Menerjemahkan Pernyataan Ruhut Sitompul

Bagikan artikel ini

Linda Rahmawati, peneliti di Forum Dialog (Fordial), Jakarta

Ruhut Sitompul adalah Juru Bicara Partai Demokrat yang adalah politisi Partai Demokrat yang secara terselubung ditugasi menjadi Juru Bicara, Pramono Edhie Wibowo, peserta konvensi dari kalangan keluarga Cikeas. Ruhut telah menyuarakan sikap bahwa para peserta konvensi Capres Partai Demokrat harus mundur dari jabatannya di pemerintahan dengan alasan agar ada kondisi yang obyektif sama diantara para peserta konvensi.

Apa yang diucapkan Ruhut Sitompul secara terbuka dikatakan dalam kerangka dukungannya kepada peserta konvensi yang juga merupakan wakil keluarga Cikeas, yaitu Pramono Edhie Wibowo. Kasus mundurnya Gita Wiryawan dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan merupakan rangkaian peristiwa sebelumnya yang keseluruhannya menyangkut tata cara keikutsertaan seseorang pejabat pemerintahan dalam konvensi capres Partai Demokrat.

Pernyataan Ruhut yang perlu dianggap sebagai dipukulnya genderang perang bagi peserta konvensi capres Partai Demokrat yang nampaknya harus disikapi oleh Komite Konvensi.

Tim sukses Pramono Edhie Wibowo, Ruhut Sitompul meminta lima peserta konvensi Capres Partai Demokrat untuk mundur dari jabatan publik. Kelima peserta konvensi Capres yang masih menjabat sebagai pejabat publik adalah, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Anggota BPK Ali Maskur Moesa, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, dan Anggota Komisi I DPR Hayono Isman. “Aku sudah tegas, lima orang pejabat publik yang ikut konvensi harus mundur,” ujar Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Selasa (4/2/2014).

Menurutnya, dengan tidak menjabatnya para peserta konvensi sebagai pejabat publik, maka akan ada persaingan yang seimbang karena para peserta tidak akan menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye. “Aku bilang gini, agar equal. Kalau kita seorang pejabat, mungkin tidak melibatkan, dan aku rasakan turun ke daerah, aku dan Pramono Edhie yang itungan jari, tiba-tiba diborong bisinis class (oleh peserta konvensi lain),” ungkapnya. Meski begitu, Ruhut mempersilahkan kelima peserta konvensi itu untuk mempertahankan jabatan publiknya.

Genderang Perang

Genderang perang yang dipukul oleh Ruhut Sitompul tidak menutup kemungkinan sebagai arahan Presiden SBY yang harus digemakan agar Komite Penyelenggara Konvensi dalam kurun waktu yang tinggal beberapa bulan menjelang diputuskannya siapa pemenang peserta konvensi capres Partai Demokrat, bersikap tegas mengenai tata cara keikutsertaan seseorang pejabat pemerintah atau pejabat negara dalam konvensi capres Partai Demokrat ini.

Gita Wiryawan telah mundur dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan adalah justru karena Gita merasa risih selama ini aktivitasnya sebagai peserta konvensi capres Partai Demokrat, dituduhkan telah memanfaatkan berbagai fasilitasnya sebagai Menteri.

Langkah Gita ini justru merupakan sikap politik yang luhur yang dihargai oleh Presiden SBY, karena didalamnya terkandung sifat-sifat jujur dan berani dari seseorang yang menyatakan siap memimpin negara ini.

Oleh karenanya pernyataan Ruhut Sitompul yang mendesak agar semua peserta konvensi yang berasal dari pejabat pemerintah/pejabat negara mundur dari jabatan resminya, patut difahami sebagai sikap yang mendapat sinyal persetujuan dari “inner circle” Partai Demokrat, untuk meringankan beban kompetisi yang dihadapi peserta yang hanya mantan pejabat negara, yaitu Pramono Edhie Wibowo.

Bagaimana resiko dari langkah mengundurkan diri dari jabatan negara/pemerintahan terhadap kemungkinan gangguan atas jalannya pemerintahan, Presiden SBY jauh-jauh hari juga nampaknya sudah memperhitungkannya dengan ditetapkannya berbagai pejabat Wakil Menteri dalam struktur kabinet.

Oleh kartena itu genderang perang yang dipukul dengan nada dan lirik yang keras dan jelas, bukanlah sebuah ekspresi sikap pribadi Ruhut yang “berandalan sebagaimana biasanya” tetapi sebuah genderang perang yang harus dipukul dengan resmi oleh Komite Penyelenggara Konvensi Capres Partai Demokrat, sehingga bukan basa-basi tetapi keharusan para pejabat negara/pemerintah yang ikut sebagai peserta konvensi, segera memutuskan untuk mudur dari jabatannya sebagai pejabat negara/pemerintah.

Oleh karenanya bagi semua media massa yang menangkap sinyal ini tentunya akan menulis dan menyiarkan pernyataan Ruht Sitompul tersebut sebagai headline berita dari media massa yang dikendalikannya, karena ucapan Ruhut Sitompul adalah kemungkinan sebuah instruksi terselubung yang disetujui oleh Presiden SBY.

Dalam konsep semiotika sosial (Halliday, 1989) mengatakan, semiotika sosial tidak hanya bergerak pada tataran relasi antara penanda dan petanda serta relasi antar tanda, tetapi juga menyangkut interaksi berbagai tanda di dalam medan tanda dengan sejumlah pelibatnya. Didalam arena itu yang terjadi bukan sekadar pertukaran pesan dan makna, melainkan pertempuran tentangnya.

Sementara itu, semiotika sosial (Foucault, 1989) mengatakan, perdebatan parole (ujaran individu) dalam ruang perbincangan yang memperebutkan berbagai posisi. Dalam interaksi tanda semacam ini, yang sebenarnya terjadi relasi kuasa, baik dalam arti filosofis yakni sesuatu yang menyebar dan dimiliki individu, maupun dalam arti praktis yaitu kuasa dari “yang dominan” ke “yang terdominasi”.

Ditinjau dari kedua konsep semiotika sosial tersebut, maka pernyataan Ruhut Sitompul sebenarnya juga menggambarkan secara sekilas “peta persaingan” para kontestan dalam capres Partai Demokrat yang berjalan tidak seimbang dan mungkin sudah ada yang menggunakan fasilitas negara dalam pra kampanyenya.

Disamping itu, pernyataan Ruhut secara semiotika sosial juga menggambarkan bagaimana sosok salah seorang peserta konvensi yaitu mantan KSAD, Pramono Edhie Wibowo yang sebenarnya diharapkan untuk menang, bukan peserta konvensi lainnya.

Namun pernyataan Ruhut Sitompul mungkin juga mencerminkan semakin menajamnya faksi-faksi dalam Partai Demokrat pasca Anas Urbaningrum. James Madison dalam The Federalist 10 mengatakan, dalam konteks politik kelompok manapun secara umum memiliki lebih dari satu faksi yaitu faksi beraliran keras (hawk) ataupun faksi yang beraliran moderat (dove). Partai Demokrat harus mengantisipasi kelompok hawk dalam parpolnya agar “tidak reseh dan tidak rewel”, karena berpotensi digalang kelompok diluar partai ini untuk merusaknya. Semoga saja tidak terjadi.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com