Jolly Horonis, Pegiat Sosial-Budaya dan Kemaritiman dari Manado, Sulawesi Utara
Membaca link berita yang diposting teman di lini masa facebook tentang undangan presiden AS, Donald Trump kepada bupati kepulauan Talaud untuk hadir ke gedung putih sontak membuat beberapa teman ikut ambil bagian dalam berkomentar; http://lidik.net/presiden-amerika-donald-trump-undang-bupat….
Saya juga ikut ambil bagian berkomentar. Apa pasal yang menyebabkan beberapa teman itu tertarik mengomentari? Postingan teman itu diberi keterangan pembandingan bupati Talaud dan bupati kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro).
Kedua kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari kabupaten induk Sangihe Talaud. Talaud lebih ke utara, sedangkan Sitaro lebih ke selatan dan memiliki jarak yang lebih dekat dengan kota Manado.
Talaud hebat Sitaro terpuruk. Itulah judul postingan link berita undangan trump kepada bupati talaud itu, oleh teman saya. Pembandingan yang dimaksud oleh teman saya ini semata karena pengaruh Negara adidaya itu yang tiba-tiba tak ada angin tak ada hujan langsung memberi undangan kepada bupati kabupaten paling utara Indonesia ini. Atau bisa saja teman saya ini punya maksud lain. Saya tidak bisa sembarang menebak.
Terlepas soal membandingakan dua bupati kabupaten di utara Indonesia ini, saya justru tertarik soal apa kepentingan trump di utara Indonesia saat ini. Jika bisnis, kira-kira bisnis apa yang akan dibangun Trump di Talaud? Jika soal kepentingan luar negeri, bukankah otonomi daerah tidak memberi kewenangan daerah untuk urusan politik manca Negara?
Bisnis orang nomor satu Negara adidaya ini yang masuk akal untuk kabupaten Talaud adalah perhotelan atau resort. Bisnis ini juga menyebar di beberapa tempat di Indonesia terlebih di Bali. Bukan tidak mungkin Trump akan kerja sama dengan pemerintah talaud untuk bisnis ini. Tentu hal positif bagi pertumbuhan pendapatan daerah jika benar bisnis ini akan dilakukan trump di Talaud.
Pertanyaan lain adalah, seberapa banyak pengunjung (wisatawan asing) datang ke Talaud? Apakah ada keuntungan yang besar didapatnya?
Jika urusan kepentingan luar negeri AS di utara Indonesia, bukankah lebih baik mengundang Retno Marsudi sebagai menteri luar negeri? Ini juga tentu lebih besar kewenangannya. Sri Wahyuni Manalip selaku bupati Talaud tidak memiliki kewenanga lebih dibanding Retno Marsudi dalam urusan politik manca negara.
Supaya tidak terjebak dalam dugaan dan prasangka lain tentang kepentingan Trump ini, sebaiknya kita membaca politik AS di utara Indonesia juga di kawasan pacifik.
Di Sulawesi Utara, AS telah menancapkan kakinya di kota Manado dengan program WOCnya dan gerakan sosial dengan kapal Rumah Sakit US Mercy yang beberapa tahun lalu mampir di teluk Manado dan mengunjungi pulau-pulau di Utara Indonesia ini.
Di Pasifik, tentunya kita harus menyangkupautkan kepentingan AS ini dengan kepentingan China. Di Pasifik, perseteruan dua Negara besar ini semakin hangat. Tentunya akan berdampak pada wilayah sekitarnya, yang dalam istilah perang asimetris disebut proxy war.
Di Sulawesi Utara, Cina telah bercokol di kota pelabuhan, Bitung dengan program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Hal ini pernah diulas dalam tulisan saya terdahulu dan dimuat di Global review pimpinan Hendrajit.
Di Negara tetangga utara Indonesia, Filipina, hubungan AS sedikit renggang. Ini terbaca dari beberapa pidato presiden fenomenal Philipin, Rodrigo Duterte yang agak tak berpihak pada AS.
Juga dugaan keterlibatan AS pada kelompok Abu Sayyaf di Filipina yang oleh pegiat geopolitik dibaca sebagai gerakan yang sama di wilayah timur tengah. Gerakan ini dicoba di bagian pasifik karena bergesernya kepentingan dari timur tengah menuju pasifik. Hal ini menjadi isu hangat di kalangan pegiat geopolitik.
Undangan presiden AS, Donald Trump kepada bupati Talaud ini baiknya kita baca dari sudut geopolitik agar kita mampu mengantisipasi hal lain yang akan berdampak pada kepentingan kita sebagai Negara bangsa.
Apa pun niat Trump yang terkandung dalam undangan ini sebaiknya kita respon secara positif dan cerdik demi kepentingan Negara Republik Indonesia, yang dalam istilah Dirgo D Purbo dkk, disebut KENARI. Juga agar kita tidak selalu rugi dengan posisi silang yang menguntungkan NKRI ini secara geografis.