Membaca Ulang Kawasan dari Perspektif Geopolitik (2/Habis)

Bagikan artikel ini

Kawasan dalam Perspektif Jalur Sutera 

Sedangkan Jalur Sutera sebagai kondisi statis atau keadaan, hanya terbagi dalam dua kawasan besar yakni Kawasan Barat dan Kawasan Timur. Keuniqan jalur melegenda tersebut, selain dinilai sebagai jalur ekonomi, budaya, dan jalur militer dunia semenjak dulu — juga perannya seperti garis pemisah antara Dunia Barat dan Dunia Timur.

Bung Karno menyebut Jalur Sutera sebagai Garis Hidup Imperialisme (1955), diawali dari Selat Gibraltar, melalui Lautan Tengah, Terusan Suez, Lautan Merah, Lautan Hindia, Lautan Tiongkok Selatan (Sekarang Laut Cina Selatan) sampai ke Lautan Jepang. Daratan sebelah-menyebelah pada garis hidup yang panjang itu sebagian besar ialah tanah jajahan. Rakyatnya tidak merdeka. Hari depannya terabaikan kepada sistem asing. Sepanjang garis hidup itu, sepanjang urat nadi imperialisme itu, dipompakan darah kehidupan kolonialisme.

Dan masa jauh sebelum BK menyatakan hal tersebut di Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung dulu, agaknya jalur legenda tersebut telah menjadi incaran kaum kolonialisme. Betapa geliat dimaksud tersirat pada statement Perdana Menteri (PM) Inggris, Henry Bannerman (1906) tempo doeloe:

“Ada sebuah bangsa (Bangsa Arab/Umat Islam) yang mengendalikan kawasan kaya akan sumber daya alam. Mereka mendominasi pada ‘persilangan jalur perdagangan dunia’. Tanah mereka adalah tempat lahirnya peradaban dan agama-agama. Bangsa ini memiliki keyakinan, suatu bahasa, sejarah dan aspirasi sama. Tidak ada batas alam yang memisahkan mereka satu sama lainnya. Jika suatu saat bangsa ini menyatukan diri dalam suatu negara; maka nasib dunia akan di tangan mereka dan mereka bisa memisahkan Eropa dari bagian dunia lainnya (Asia dan Afrika) ….” (JW Lotz, 2010).

Dalam diskusi terbatas di Global Future Institute (GFI), Jakarta, pimpinan Hendrajit, pointers atas maksud kalimat: “… persilangan jalur perdagangan dunia …” sebagaimana isyarat PM Bannerman di atas, tidak lain dan tak bukan adalah Jalur Sutera itu sendiri, atau The Silk Road.

Jalur Sutera, rute ekonomi dan militer dunia memisahkan antara Barat dan Timur

Kawasan Versi Kapling 3-M 

Di Journal GFI Edisi ke VI bertajuk “Menuju Ketahanan Nasional bidang Pertahanan, Pangan dan Energi” (hal 76 – 82), saya jelaskan sekilas tentang beberapa kawasan dan kapling geopolitik sebagaimana telaah GFI selama ini mencermati pasang surut hegemoni global. Sekurang-kurangnya, ada tiga kapling serta kawasan besar yang perlu disimak, antara lain adalah:

Pertama: Kapling M pertama dari 3-M artinya adalah Kawasan MINYAK (oil). Inilah Heartland sebagaimana sinyal Mackinder yang meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah dan mempunyai kandungan minyak serta gas berlimpah. Maka siapapun negara menguasai kawasan ini akan melaju ke tahta “Global Imperium” sesuai rekomendasi Mackinder.

Kelompok negeri di kawasan ini rata-rata makmur akibat faktor alam dan lingkungan. Berbagai kemudahan dalam dinamika global dipetik karena faktor sejarah, tempat lahirnya agama-agama. Sesuatu yang luar biasa dianggap selalu dari Tuhannya. Tidak salah memang, namun bila hal tersebut terus dilestarikan cenderung merebak kemalasan bahkan lupa kewajiban manusia harus menggunakan logika. Maka dampak kharakter tadi adalah, bahwa kebutuhan teknologi senjata dan security assistancemereka tergantung kepada Barat.

Inilah tanah aneka bangsa tetapi satu ras, budaya bahkan agama. Seringkali tanpa etika dan tata krama justru menjebak pada keserakahan dunia. Penyakit iri, dengki dan sakit hati mudah menjalar, sehingga perang antarsesama bermodus aliran dalam agama, mempertahankan adat dan budaya — dianggapnya biasa, bahkan hampir-hampir melembaga. Pada gilirannya, justru kondisi semacam itu dirajut oleh pihak asing agar mereka tidak pernah bersatu via adu domba dan pecah belah bermodus konflik sektarian, demokrasi, HAM, dan lain-lain. Tatkala muncul Iran sebagai “sosok pembangkang” di mata Barat, ini merupakan fenomena bersama kemampuan teknologi dan keberaniannya. Negeri para Mullah mencengangkan dunia. Publik global menyebut sebagai “kebangkitan Islam”. Matahari mulai terbit kembali dari Timur.

