Mozaik Pemberitaan Ekonomi dan Politik di Media Massa

Bagikan artikel ini

Toni Sudibyo, pengamat dan peneliti. Tinggal di Bandar Lampung

Ada sejumlah wacana pemberitaan yang ditampilkan media massa terkait dengan bidang politik pada periode 9 s.d 12 September 2013 antara lain, wacana pemidahan Ibukota yang disiarkan Metro TV dan TV Berita Satu, dimana Metro TV mewawancarai Ketua DPR-RI Marzuki Alie sedangkan TV Berita Satu mewawancarai Jubir Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha.

Menurut penulis, dari pemberitaan yang ditampilkan tersebut masyarakat pasti dapat menilai masih terjadi kesimpangsiuran pendapat diantara pejabat tinggi pemerintah tersebut harus segera jelas statusnya, apakah sekedar wacana yang tidak serta merta perlu sebuah follow up, ataukah sebuah inisiatif politik yang memerlukan pembahasan serius lebih lanjut, sebagai follow up. Sebaiknya dibentuk tim resmi dengan tugas pokok yang relatif tegas yaitu menyusun konsep pemindahan ibukota RI dari kota Jakarta. Hal ini penting agar hasil kajian tersebut tidak diperlakuan sebagai wacana masyarakat, tetapi sebuah konsep  Presiden SBY.

Masih dalam bidang politik, Seputar Indonesia membuat berita berjudul “Puan Minta Kemlu Jaga Netralitas Pemilu di KBRI”. Pendapat Puan ini ada benarnya, karena Kemlu mempunyai tugas menjamin terselenggaranya kepentingan RI di luar negeri  namun dalam konteks Pemilu, tentu harapan dan penekanan Puan Maharani, mungkin akan lebih tepat dialamatkan kepada semua KPU luar negeri, Bawaslu dan saksi-saksi Pemilu yang ada di luar negeri.

Harian Seputar Indonesia memberitakan dengan judul “Elektabilitas Ical Persulit Golkar di Pilpres”. Menurut penulis, posisi Aburizal Bakrie (ARB) memang sulit, didalam internal Partai Golkar ada kelompok yang tidak mendukungnya, sehingga selalu menyuarakan pencalonan ARB sebagai Capres percuma, popularitasnya rendah sehingga ia tidak akan mengangkat Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif, sebaliknya dalam Pilpres, Partai Golkar dapat dikatakan tidak solid mendukung ARB. Bisnisnya yang jeblok hanya akan mengganggu performancenya apabila ia tetap Capres. Didalam tubuh Partai Golkar ada arus politik yang menghendaki pencapresan ARB ditinjau kembali.

Masih terkait Capres 2014, Metro TV pernah mengulas mantan KSAD TNI Pramono Edhie Wibowo  mengatakan optimistis atas niatnya maju dalam pencapresan 2014 melalui Konvensi Partai Demokrat (PD). Dirinya  tidak pernah takut kalah sebelum perang. Sebaliknya, tidak pernah memberi tempat peluang kekalahan hinggap di kepalanya. Prinsip hidupnya andai engkau merasa akan kalah, anda sebenarnyua sudah kalah.

Berita ini mengesankan bahwa ada problema bagi Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo  dalam upaya mernjadi Capres dan kegiatan kampanye nanti adalah kecilnya jumlah uang yang ia miliki.  Track recordnya sebagai pejabat tinggi TNI AD yang jujur dan bersih, memang cukup mengindikasikan Jenderal Purn Pramono tidak mempunyai rekening bank yang cukup besar untuk mendukung biaya politik yang akan dilakukan. Sebuah kondisi yang dilematis, kesederhanaannya jelas merupakan aset daya tarik yang menarik bagi masyarakat, tetapi  jelas tanpa uang, kegiatan politik dimanapun, termasuk di Indonesia dewasa ini tidak mungkin dapat dilakukan.

