MIT Hampir Tamat, Program Pemulihan Harus Dilaksanakan

Bagikan artikel ini
Analis intelijen dan terorisme, alumnus Program Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia
Akhirnya M Basri alias Baging tertangkap hidup-hidup oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala. Selain ditangkapnya Basri, yang merupakan orang terkuat di kelompok Mujahidin Indonesia Timur pasca tewasnya Santoso, Satgas Tinombala juga menembak mati Andika. Berdasarkan catatan Polri sekarang anggota kelompok MIT tinggal 13 orang. Sisa orang MIT yang masih dianggap berbahaya tinggal Ali Kolara, walapun tidak sebahaya Santoso atau Basri. Dengan keadaan tersebut maka moril anggota MIT jatuh, dan MIT hampir tamat.
Usaha untuk menumpas kelompok teroris MIT oleh pemerintah Indonesia tidaklah mudah. Sejak tahun 2015 hingga 2016 ini sudah dilaksanakan delapan kali operasi dari Camar Maleo I-IV, dan Operasi Tinombala selama empat periode. Dari delapan kali operasi tersebut sudah banyak anggota MIT yang tertangkap, menyerahkan diri, dan beberapa dapat ditembah mati seperti Daeng Koro dan Santoso.
Dengan tertangkapnya Basri maka kombatan MIT hampir habis. Ali Kalora yang diprediksi memegang kendali MIT tidak mempunyai kemampuan tempur setangguh Daeng Koro, Santoso atau Basri. Satgas Tinombala diuntungkan pula dengan tertangkapnya hidu-hidup Basri. Hal ini akan mempermudah operasi selanjutnya, dan peluang memperoleh informasi keberadaan 13 orang sisa anggota MIT lebih besar.
Situasi ini diperkirakan akan semakin mempercepat anggota lain tertangkap atau bahkan menyerahkan diri. Hidup berbulan-bulan di hutan tanpa pemimpin dan logistik yang cukup tidaklah mudah. Penetrasi Satgas Tinombala dari TNI dan Polri yang semakin kuat akan membuat sisa anggota MIT akan berpikir lagi jika memilih opsi tetap bertahan.
Situasi-situasi yang tidak menguntungkan bagi kelompok teroris MIT akan mempercepat berakhirnya MIT sebagai kelompok teroris. Teror (untuk sementara) akan berhenti, namun pemikiran radikal sebagai bibit dan pendorong aksi teror masih terpatri di benak para simpatisan. Lalu langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah dalam situasi MIT hampir tamat?
Pemulihan
Teroris dapat diselesaikan dengan senjata, namun untuk mengakhiri terorisme tidak bisa dengan cara tersebut. Satu puluru yang melumpuhkan teroris akan memicu kebencian dan sakit hati bagi simpatisan dan orang dekat dari teroris tersebut. Satu peluru tersebut akan memunculkan banyak bibit teroris.
Pasca Operasi Tinombala harus segera dilakukan program pemulihan. Operasi Tinombala mambawa dampak tidak hanya bagi kelompok MIT yang menjadi sasaran tetapi juga dampak bagi keluarga sasaran dan masyarakat terdekat. Sasaran yang tertembak mati bisa dianggap martir bagi orang terdekat. Hal ini harus dicegah, dan tentu saja untuk mencegah hal ini tidak bisa dilakukan dengan pendekatan tindakan hukum. Perlu soft approach untuk memastikan tidak muncul simpatisan-simpatisan baru sebagai reaksi sakit hati dan dendam atas tindakan terhadap pelaku teror.
Program pemulihan atas dampak Operasi Tinombala sebaiknya dilakukan dengan pendekatan sosial budaya. Program ini bisa dilakukan bekerja sama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang benar-benar sudah diketahui dan dipastikan pemikirannya supaya tidak dimanfaatkan sebagai energi untuk “tiarap” dan “bahan bakar” untuk aksi teror selanjutnya.
Pemikiran radikal didahului oleh narasi radikal yang disebarkan oleh orang terdekat atau orang yang dipercaya. Sasaran mudah menerima narasi ini karena  banyak faktor seperti merasa diperlakukan tidak adil sehingga mengalami kemiskinan dan pendidikan rendah. Faktor ekonomi dan pendidikan yang bisa menjadi pemicu orang mudah menerima paham radikal harus diatasi. Program pemberdayaan masyarakat untuk lebih menguatkan ekonomi dan program peningkatan kualitas pendidikan harus segera dilakukan sebagai pemulihan atas operasi penindakan terhadap kelompok teroris.
Sekolah khusus seperti pesantren sebaiknya didirikan atau diselenggarakan di daerah yang berpotensi menjadi kantung-kantung rekrutmen kelompok teroris dan wilayah yang menjadi operasi pemberantasan terorisme. Dengan pendidikan dan pemahaman agama yang baik dapat mencegah munculnya rasa simpati dan tergalangnya masyarakat oleh kelompok teroris.
Program pemulihan di bidang ekonomi dan pendidikan yang diimbangi dengan kegiatan sosial budaya akan mencegah masyarakat dipengaruhi oleh paham radikal yang bersifat ekslusif. Kebhinekaan dapat ditanamkan dalam program-program pendidikan, sosial dan budaya. Rasa kebhinekaan ini dapat mencegah aksi-aksi intoleran yang menjadi awal dari perilaku radikal dan aksi teror.
Kesimpulan
Melemahnya MIT belum dapat memastikan bahwa terorisme akan berhenti. Pemerintah perlu segera melaksanakan program-program pemulihan yang bersifat soft approach dengan pendekatan ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya agar tidak muncul rasa simpati dan sakit hati atas operasi pemberantasan terorisme. Keluarga dan orang dekat operasi pemberantasan terorisme harus diperlakukan secara khusus sehingga tidak menjadi sel dan kekuatan baru.
Kinerja bagus yang dilakukan oleh Polri dan TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Tinombala jangan sampai sia-sia hanya karena pemberantasan terorisme hanya berujung pada tertembak, tertangkap dan menyerahnya anggota kelompok terorism. MIT memang melemah dan hampir tamat karena senjata, namun pemikiran radikal masih tetap ada dan mudah dibangkitkan, terutama jika pemerintah tidak melakukan program pemulihan terhadap keluarga anggota kelompok teror dan masyarakat di sekitar daerah operasi.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com