleh Anggaran Departemen Pertahanan (Pentagon). Salah satu jantung program tersebut, berkenaan dengan instrumen Penelitian Ionosfer (IRI), diselesaikan oleh salah satu kontraktor pertahanan terbesar di dunia yang bekerja di bawah arahan Defense Advance Research Project Agency (DARPA).
Adapun DARPA merupakan organisasi pusat penelitian dan pengembangan untuk Departemen Pertahanan (Pentagon). DARPA mengelola dan mengarahkan proyek penelitian dan pengembangan baik dalam ilmu dasar maupun terapan yang terpilih untuk kepentingan Departemen Pertahanan.
Hasil riset dan pengembangan yang diharapkan Pentagon adalah temuan hasil riset dan teknologi yang mana resiko dan biayanya amat tinggi, namun keberhasilannya memberikan kemajuan yang dramatis dan spektakuler bagi peran dan misi militer konvensional Amerika Serikat.
Dengan demikian masuk akal jika HAARP dan DARPA merupakan sentra kegiatan yang nampaknya sebagai basis kegiatan dan operasi militer AS dalam melakukan proyek-proyek penelitian dan pengembangan Bioteknologi untuk melayani tujuan-tujuan militer AS.
Menurut kajian Jerry Smith, tidak semua program-program pengembangan yang sedang dilakukan atas arahan dari HAARP maupun DARPA berlangsung di laboratorium militer. Beberapa ide melibatkan teknologi atau aplikasi, yang sebagai senjata, sebenarnya melanggar perjanjian internasional, atau bertentangan dengan etika dan moral mayoritas Amerika. Sehingga dalam upaya untuk menghindari kemarahan publik dan kecaman internasional, beberapa program telah menyamar sebagai program sipil. Salah satu dari mereka, tulis Jerry Smith, mungkin adalah HAARP.
NAMRU-2 AS Dalam Orbit Pengaruh DARPA?
Berarti, keberadaan laboratorium bertujuan ganda seperti NAMRU-AS yang pernah beroperasi di Indonesia antara 1974-2009, kiranya perlu diwaspadai oleh berbagai pemangku kepentingan (Stakeholders) politik-keamanan dan kebijakan luar negeri RI. Seperti terungkap semasa Siti Fadilah Supari menjadi menteri kesehatan, NAMRU-2 meskipun resminya merupakan laboratorium penelitian penyakit menular, pada prakteknya merupakan sarana operasi intelijen Angkatan Laut AS sebagai virus sharing, yang membawa keluar virus H5N1 dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Maka meskipun NAMRU-2 AS sudah dihentikan kegiatannya di Indonesia pada masa Siti Fadilah Supari masih menjabat sebagai menteri kesehatan pada Oktober 2009, bukan tidak mungkin labaratorium bertujuan ganda ala NAMRU-2 AS akan beroperasi kembali di Indonesia.
Sebagai early warning signal, kiranya kemungkinan semacam itu harus diwaspadai. Menurut catatan Jerry Smith, ada beberapa laporan yang di antaranya mengungkap bahwa beberapa negara telah mencoba untuk mengembangkan sesuatu seperti virus Ebola yang terbukti sangat berbahaya. Bahkan ada beberapa ilmuwan yang sedang mengembangkan rekayasa serangga yang dapat merusak tanaman tertentu.
Bahkan lebih berbahaya lagi, ketika para ilmuwan terlibat dalam merancang terorisme lingkungan dimana mereka dapat mengubah iklim, gempa bumi, dan mengaktifkan gunung berapi dari jarak jauh melalui penggunaan gelombang elektromagnetik.
Keterlibatan Pentagon terkait laboratorium bertujuan ganda ala NAMRU-2 untuk tujuan-tujuan militer dengan demikan bukan isapan jempol atau mengada-ada. Sebelum serangan Anthrax terhadap warga AS pada Oktober 2001, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld mengumumkan bahwa Pentagon sedang melakukan pengembangan dan pengujian senjata virus anthrax yang dibuat secara biologis.
Meski Rumsfeld berdalih melakukan itu semata-mata untuk pertahanan, namun fakta bahwa Pentagon memproduksi senjata anthrax beberapa waktu sebelum terjadinya serangan anthrax terhadap warga AS, kiranya tidak bisa disimpulkan sebagai suatu kebetulan.
Maka dari itu ada sebuah fakta menarik bahwa Presiden George W Bush menolak menandatangani draf perjanjian yang menguatkan konvensi senjata biologi tahun 1974. Asumsinya bisa dipastikan karena AS merasa bersalah dan terlibat dalam pelanggaran hukum dan undang-undang yang dalam kerangka konvensi pelarangan senjata biologis tersebut.
Sebab dalam klausul draf tersebut, berisi syarat bahwa pemerintah Bush untuk membuka informasi mengenai di mana, dan terhadap siapa Amerika menguji coba senjata biologi itu. Berarti kejahatan-kejahatan terhadap warga AS maupun komunitas internasional harus tetap tak terungkap. Dan para pelanggar hukum tersebut tetap bisa melakukan eksperimen-eksperimen melalui perlindungan Pentagon dan CIA. Padahal ada 140 negara yang sudah menandatangani pakta 1974 tersebut.
Maka itu selain mewaspadai kemungkinan beberapa kementerian seperti pertanian dan riset-teknologi sebagai sentra-sentra baru didirikannya laboratorium bertujuan ganda ala NAMRU-2 AS, perguruan tinggi pun perlu diwaspadai sebagai lokus atau sentra pengembangan eksperimen-eksperimen bioteknologi bertujuan militer seperti sudah disetujui oleh Presiden Donald Trump baru-baru ini.
Seperti terungkap melalui kajian Jerry D. Gray, dalam bukunya berjudul Deadly Mist, Ada sebuah kontraktor militer seperti Battelle Memorial Institute yang berlokasi di West Jefferson, Ohio, secara aktif terlibat dalam penciptaan anthrax yang telah mengalami perubahan genetis bagi persenjataan militer.
Ini paralel dengan fakta yang terungkap dari keberadaan NAMRU-2 AS di Indonesia, bahwa ternyata NAMRU-2 dalam fungsinya sebagai pengirim virus H5N1 dari negeri kita ke AS, ternyata dikirim ke sentra-sentra industri farmasi untuk tujuan komersial. Pada saat yang sama dikirim ke Los Alamos, untuk pembuatan senjata biologi.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)