Menggebuk Ular Kapitalisme

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional

Bung Karno (BK) tidak menyamakan imperialisme dengan pemerintah kolonial. Ia bilang, imperialisme bukanlah pegawai pemerintah, bukan suatu pemerintahan, bukan kekuasaan — bukan pula pribadi atau organisasi apapun. Sebaliknya imperialisme adalah HASRAT BERKUASA yang terwujud dalam sebuah sistem yang memerintah atau mengatur ekonomi dan negara dan orang lain. Lebih dari sekedar suatu institusi, imperialisme merupakan kumpulan dari kekuatan-kekuatan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuannya memaksimalkan keuntungan, dan kaum kapitalis tak segan-segan untuk mengeksploitasi orang lain. Dan penjajahan, menurut Taqiyuddin An Nabhani, ialah methode baku kapitalis, yang berubah hanya cara dan  sarananya!

a, BK telah mencermati kapitalisme dan anatominya secara praktis, rinci dan jitu sekira 60-an tahun lalu. Sehingga dari tesisnya, melahirkan pendapat beberapa pakar lainnya, antara lain:
(1) Gonzalo Lira menyebutnya sebagai Era Anarkhi Korporasi, dimana  korporasi tidak perlu mematuhi aturan apapun, sama sekali. Dan aturan yang menghalang akan diupayakan dengan segala cara (termasuk suap bila perlu) supaya bisa direvisi oleh parlemen dan pemerintah. Aturan legal, moral, etika, bahkan keuangan sama sekali tidak relevan bagi korporasi. Semua aturan itu telah dibatalkan demi profit. Satu-satunya yang perlu dipertimbangkan adalah profit. Tidak ada lain. Maka dengan semakin besar sebuah korporasi, semakin besar kebebasan yang dimilikinya untuk berbuat semaunya. Akibatnya banyak korporasi kelas kecil dan menengah terlindas karena tak sanggup bersaing dengan korporasi raksasa;

(2) Rosenau mengistilahkan dengan nama Era Transnasionalisme, yaitu suatu proses dimana hubungan internasional yang dilaksanakan pemerintah, telah disertai oleh hubungan individu, kelompok dan masyarakat swasta yang dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi penting bagi berlangsungnya berbagai peristiwa, Secara detail, transnasional dianggap sebagai suatu masa atau era, dimana hubungan internasional tidak lagi didominasi oleh negara, sebab terdapat pemain lain yakni non negara yang turut memberi warna, bahkan (kemungkinan) lebih kuat “warna”-nya;

(3) John Perkins menandai sebagai Imperium, yakni sistem kekuasaan dipimpin penguasa atau raja yang memiliki kendali atas pemerintah dan media. Mereka tidak dipilih rakyat dan masa jabatannya tidak dibatasi hukum. Bergerak di wilayah antara bisnis dan pemerintahan, mendanai kampanye politik dan media. Dan mereka bisa “menguasai” siapapun yang terpilih dan mengendalikan informasi yang diterima oleh warga. Dan sudah barang tentu, ia bisa menempel pada tataran lokal, regional maupun global;

Itulah topeng atau wajah ular kapatalisme yang dapat “dipotret” dari beberapa sisi, meski relatif masih banyak “wajah” lain yang tak terdeteksi — namun akibatnya dirasakan (kesengsaraan) oleh masyarakat. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa : Keampuhan kapitalisme adalah kekuatan modal. Sehingga watak dasar yang melekat ialah akumulasi modal. Dengan demikian, sebagaimana dikatakan An-Nabhani, penjajahan  merupakan methode baku di setiap kiprahnya. Itu mutlak. Oleh karena dimanapun dan sampai kapanpun kapitalis berada, niscaya bakal mencari bahan baku semurah-murahnya, lalu mengurai dan “menciptakan pasar” seluas-luasnya di berbagai belahan dunia. Ia seperti ular yang hendak memangsa siapa saja di depannya. Kalau perlu menggunakan “penekanan”, entah hard power atau soft power — itulah retorika. Tatkala ada perubahan pola penerapan, barangkali itu cuma kemasan, sarana dan cara yang berbeda. Intinya sama, yaitu menyedot berbagai sumberdaya (alam dan manusia) guna kepentingan akumulasi modal — oleh sebab, kekuatan modal adalah puncak kesaktiannya!

Persoalannya sekarang adalah :”Bagaimana merobek topeng-topeng atau menggebuk ular kapitalisme di berbagai belahan dunia, ketika dari uraian sekilas di atas, kita mulai memahami anatominya?”

Mari bercengkrama dalam diskusi ini. Ayo, mau baca saja — boleh, nengok-nengok sedikit juga gak apa-apa, jempal-jempol apalagi, namun diharapkan sumbangsih pemikiran guna menjawab persoalan ini, dengan berbagai sudut pandang, entah pakai teori-teori, menggunakan perasaan, atau dengan sudut hukum Tuhan lebih baik lagi. Monggoooo ..

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com