Membaca Langkah Terbaru Amerika dan Inggris di Suriah

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Analis Senior Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Perkembangan terkini di Suriah, pasukan pemerintahan Presiden Bashar al Asad telah mengendalikan sepenuhnya atas kota al-AHMADIYAH dan bagian kota al-Khamissiyeh di Ghouta Timur di Damaskus Countryside. Dan yang lebih signifikan lagi dari segi kemenangan strategis pasukan pemerintah, para pemberontak telah kehilangan kontrol atas kota strategis Qusayr di sebelah barat Suriah. Bahkan secara de fakto, pasukan pemerintah sudah menang.

Lantas, mungkinkah Amerika dan sekutu strategisnya NATO akan diam berpangku tangan saja? Berita yang dilansir oleh United Press International (UPI) beberapa hari lalu, sepertinya mengindikasikan bahwa Amerika dan NATO akan menggunakan momentum terpojoknya pasukan pemberontak untuk meningkatkan eskalasi dukungan militernya kepada pasukan pimpinan Selim Edriss yang jadi komandan militer pemberontak berjuluk Tentara Pembebasan Suriah (FSA).

Beberapa indikasi bisa kita lihat sebagai berikut:
Pertama, Para pejabat Gedung Putih telah mengisyaratkan sedang mempersiapkan intervensi militer ke Suriah.
Kedua, Pemerintahan Obama telah menyetujui pengiriman senjata-senjata artileri baru, rudal anti-tank, senapan serbu, dan granat roket bahu.
Ketiga, berdasarkan berita yang dilansir oleh www.newindianExpress.com , Selim Idriss dalam kapasitasnya sebagai Komandan Militer Pemberontak Suriah akan berkunjung ke Washington. Isyarat Washington untuk member bantuan militer penuh kepada para pemberontak berdasarkan dalih bahwa pasukan Suriah telah menggunakan senjata kimia. Dalih yang rupanya sama persis yang jadi dalih Presiden George W Bush untuk melancarkan invasi militer ke Irak pada 2003 lalu.

Sepertinya isu yang ditebar Washington bahwa pasukan Suriah menggunakan senjata kimia memang hanya sekadar alasan pembenaran untuk melakukan campur-tangan militer ke Suriah.

Alexei Pushkov, Ketua Komite Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen Rusia, dalam pernyataannya lewat twitter, menggambarkan pernyataan Washington tersebut sebagai “pemalsuan bukti” penggunaan senjata kimia pasukan Bashar Asad agar bisa dibenarkan melakukan aksi militer di Suriah.

Berdasarkan serangkaian bukti-bukti tidak langsung yang bersifat persuasif tersebut, Amerika dan Inggris melalui payung NATO, memang sudah merencanakan jauh-jauh hari skema untuk menguasai Suriah.

Perancang Skema Perang Suriah Adalah Inggris

Terkait dengan rencana ini, menarik menyimak kembali kisah yang dituturkan oleh Roland Dumas, mantan Menteri Luar Negeri Perancis.
Menurut penuturan Dumas melalui jaringan TV Parlemen Perancis LCP, Inggris sudah menyiapkan skema perang di Suriah sejak dua tahun yang lalu. Bahkan Dumas secara gambalgn menggarisbawahi bahwa Inggris lah yang merancang skema perang di Suriah. Informasi ini didengar langsung oleh Dumas saat berkunjung ke Inggris dua tahun lalu untuk urusan bisnis.

Cerita Roland Dumas tentang peran Inggris sebagai perancang skema, nampaknya semakin membuktikan bahwa Amerika, Inggris dan NATO memang sudah berencana untuk menggulingkan Presiden Asaad sebagai langkah awal untuk mencaplok Suriah. Dan untuk itu, Amerika dan NATO akan mendukung para teroris bersenjata untuk melancarkan pemberontakan terhadap Presiden Asaad.

Lantas, bagaimana dengan kesiagaaan pasukan militer Suriah sendiri menghadapi skenario terburuk adanya intervensi, atau bahkan kemungkinan invasi militer langsung AS seperti halnya yang dilakukan mantan Presiden Bush ke Irak pada 2003 lalu?

Kesiagaan Angkatan Bersenjata Suriah Cukup Memadai

Angkatan Bersenjata Suriah (Syrian Armed Force) Adalah pasukan militer Suriah. Mereka terdiri dari Angkatan Darat (Syrian Arab Army), Angkatan Laut (Syrian Arab Navy), Angkatan Udara (Syrian Arab Air Force), Pertahanan Udara (Syrian Arab Air Defense Force), dan beberapa pasukan paramiliter. Menurut Konstitusi Suriah, Presiden Suriah adalah Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata Suriah.