Kedua: Kapling M kedua dari 3-M artinya “Machine Gun” (senjata). Inilah kelompok negeri di (kawasan) Barat. Dalam sastranya kerapkali disebut negeri-negeri teknologi. Ia pusatnya kebendaan dan logika, dimana mayoritas bangsa suka membuat “tuhan-tuhan” baru selain Dia, Tuhan Yang Maha Esa. Berbagai ragam cara dibuatnya. Ada kelompok pendewa uang. Ada kelompok yang mempertuhankan ilmu dan kekuasaan dengan kecanggihan teknologi sebagai andalan. Segelintir elit menjadikan akal dan okol seperti nabi, dan sering membuat porak-poranda negeri lain demi sedikit kepentingan. Sudah tentu sasarannya ialah kelompok negeri di Kawasan MINYAK ataupun negeri “Money,” itu tergantung faktor ancaman dan mapping peluang.

Terdapat pula golongan yang mentuhankan cipta rasa dengan berbagai ekspresi atas nama seni dan budaya, sehingga dalam keseharian cenderung “menggendong” bukan memangku atau mengendalikan nafsu. Di negeri seperti ini, apapun boleh dikerjakan atas nama HAM,  demokrasi, kebebasan, dll. Kecuali satu yang pantang dilanggar: “NEGARA ADALAH NEGARA, AGAMA TETAPLAH AGAMA.” Itulah sekularisme. Jangan disatukan keduanya, biarkan antara agama dan negara berjalan di rel masing-masing.

Sisi lain Kawasan “Machine Gun,”  bahwa masalah susila adalah privacy. Duduknya di hak azasi atau sering dikemas jargon kebebasan berekspresi. Pornografi dan pornoaksi dianggap seni sehingga free sex merupakan budaya bahkan melegalkan ganja dan perkawinan sejenis. Hukum berjalan seolah-olah ketat tetapi sebenarnya longgar dalam tataran hakiki. Berpihak pada penguasa serta orang berduit belaka. Kebebasan, HAM, serta demokrasi merupakan senjata paling sakti, modern lagi canggih di kawasan negeri ini.

Ketiga: M terakhir dari 3-M artinya “Money” (uang). Kawasan ini memang tidak plek seperti teori Mackinder. Yang tidak jauh berbeda hanya M pertama atau Kawasan “Minyak,” karena identik dengan Heartland. Dan M ketiga ini juga bukan Marginal Lands, Desert ataupun Outer Continents sebagaimana pemetaan Mackinder. Penulis coba olah sendiri berbekal keterbatasan baik referensi dan sempitnya wawasan. Maksud M ini ialah kelompok negara, selain memiliki cadangan devisi besar seperti halnya Cina, India, dan sebagainya juga berpotensi menjadi “pasar” guna mencetak uang karena faktor kependudukan dan budaya konsumtif. Misalnya India, atau Indonesia, Afrika, dan lain-lainnya. Kendati yang layak mewakili negeri “Money” saat ini hanya Cina, mengingat tingginya daya tawar dalam perpolitikan baik daya ekonomi maupun tawar kekuatan militernya.

Ambisi Cina mengendalikan Jalur Sutera

Negeri “money” ini sebenarnya mampu memproduksi sendiri teknologi dan bahkan senjata seperti halnya Indonesia tetapi dengan keterbatasan-keterbatasan, baik sifatnya keterbatasan disengaja atau tidak disengaja. Yang sengaja contohnya, kendati negara tersebut mampu memproduksi teknologi (senjata) secara penuh dan mandiri, akan tetapi dibatasi melalui perjanjian dan tekanan politik, kenapa? Sebab bila dilepas, dikhawatirkan menjadi kompetitor daripada kelompok negara produsen di Kawasan “Machine Gun”. Sedangkan penjelasan faktor ketidaksengajaan, lebih disebabkan karena kemampuan teknologi, artinya negara dimaksud belum mumpuni dan tidak memadai untuk membuat persenjataan secara penuh.

Betapa kawasan-kawasan ini terlihat dinamis. Hampir negeri-negeri di kawasan M kedua (Machine Gun) dan M ketiga (Money) mencari pasarnya pada negeri M pertama (minyak). Atau beberapa negeri kawasan Money sendiri yang merasa unggul mengintervensi sesama kelompok negeri Money, atau kawasan Minyak menggunakan senjata “oil weapon”-nya untuk menaikkan posisi tawarnya ke negeri Machine Gun, dan sebagainya. Dari dinamika tersebut,gilirannya memang muncul perang-perang jenis baru yang hakikinya rebutan SDA dan kontrol ekonomi di negara target. Misal yang kini populer adalah asymmetric warfare, atau proxy warhybrid war, perang geopolitik, currency wars, dan lain-lain.

Inilah paparan sekilas perihal “kawasan” dari beberapa sudut pandang terkait dinamika politik terutama dalam rangka menyikapi pergeseran geopolitik dari Atlantik ke Asia Pasifik. Tak ada niatan menggurui siapapun, khususnya para pakar serta pihak-pihak yang berkompeten melainkan sharing pemahaman semata. Jikalau ada perbedaan baik arti, maksud dan makna, dapat didiskusikan secara lebih mendalam tanpa perlu syak-wasangka, kecurigaian, dan sebagainya. Kritik dan saran terbuka lebar guna memperbaiki tulisan sederhana ini.

Demikianlah adanya, demikan sebaiknya.

Penulis: M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com