Rakyat Dipersimpangan Penciptaan Legitimasi

Bagikan artikel ini

Pujo Santoso, Ketua Umum Gerakan Independen Pemuda Indonesia (GIPI)

Pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat telah dilaksanakan oleh institusi pelaksana pemilu pada tanggal 9 Juli yang lalu, artinya bahwa proses pemilihan kepala negara oleh rakyat secara langsung sebagai salah satu ciri dari negara demokrasi telah dilalui hingga proses pemilihan dan perhitungan ditingkat TPS.  Pesta 5 tahunan rakyat Indonesia ini disambut dengan riang oleh seluruh rakyat Indonesia sebagaimana pada tanggal 9 Juli lalu, masyarakat Indonesia berbondong-bondong datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) di tempat mereka tinggal dan terdaftar, dengan menggunakan pakaian terbaik mereka, mereka memberikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang telah memiliki hak suara.

Proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden  memang telah berlangsung, namun siapa yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden itu yang masih menjadi teka-teki dan dinanti oleh seluruh rakyat Indonesia. Hasil Quick Count (Hitung Cepat) dari berbagai lembaga survey yang dipublikasi oleh media baik cetak maupun elektronik dengan hasil yang berbeda-beda sebaiknya dihentikan, karena hal tersebut akan menghasilkan presiden dan wakil presiden versi hasil Quick Count(hitung cepat) dari lembaga yang tidak legitimate secara hukum, serta informasi yang disajikan kepada masyarakat oleh media membuat rakyat kebingungan, karena dengan pembentukan opini dan saling klaim kemenangan oleh setiap kubu ini akan menyesatkan rakyat dan sama sekali tidak memberikan pencerdasan politik kepada rakyat, justru malah meninggalkan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Memang benar, Quick Count merupakan salah satu cara mempercepat proses mengetahui informasi dari hasil perolehan suara dari hasil perhitungan di tingkat TPS, dengan metode sampling dan dianalisis secara ilmiah, tetapi yang informasi tersebut tidak sah secara hukum untuk mempublikasikan dimedia mengenai informasi yang ada, karena lembaga survey merupakan produk komersil yang besar kemungkinan akan mengikuti siapa yang bisa memenuhi kebutuhan dari proses Quick Count yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Kemudian kepada Media Massa juga diharapkan untuk tidak memberikan informasi yang bersumber dari Lembaga Survey tersebut apalagi dengan mem-bolowup secara besar-besaran hasil Quick Count tersebut, karena informasi yang diserap oleh masyarakat menjadi  simpang siur dan menyesatkan, apalagi beberapa media terkesan tidak objektif dan berpihak kepada salah satu kandidat hal itu terbukti dari beberapa owner perusahaan media tersebut menjadi tim sukses atau berafiliasi dengan salah satu kandidat. Hal ini juga demi menjaga netralitas media dan menjalankan fungsi media sebagai salah satu alat untuk
mencerdaskan rakyat.

Informasi yang berbeda dari media yang berbeda dan terus dikonsumsi oleh rakyat ini juga, membuka peluang konflik yang sangat besar didalam masyarakat, karena masyarakat yang terlibat didalam tim sukses dan fanatisme yang kuat akan sangat mudah diadu domba karena sebagian masyarakat yang memiliki sifat fanatisme yang buta, terkadang tidak lagi melakukan filterisasi atas informasi yang ada, sehingga mereka tidak akan bisa terima atas kekalahan kandidat yang didukungnya sehingga mereka menjadi makanan yang empuk untuk dijadikan tumbal demi kepentingan sekelompok elit yang tidak bisa berbesar hati menerima kekalahan.

Melihat kondisi simpang siurnya informasi yang beredar ditengah masyarakat ini sebaiknya pihak-pihak yang terlibat didalam proses pemilu ini, terutama para kandidat yang berkompetensi untuk tidak menambah simpang siurnya informasi, lakukanlah pencerdasasan informasi kepada masyarakat misalnya para kandidat berbicara di media massa untuk menenangkan pendukungnya dan tim suksesnya untuk tidak memberikan informasi dan klaim kemenangan serta meminta seluruh lembaga survey tidak lagi mempublikasikan hasil survey yang berbeda-beda tersebut di media massa, dan menyerahkan sepenuhnya pengumuman siapa pemenang dari proses pemilu ini kepada institusi yang berhak memberikan informasi yang legitimate, karena legetimasi siapa pemenang dari proses Pemilu adalah institusi yang sah secara hukum yaitu pengesahan pemenang Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rupublik Indonesia pada tanggal 22 Juli Mendatang.

Kepada Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI), dan lembaga penegak hukum lainnya sebagai pihak yang diberikan mandat untuk mengawasi  proses pemilu harus bekerja ekstra dan turun langsung kelapangan untuk memastikan tidak ada nya oknum ataupun institusi yang mencurangi dari proses perekapan suara mulai dari tingkat PPS, PPK, KPUD hingga KPU RI karena dengan informasi yang bersumber dari lembaga survey kemudian masing-masing kandidat saling klaim kemenangan dan bolow-up  di media secara besar-besaran bisa jadi ini merupakan strategi masing-masing kandidat untuk mencari celah agar bisa mencurangi proses perekapan suara mulai dari tingkat yang paling rendah hingga paling tinggi dari penyelenggara pemilu karena dengan tenggang waktu pemilihan, perhitungan ditingkat TPS hingga pengumuman pemenang pemilu memiliki tenggang waktu yang cukup untuk berlaku curang.

Berkaca dari kondisi pemilu Pemilihan Presiden tahun 2014 ini, sudah sepatutnya untuk kedepan agar demokrasi di Indonesia semakin membaik, pemerintah, baik Eksekutif, Legeslatif, dan Yudikatif dan institusi pemegang mandat sebagai penyelenggara pemilu KPU RI dan BAWASLU RI sebagai pihak yang mengawasi prosesnya, mencari solusi atas apa yang terjadi saat ini, misalnya dengan membuat peraturan yang boleh melakukan publikasi hasil Quick Count adalah lembaga survey yang ditunjuk oleh KPU RI, atau hanya KPU RI yang boleh melakukan publikasi hasil perhitungan suara di media, hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia semakin cerdas dalam berpolitik dan semakin
memperbaiki negara proses demokrasi di negara ini.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com