Nasib Yunani Masih “Digantung”

Bagikan artikel ini

Rachmat Adhani

Nasib Yunani semakin tidak menentu. Setelah begitu diharapkan, ternyata Uni Eropa enggan memberikan bantuan kepada negara tersebut. Dua negara terbesar Uni Eropa, Jerman dan Perancis, menyatakan tidak akan ada tawaran bantuan terhadap Yunani dalam pertemuan 16 Maret mendatang.

Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan bahwa dirinya tidak akan membawa isu pemberian bantuan saat pertemuan dengan Perdana Menteri Yunani George Papandreou. Pernyataan senada dilontarkan Menteri Keuangan Perancis Christine Lagarde. Menurut dia, saat ini belum diperlukan langkah spesifik untuk membantu Yunani.

Untuk saat ini, Yunani memang sepertinya harus menolong diri mereka sendiri. Merkel menyambut baik apabila Yunani ingin menerapkan disiplin fiskal, untuk menyelamatkan anggaran negara mereka.

Tanpa adanya bantuan dari eksternal, Yunani memutuskan untuk melakukan penghematan anggaran. Pemerintah Yunani akhirnya sepakat untuk menjalankan program penghematan dan kenaikan tarif pajak. Program tersebut ditaksir bernilai 4,8 miliar euro, atau dua presenter hadap produk domestik bruto (PDB) Yunani.

Pajak yang dinaikkan antara lain adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pajak rokok, dan pajak alkohol. Selain itu, pemerintah Yunani juga memotong anggaran belanja pegawai, pembayaran pensiun, dan subsidi.

Menurut Papandreou, langkah ini memang menyakitkan tetapi mendesak dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian. Pemerintah, kata Papandreou, akan melakukan apa saja agar Yunani terhindar dari status bangkrut.

Langkah yang diakukan pemerintah tentunya mengundang protes dari warga Yunani.  Sekitar 300 ribu pengemudi taksi berunjuk rasa menentang kebijakan pemotongan subsidi. Ratusan pensiunan juga berdemonstrasi menolak pemangkasan pembayaran uang pensiun.

Meskipun telah melakukan langkah fiskal, Yunani tetap mengharapkan Uni Eropa berubah pikiran. Papanderou tetap berharap bahwa Yunani bisa mendapatkan pinjaman sekitar 50 miliar euro dengan bunga yang kompetitif. Dengan kondisi saat ini, biaya utang Yunani memang melonjak tinggi, apalagi negara ini mengalami beberapa kali penurunan rating dari berbagai lembaga pemeringkat.

Defisit anggaran di Yunani memang cukup kronis. Yunani menutup tahun fiskal 2009 dengan defisit anggaran sebesar 12,7 persen terhadap PDB, jauh dari ambang batas aman yang ditentukan Uni Eropa yaitu tiga persen. Utang Yunani sendiri adalah sekitar 113 miliar euro. Penyebab utang yang membengkak tersebut antara lain adalah pemberian stimulus fiskal dan penyelenggaraan Olimpade 2004.

Dampak yang Mengglobal

Pasar keuangan tidak lepas dari sentimen negatif akibat kondisi perekonomian Yunani. Ketertarikan investor kepada negara-negara berkembang sedikit menurun, dan cenderung kembali ke instrumen investasi yang dianggap paling aman, yaitu AS. Hal ini menyebabkan yield US Treasury Bond cenderung turun dan dollar AS terapresiasi. Hal tersebut mndorong penurunan kinerja bursa saham global.

Tanggal                   Yield Tenor           Yield Tenor               Yield Tenor
                               5 Tahun (%)          7 tahun (%)               10 Tahun (%)
3 Januari 2010             0,45                     0,98                         1,46
3 Februari 2010           0,44                     0,98                         1,46
3 Maret 2010               0,43                     0,97                         1,46

Indonesia Sedikit Terpengaruh

Bagi Indonesia, apa yang terjadi di Yunani sedikit memengaruhi kinerja ekonomi domestik. Nilai tukar rupiah sempat tertekan pada awal Februari, seiring dengan tren penguatan dollar AS. Sepanjang Februari, nilai tukar rupiah melemah 0,68 persen dibandingkan bulan lalu menjadi Rp 9.338/dollar AS dari Rp 9.275/dollar AS.

Akan tetapi, persepsi risiko terhadap Indonesia tidak terlalu merosot. Bahkan kepercayaan investor asing masih cukup tinggi, terlihat dari kepemilikan di SUN. Ini karena performa perekonomian Indonesia relatif terjaga, terlihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen pada 2009. Pencapaian tersebut melebih ekspekstasi pemerintah, yaitu 4,3 persen.

Selain itu, laju inflasi juga relatif terjaga. Sepanjang 2009, laju inflasi Indonesia hanya 2,78 persen, terendah dalam 10 tahun terakhir. Memasuki 2010, tekanan inflasi memang cukup terlihat. Inflasi Januari tercatat sebesar 0,84 persen, sementara Februari 0,3 persen. Namun, laju inflasi yang terakselerasi lebih disebabkan oleh faktor musiman, yaitu belum masuknya musim panen padi. Dalam dua bulan pertama 2010, kenaikan harga beras menjadi penyumbang penting dalam pembentukan inflasi.

Akan tetapi, apabila kondisi di Yunani tidak segera diselesaikan, maka bukan tidak mungkin negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) bisa merasakan dampak yang cukup signifikan. Apalagi diperkirakan beberapa negara di Eropa seperti Portugal, Italia, dan Spanyol (keempat negara ini sering disebut PIGS/Portugal, Italy, Greece, Spain) juga mengalami masalah keberlangsungan fiskal.

Apabila penanganan kondisi di Yunani semakin tidak jelas, dan negara-negara Eropa lain akan mengalami masalah serupa, maka laju pemulihan ekonomi global akan semakin tersendat. Bukan tidak mungkin akan terjadi kembali keketatan likuiditas di tingkat global, seperti pada penghujung 2008, karena tidak ada saling percaya antar institusi.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com