Pemberitaan Metro TV lainnya mengulas pernyataan Adi Ahdiat(Analis Prapanca Research/PR) mengatakan fenomena keunggulan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai survei, juga terjadi di jejaring sosial Twitter.Dalam rentang setahun, yakni 8 September 2012-8 September 2013, terdapat tidak kurang dari 6,9 juta kicauan tentang Jokowi.Jumlahnya jauh di atas kandidat-kandidat kuat presiden lainnya. Kemunculan Jokowi dalam pentas perpolitikan belakangan ini membawa efek kejut yang tidak bisa diabaikan.
Menurut penulis, Jokowi memang sebuah fenomena politik yang nampaknya secara diam-diam banyak yang mempertanyakan apa dan mengapa daya tarik Jokowi sehingga dorongan menjadi Capres demikian kuat, sedangkan jelas prestasinya sebagai Walikota Solo sebenarnya tidaklah terlalu hebat dan di DKI Jakarta, kesuksesannya melakukan gebrakan-gebrakan banyak juga karena faktor keberanian, semangat dan kerajinan Wagub DKI Ahok yang membantunya. Gebrakan-gebrakan tersebut memang memberikan indikasi bisa berhasil, namun tantangan membangun DKI bukanlah sederhana, bahkan Sutan Bhatoegana dari Partai Demokrat membuat perkiraan, popularitas Jokowi akan habis dalam waktu delapan bulan lagi.

Survey sosial sebagai sebuah aktivitas yang bernuansa pengetahuan, juga mulai disangsikan obyektifitasnya. Pada intinya, kita memerlukan seorang Capres yang bukan hanya pandai, tetapi juga tegas dan berani. Generasi baru bangsa Indonesia nampaknya lebih tertarik kepada memerlukan Capres yang nampak gagah, cakap, berani dan tegas.

Sementara itu, Harian Indopos memuat berita berjudul “Status Keamanan Sudah Sampai di Level Merah” berisi wawancara dengan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar. Menurut penulis, jelas Polisi telah bekerja keras untuk membongkar insider-insiden ini, meskipun belum dapat mnyimpulkan apa yang sebenarnya dewasa ini terjadi dan dihadapi POLRI serta upaya menanggulangannya. Sebagaimana masyarakat pada umumnya yang tidak sabar menunggu hasil pengungkapan aksi-aksi penembakan ini, tentu POLRI harus bersiap-siap bahwa untuk tidak terlalu lama pasti Kapolri akan dipanggil DPR RI untuk menjelaskan hasil-hasil investigasinya.

Sejauh yang dapat dipantau, media massa mengesankan benar-benar ingin menjadi media yang menyuarakan kondisi dan aspirasi rakyat. Berita mengenai kedelai yang terus  menerus muncul dalam media massa, meskipun tidak dalam ukuran  headlines, cukup mengindikasikan hal tersebut. Kesulitan justru terasa pada upaya mengukur substansi permasalahannya sendiri, dengan berita-berita yang sangat variatif  belum bisa disimpulkan kondisinya sudah berada pada tingkat normal kembali atau  belum. Cukup luasnya kasus-kasus yang diberitakan oleh media massa sehubungan dengan terjadinya krisis kedelai memang masalahnya cukup serius dan tidak  cukup melihat meredanya pemberitaan, karena seolah-olah masalahnya sudah diatasi, Pemda harus mempunyai data resmi mengenai masalah ini didaerah masing-masing.

Dalam kurun waktu mendekati dua bulan terakhir media massa telah menujukkan peranannya sebagai penerus informasi dari kalangan infra struktur politik (rakyat) dengan intensif ke tingkat supra struktur politik (Pemerintah), sebagai hasilnya beberapa masalah yang mendesak untuk ditangani Pemerintah. Belum terditek media massa telah bisa kita manfaatkan untuk menyalurkan visi-visi negara masuk kedalam infra struktur politik (rakyat). Upaya “merangkul” media massa, mutlak intens dilakukan oleh negara, bukan dalam  kerangka “mempengaruhi politik keredaksian media massa”, namun dalam rangka mengajak kalangan media massa untuk turut bersama-sama menjaga stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi dan kepentingan nasional saat ini dan ke depan.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com