Membaca Ulang Kawasan dari Perspektif Geopolitik (1)

Bagikan artikel ini

Memahami “kawasan” dari sudut pandang geopolitik, niscaya akan ditemui beberapa tafsir dan defenisi. Ada semacam ketidakkonsistenan arti dan maksud, akibat kepentingan yang meremot perilaku geopolitik di muka bumi. Sebagai bahan pembanding misalnya, membaca istilah benua, negara, atau samudera, dan lain-lain — mungkin sama gambarannya serta jelas definisi, posisi, luas, potensi sumberdaya, dan lain-lain, sementara menyebut ‘kawasan’ masih relatif abstrak — dengan perkataan lain, pemaknaan terminologi ini akan tergantung negara mana mengartikan, siapa berpendapat, atau kemungkinan juga tergantung ideologi dan terutama kebijakan (politik) luar negeri daripada negara dimaksud. Nah, catatan dibawah ini mencoba mengurai arti, maksud dan makna kawasan dari beberapa sudut pandang, entah itu teori-teori, paradigma, kondisi statis, ataupun via perspektif hegemoni sebuah negara. Inilah uraiannya secara sederhana.

Kawasan Menurut Mackinder

Sir Halford Mackider (1861-1946), pakar geopolitik Inggris abad ke-19 mengklasifikasikan dunia atau membaginya dalam “Empat Kawasan”, antara lain:

Kawasan pertama dinamai Heartland atau World Island, atau populer disebut “Jantung Dunia.” Ia meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah. Dalam pandangan Mackinder, inilah kawasan paling berlimpah sumberdaya alam (SDA) tertutama minyak dan gas bumi sehingga ia menyebut sebagai ‘jantung’-nya dunia:

Kawasan kedua disebut Marginal Lands, terdiri atas Eropa Barat, Asia Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian daratan Cina;

Kawasan ketiga adalah Desert (Padang Pasir) dalam hal ini ialah Afrika Utara; dan

Kawasan keempat diistilahkan Island atau Outer Continents meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia.

Inti tesis Mackinder mengurai empat kawasan dimaksud, bahwa siapa menguasai Heartland atau “Jantung Dunia” dimana kandungan SDA-nya berlimpah ruah, maka akan mengontrol dunia dan niscaya menuju “Global Imperium”. Ini salah satu cuplikan ajaran Mackinder di buku The Geographical Pivot of History yang masih dijadikan rujukan dunia:

“Who rules East Europe, command the Heartland; Who rules the Heartland, command the World Islands; Who rules the World Islands, command the World”

Penjelasan singkat teori dimaksud, bahwa Heartland itu meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah yang kaya akan minyak, gas dan mineral lainnya, sedangkan maksud World Island ialah Eurasia yang terdiri atas Asia — dimana ada Heartland di dalamnya— lalu Afrika, dan Eropa.

Substansi ajaran Mackinder lebih menyorot pada ‘kawasan inti’ baik Heartland maupun World Island yang direkomendasi memiliki potensi berlimpah baik SDA-nya, faktor geo-(strategi)-grafi juga merupakan pasar nan besar. Perspektif ajaran ini berbasis pada minyak selaku power atau komoditas unggulan dibanding aspek lainnya semacam budaya misalnya, atau aspek ideologi, emas, dan lain-lain, kendati dalam praktik hal-hal tersebut juga —selama ini— menjadi sasaran kolonialisme di muka bumi.

Sekali lagi, minyak, minyak dan minyak. Itulah the power of oil, doktrin kekuasaan yang dibenamkan pada benak siapapun Presiden di Amerika (AS)Dan agaknya paradigma tadi selaras dengan ajaran Guilford yang terkenal di kalangan global review serta kaum penggiat geopolitik, “If you would understand world geopolitic today, follow the oil”. Dan tidak boleh dipungkiri memang, itulah (mungkin) Kepentingan Nasional negara apapun,  kapanpun dan dimanapun. Kecuali Indonesia?

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun Kawasan Padang Pasir (Desert) atau Afrika Utara dan Marginal Lands  — sebagian Asia Tenggara dan/atau Indonesia?— dahulu belum dinilai semacam Heartland oleh Mackinder, tetapi sekarang terbukti bahwa kawasan Marginal Lands dan Desert memiliki potensi SDA berlimpah bukan hanya minyak semata, namun juga emas, gas bumi, nikel, dan mineral-mineral  lain, termasuk pasar nan potensial.

Barangkali, inilah salah satu kekurangan teori Mackinder dalam perspektif kekinian. Dengan kata lain, bila kebijakan (luar negeri) para elit dan pengambil keputusan di AS tetap merujuk pada asumsi Mackinder —minyak— maka titik fokusnya tidak hanya menyorot pada Asia Tengah dan Timur Tengah semata, namun jelas akan melirik pula Afrika Utara dan sebagian Asia Tenggara (Indonesia), kenapa? Sebab ruh kebijakan (luar negeri) Paman Sam adalah the power oil. Inilah yang sekarang kental berproses. Secara kawasan, teori Mackinder hanya mengambil filosofi (the power of oil)-nya saja, sedangkan mapping kawasan kemungkinan telah berubah meski tidak signifikan.

Tatkala bicara kawasan kemudian dikaitkan geopolitical shift (pergeseran geopolitik) abad ke 21 yang bergerak dari Atlantik ke Asia Pasifik, maka dimana sesungguhnya kawasan yang akan dijadikan target atau titik tujuan para adidaya? Hal ini sudah saya uraiakan dalam tulisan ‘Membaca Perilaku Geopolitik di Jalur Sutera’ hingga ke epicentrum pergeserannya.