Warga Laki-laki Suriah setelah mencapai usia 18 diwajibkan untuk mengabdi di Kemiiliteran, Sebelum awal perang sipil Suriah, masa dinas wajib militer menurun seiring waktu. Pada tahun 2005, berkurang dari dua setengah tahun sampai dua tahun, pada tahun 2008 menjadi 21 bulan dan pada tahun 2011 menjadi 18 bulan.

Dengan berkantor pusat di Damaskus, militer Suriah terdiri dari Angakatan Darat, Laut, dan Udara. Personil aktif diperkirakan sebanyak 295.000 personil pada tahun 2011, dengan tambahan 314.000 personil cadangan. Pasukan paramiliter diperkirakan mencapai 108.000 personil pada tahun 2011.

Angkatan Darat Suriah

Pada tahun 1987, Joshua Sinai dari Library of Congress menulis bahwa Tentara Arab Suriah adalah layanan militer yang dominan, mengendalikan pos-pos paling senior di angkatan bersenjata, dan memiliki paling banyak personil, sekitar 80 persen dari layanan gabungan. sekitar 80 persen dari layanan gabungan. Pada tahun 1987, Sinai menulis bahwa perkembangan utama dalam kekuatan organisasi adalah pembentukan kerangka divisi tambahan berdasarkan pasukan khusus dan organisasi formasi darat menjadi dua kesatuan.

Pada tahun 2010, Institut Internasional untuk Studi Strategis memperkirakan tentara regular berjumlah 220.000 personil, dengan tambahan 280.000 tentara cadangan. Angka itu tidak berubah dalam edisi Military Balance tahun 2011, tetapi dalam edisi 2013, di tengah-tengah perang, IISS memperkirakan bahwa kekuatan militer suriah adalah 110.000.

Tentara yang aktif  bertugas di ketiga kesatuan tentara bersenjata, delapan divisi lapis baja (dengan satu brigade lapis baja independen), tiga divisi mekanik, satu divisi pasukan lapis baja khusus, dan sepuluh brigade pasukan khusus udara independen. Tentara Suriah memiliki sebelas formasi divisi dilaporkan pada tahun 2011, dan turun dari 8 menjadi 7 divisi pada divisi lapis baja pada tahun 2010, brigade lapis baja independen telah digantikan oleh resimen tank independen. Mantan perusahaan Pertahanan digabungkan kedalam Tentara Suriah sebagai Divisi Lapis Baja ke-4 dan Garda Republik. Dimana Divisi lapis baja ke-4 menjadi salah satu pasukan keamanan terbesar pemerintah Assad.

Angkatan Laut Suriah

Pada tahun 1950, Angkatan Laut Suriah didirikan mengikuti beberapa pengadaan angkatan laut dari Perancis. Personil awal terdiri dari tentara yang telah dikirim ke akademi pelatihan angkatan laut Perancis. Pada tahun 1985, angkatan laut terdiri dari sekitar 4.000 petugas regular dan 2.500 dari cadangan dan laki-laki. Angkatan laut berada di bawah komando tentara regional Latakia. Armada berbasis di pelabuhan Latakia, Baniyas, Minat al Bayda, dan Tartus. Terdapat 41 armada kapal di antaranya 2 frigat, 22 kerajinan serangan rudal (termasuk 10 kapal rudal Osa II yang canggih), 2 pemburu kapal selam, 4 kapal perang tambang, 8 kapal meriam, 6 kapal patroli, 4 rudal korvet, 3 kapal pendarat, 1 kapal pemulihan torpedo, dan sebagai bagian dari sistem pertahanan pesisir terdapat rudal Sepal dengan jangkauan 300 kilometer.

Angkatan Udara Suriah

Angkatan Udara Suriah adalah cabang Penerbangan dari Angkatan Bersenjata Suriah yang didirikan pada tahun 1948 dan melakukan pertempuran pada tahun 1948, 1967, 1973 dan tahun 1982 melawan Israel dan melawan kelompok militan di tanah Suriah pada tahun 2011-2012 selama perang sipil Suriah. Saat ini, setidaknya ada 15 pangkalan Angkatan Udara Suriah di seluruh negeri.

