Mereka adalah Putra Terbaik Bangsa Ini

Bagikan artikel ini

Pujo Santoso, Ketua Umum Gerakan Independen Pemuda Indonesia (GIPI)

Ketika saya membuka akun saya disuatu sosial media, saya sangat terhenyuh, “Jokowi = German masa kini = Jahudi Israel. Prabowo = Nazi masa lalu = Hamas arabic. Quo vadispilihan Indonesia?” ya, itu lah status akun seseorang teman di suatu sosial media yang ketika kita membaca nya membuat kita miris melihat kondisi pasca pemilihan presiden dan wakil presiden kali ini, pesan yang bisa ditangkap dari status tersebut adalah seakan-akan kedua kubu yang sedang bertarung  adalah kelompok yang berperang lama, kedua kubu tersebut adalah kelompok yang sama sekali tidak saling kenal dan hanya dengan perang yang menyelesaikan masalah. Tidak hanya sebatas itu, pada tanggal 14 juli lalu sebuah situs http;//m.voa-islam.com situ sebuah media online menulis “Front Pembela Islam (FPI) menemukan ada 600 spanduk yang pacu konflik pasca pencoblosan pada pemilu presiden dan wakil presiden. Hal ini seharusnya tidak dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut, karena hal seperti ini akan menimbulkan gejala ketidak amanan dan ketidaknyaman didalam masyarakat dan memicu terjadinya pertikaian antar kelompok masyarakat.

Penciptaan kondisi yang memicu konflik dengan menyebar luaskan isu SARA bukan hanya terjadi pada saat kampanye pemilu presiden yang lalu, rentang waktu menunggu hasil real count oleh KPU RI pasca pencoblosan ini pun semakin gencar. Penyebaran informasi saling menjelekkan seperti ini sejatinya tidak harus terjadi dalam kondisi berbeda dukungan seperti ini, karena pada saat seperti ini semua kalangan sangat sulit menggunakan logika yang rasional dalam menerima informasi apa lagi informasi tersebut adalah informasi yang menjelekkan suatu kelompok atau golongan yang terkadang memang dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memuluskan kepentingannya.

Belajar dari beberapa konflik SARA yang terjadi di bebrapa daerah di negeri ini, seperti perang antar umat beragama di Ambon, kerusuhan di Sampit beberapa tahun yang lalu, kerusuhan di Mesuji, kerusuhan Pemilihan Walikota Palembang, dan lain-lain kesemuanya itu hanya merugikan negara ini sendiri, yang menang menjadi abu yang kalah menjadi arang.Berapa banyak energi yang terkuras untuk meredamnya, berapa pos-pos untuk membangun kesejahteraan publik yang terbuang secara sia-sia untuk mencegahnya, dan yang paling disayangkan lagi berapa banyak nyawa yang tidak bersalah dan tidak tahu persoalan yang menjadi korban atas kerusuhan tersebut.

Maka dari itu mari kita semua menahan diri, untuk tidak menciptakan gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak aman dan ketidaknyaman publik melalui penyebaran informasi yang akan menimbulkan konflik ditengah-tengah masyarakat, karena pemilu pasti akan melahirkan kubu-kubu yang tidak tidak puas, kubu kecewa dan dan kubu yang kalah karena calon yang mereka usung kalah dalam berkompetensi karena sudah menjadi hukum alamnya sebuah kompetensi  akan melahirkan kelompok pemenang dan kelompok yang kalah. Namun menerima kekalahan dengan lapang dada dan berbesar hati harus selalu ditanam didalam diri setiap kubu peserta pemilu, karena yang memilih dan menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin negeri ini adalah sepenuhnya berada ditangan rakyat, artinya siapapun pemenang dari suatu kompetensi pemilu itu itu lah pilihan yang terbaik bagi rakyat dan harus dihormati oleh kubu yang kalah karena hakikat demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.

Terlepas dari suka atau tidak suka kedua pasangan kandidat peserta pemilu ini adalah putra terbaik bangsa ini, mereka bukanlah orang lain, tetapi saudara kita sendiri. artinya bahwa jika terjadi pertikaian maka sama saja kita bertikaian dengan saudara sendiri. Maka dari itu sebagai negara yang menganut paham demokrasi, pencerdasan politik oleh seluruh kubu haruslah senantiasa dibangun oleh peserta pemilu, dengan tidak menyebar luaskan isu SARA sebagai alat pencapaian tujuan politik, karena berpolitik yang cerdas adalah berpolitik dengan cara yang santun, berpolitik dengan memegang nilai-nilai adat istiadat dan nilai leluhur budaya timur, tidak hasut sana fitnah sini, menjual visi-misi dan rekam jejak para peserta pemilu tanpa harus membeda-bedakan kelompok dan golongan karena tujuan dari kita berpolitik dan merebut kepemimpinan adalah berkompetensi untuk menciptakan kondisi bangsa ini untuk menjadi lebih baik, mewujudkan apa yang menjadi cita-cita dari founding father kita yaitu menciptakan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com