Kawasan Versi Cartalucci

Lain Mackinder, lain pula Toni Cartalucci, peneliti dari Central for Research on Globalization (CRG), Kanada, pimpinan Prof Michel Cussodovsky. Ya, dalam teori Toni hanya dua kawasan di dunia ini yakni Timur Tengah dan Cina-Rusia. Ini tercetus daripada substansi asumsi geopolitiknya, “Matikan Timur Tengah, anda mematikan Cina dan Rusia, maka anda menguasai dunia” Betapa simpel dan lugas. Pertanyaannya menggelitik muncul, “Kenapa Toni tidak memandang Afrika, Eropa serta Amerika sebagai kawasan?” Ia memang tidak menjelaskan detail asumsinya, namun dugaan penulis —merujuk teori Mackinder— Timur Tengah memang inti dari ‘jantung’-nya (Heartland) dunia.

Artinya apa, bahwa menguasainya (Timur Tengah) niscaya bakal ‘mematikan’ kepentingan-kepentingan Cina dan Rusia di Kawasan Heartland. Dengan demikian, “teori kawasan”-nya Toni sebenarnya lebih direkomendasikan kepada subyek kolonialisme dalam hal ini adalah Barat cq AS dan sekutu dimana beberapa dekade lalu dan bahkan hingga kini masih berseteru versus Cina-Rusia. Asumsinya tidak diperuntukkan kepada pihak atau poros lain (obyek kolonialisme). Mungkin inilah jawaban (sementara) atas pertanyaan di atas, mengapa Toni Cartalucci tidak memandang secara lazim bahwa Eropa, Amerika dan Afrika sebagai kawasan sebagaimana adanya.

Kawasan dalam Hegemoni Amerika

Kawasan pada perspektif hegemoni AS berbeda lagi, bahwa dunia dibagi dalam enam area dimana di tiap-tiap kawasan dibentuk komando pengendali dengan didirikan pangkalan dan jejaring militer (armada). Dalam praktik justru ada tujuh Armada Amerika sebagai pelaksana (eksekutor)  —bukan enam sebagaimana jumlah kawasan— beserta pangkalan-pangalan militer yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Dan sudah barang tentu, niscaya ada prioritas dalam opersional serta penggunaan pangkalan militer maupun armada-armadanya. Tak lain dan tak bukan, bahwa keberadaannya (armada dan pangkalan militer) ialah dalam rangka mem-back upkeenam US-Command dalam hal penggunaan kekuatan namun dengan skala prioritas.

Komando Pasifik Amerika Serikat (USPACOM) misalnya, seperti halnya lima komando tempur lainnya adalah komando gabungan antara Angkatan Darat (AD), Marinir, Armada Angkatan Darat (AL), dan Angkatan Udara (AU) di Kawasan Pasifik dipimpin oleh Panglima Besar Komando Pasifik, Jenderal Lloyd J. Austin. Ia bermarkas di Honolulu, tepatnya di pulau O’ahu. USPACOM adalah komando pertahanan TERTUA dan TERBESAR dari semua komando tempur gabungan Paman Sam punya. Memiliki anggota sekitar 300.000-an personel, atau sekitar 20% dari seluruh kekuatan militer aktif dimana kekuatannya terbagi dalam tiga kategori: (1) pasukan depan (kira-kira 100,000), pangkalan aju (forward based), dan sisanya berada di pangkalan daratan AS, dan lainnya.

Untuk USCENTCOM (Komando Sentral Amerika) mengendalikan 20 negara terdiri atas Afghanistan, Bahrain, Mesir, Iran, Irak, Yordania, Kazakhstan, Kuwait, Kyrgyzstan, Oman, Lebanon, Pakistan, Qatar, SaudiArabia, Suriah, Tajikistan, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, dan Yaman. Itulah yang disebut oleh Mackinder sebagai Heartland, atau Jantung Dunia karena potensi dan produksi minyak serta gasnya sangat berlimpah-ruah. Demikian seterusnya hingga USNORTHCOM di Amerika, USAFRICOM di Afrika, dan USEUCOM di Eropa.

Hal lain yang mutlak dicermati dengan adanya “Kekhaisaran Militer”-nya AS punya, dalam penempatan serta pengerahan armadanya, selain ia berpijak pada anatomi persoalan, potensi ancaman, mapping sasaran di tiap-tiap kawasan, juga tak boleh diabaikan adalah the power of oil sebagai nafas kolonialisme. Maka prioritas mobilisir Armada Amerika sudah tentu tidak sama dalam hal jumlah dan peralatan. USCENTCOM misalnya, ia didukung oleh Armada-5 Amerika dimana fokus kendalinya adalah hilir mudik tanker-tanker minyak sejumlah 17 juta barel/hari di Selat Hormuz. Kemudian Armada-7 memantau Selat Malaka dengan aliran 15-an juta barel/hari. Sedangkan Armada-6 mencakup Terusan Suez (4,5 juta barel/hari), Selat Turkey: 2,4 juta barel/hari, dan mengawasi BTC pipeline yang melingkar antara Baku-Tbilisi-Ceyhan: 1 juta barel/hari, dan lain-lain. (Lihat gambar: Selat Malaka). Inilah makna kawasan dalam perspektif superpower.

Bersambung ke 2 .. 

Kapling kawasan versi Mackinder yang diterapkan oleh Barat

Kapling kawasan versi Mackinder yang diterapkan oleh Barat

Sasaran penggunaan kekuatan Armada AS dalam kendali US Command

Penulis: M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com