Pada tahun 1987, menurut the Library of Congress Country Studies, Komando Pertahanan Udara termasuk Komando Angkatan Darat yang terdiri dari personil Angkatan Udara, berjumlah kurang lebih 60.000 Personil. Pada tahun 1987, terdapat dua puluh brigade pertahanan udara (dengan sekitar sembilan puluh lima baterai SAM) dan dua resimen pertahanan udara. Komando Pertahanan Udara memiliki akses perintah untuk interseptor pesawat dan fasilitas radar.

Di antara Pertahanan Udara tersebut ada SA-5 baterai SAM jarak jauh yang berada disekitar Damaskus dan Aleppo, dengan tambahan SA-6 dan SA-8 perangkat seluler SAM yang dikerahkan di sepanjang sisi Suriah di perbatasan Lebanon dan di Lebanon timur. Di beberapa titik, dalam beberapa waktu kemudian Komando Pertahanan Udara ditingkatkan menjadi Angkatan Pertahanan Udara Suriah yang terpisah.

Mencermati data-data postur kekuatan angkatan bersenjata Suriah tersebut di atas,  sebenarnya kesiagaan tentara Suriah sudah dalam kondisi yang cukup memadai, sehingga secara teoritis Amerika dan NATO tidak begitu mudah untuk menaklukkan pasukan militer Presiden Assad.

AS Tebar Isu Penggunaan Senjata Kimia dan Berlakukan ZONA LARANGAN TERBANG

Namun demikian, kelicikan Amerika dalam memanfaatkan segala celah yang ada untuk menguasai Suriah nampaknya perlu diwaspadai.  Menurut berita yang dilansir oleh Reuter, Washington sedang mempertimbangkan pemberlakuan ZONA LARANGAN TERBANG untuk membantu para pemberontak Suriah. Seperti halnya juga pernah dilakukan oleh AS dan NATO ketika menggulingkan Presiden Libya Moammar Khadafi.

Ini memang sebuah tindakan AS yang menunjukkan sudah putus asa dan melihat satu-satunya cara untuk menguasai ZONA BEBAS TERBANG, terutama di dekat perbatasan selatan Suriah dekat Yordania.

Menyadari bahwa pemberlakuan Zona Larangan Terbang tersebut harus mendapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB, pemerintahan Obama secara diam-diam minggu lalu telah mengambil langkah taktis untuk memudahkan proses rencana tersebut dengan memindahkan rudal, pesawat tempur, dan sekitar 4 ribu tentara ke Yordania dengan berkedok sebagai Latihan Tahunan.

Langkah AS dan NATO untuk mendukung penuh para pemberontak dikecam oleh Penasehat senior kebijakan luar negeri Kremlin, Yury Ushakov. Ushakov mengingatkan Washinton bahwa bantuan militer kepada para gerilyawan Suriah, pada perkembangannya akan merusak ushaa-usaha internasional yang dirintis untuk  mengakhiri konflik yang merenggut puluhan ribu orang. Adapaun isu yang ditebarkan pemerintahan Obama tentang indikasi penggunaan senjata kimia oleh Pasukan Suriah, dinilai oleh Ushakov sebagai tidak masuk akal dan tidak meyakinkan.

Terhadap adanya gejala untuk melempar isu penggunaan senjata kimia oleh pasukan Suriah, maka Global Future Institute merasa perlu mengingatkan Amerika agar tidak mengulangi tindakan serupa tatkala mantan Presiden Bush menggunakan dalih kepemilikan Senjata Pemusnah Massal oleh Presiden Saddam Hussein, sebagai dalih untuk melancarkan serangan militer ke Irak.

Pada 2003 lalu, Colin Powel yang waktu itu masih Menteri Luar Negeri AS memegang sebuah botol kecil yang dia klaim sebagai berisi Anthraks sebagai bukti adanya kepemilikan Senjata Pemusnah Massal oleh Saddam Hussein, ternyata tidak terbukti.

Jika modus operandi yang dilakukan Obama  akan mengulang yang dilakukan oleh Bush pada 2003, maka konferensi Internasional yang diusulkan bersama oleh AS dan Russia beberapa waktu lalu, akan hancur berantakan.

Sumber Rujukan:
1.    http://www.presstv.com/detail/2013/06/16/309276/uk-planned-war-on-syria-before-unrest/
2.    www.newindianExpress.com
3.    Kantor Berita Reuters.
4.    Kantor Berita AFP.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com