Papua, Riwayatmu Kini

Bagikan artikel ini
I Nurdin, Mahasiswa Pascasarjana STIMA IMMI Jakarta
Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-71 baru saja berlalu. Usia Negara Indonesia yang tidak muda lagi, tetapi masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi-JK, khususnya yang berkaitan dengan kesejateraan rakyat. Hal ini juga berlaku bagi pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi-JK di Papua. Pemerintah terus melakukan kajian ulang terhadap pembangunan di Papua karena belum adanya fokus pembangunan yang menyeluruh sekaligus mekanisme pengawasan dari pembangunan dan pasca-pembangunan.
Pembangunan di wilayah Papua selama ini hanya terfokus di beberapa daerah saja, khususnya di wilayah-wilayah yang dekat dengan pantai. Sedangkan, di wilayah-wilayah pegunungan tengah, pembangunan seolah-olah berjalan lambat. Hal ini berdampak pada tuntutan kesejahteraan dari mayoritas masyarakat asli Papua yang “diboncengi” dengan tuntutan kemerdekaan dengan alasan pemerintah Indonesia tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
Dapat diakui jika anggaran pembangunan di Papua selama ini belum memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat dan ekonomi Papua. Anggaran yang besar mencapati Rp 61 Triliun tetapi tidak mampu meningkatkan kesejahteraan, sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat terkait penyaluran dan penggunaan anggaran oleh Pemda setempat. Dikhawatirkan, pihak Pemda melakukan penyalahgunaan anggaran sehingga perlu dilakukan sinkronisasi program dari pusat dengan Pemda, koordinasi, serta sistem pengawasan pembangunan.
Meskipun pembangunan di daerah Pegunungan Tengah selama ini masih berjalan lambat, akan tetapi masyarakat Pegungunan Tengah, khusususnya masyarakat di Kabupaten Puncak merasakan hal berbeda pada usia Negara Indonesia ke-71. Untuk kali pertama, dibangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kabupaten tersebut. Hal ini merupakan bukti nyata jika Pemerintah Indonesia perlahan-lahan membangun Papua sebagaimana program Nawacita “membangun dari pinggir”. Diharapkan, dengan adanya pembangunan ini, maka harga premium yang sebelumnya Rp 50 ribu per liter turun menjadi Rp 6.500 per liter, sementara harga solar menjadi Rp 5.500 per liter. Penurunan harga BBM ini akan berdampak pada penurunan harga kebutuhan pokok dan bahan bangunan sehingga pembangunan akan lebih berkesinambungan.
Prioritas pembangunan lain di Papua sesuai Nawacita “membangun dari pinggit” adalah pembangunan jalan Trans-Papua untuk membuka akses ke sejumlah daerah di Papua yang masih terisolasi, salah satunya Kabupaten Puncak. Wilayah Kabupaten Puncak memang dekat dengan Kabupaten Mimika, tetapi keterbatasan akses selama ini telah menyebabkan minimnya ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan publik. Dampak lainnya, harga barang-barang kebutuhan pokok di beberapa wilayah menjadi sangat mahal, berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat yang masih tergolong rendah. Keberadaan jalan yang direncanakan sepanjang 3.421,5 km itu diharapkan mampu mendorong perekonomian dan meningkat kesejahteraan masyarakat Papua.
Hal ini jelas membuktikan bagaimana negara hadir dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga tidak ada lagi alasan bagi masyarakat Papua menuntut berbagai macam keinginan yang cenderung pragmatis. Perlahan-lahan, kelompok yang menginginkan pemisahan kedaulatan dari Indonesia akan ditinggalkan oleh masyarakat Papua. Masyarakat Papua semakin terbuka wawasannya jika kelompok yang menuntut kemerdekaan Papua merupakan kelompok yang pragmatis, hanya menginginkan materi.
Bukti nyata jika kelompok yang menunutut pemisahan kedaulatan Papua adalah pernyatan kesetiaan 100 mantan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari berbagai kelompok seperti di Tingginambut, Yambu, dan Mewuluk melalui pembacaan ikrar kesetiaan yang dibacakan Boni Telenggen setelah pelaksanaan upacara peringatan HUT ke-71 RI yang dipimpin Bupati Puncak Jaya, Hanock Ibo di Mulia. Ikrar kesetiaan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah RI karena sudah menikmati pembangunan bersama masyarakat lainnya serta mengajak seluruh saudara-saudara masyarakat Papua yang masih berada di hutan dan berteriak “merdeka” seperti kelompok Tingginambut, Yambi dan Mewuluk turun dan bergabung dengan pemerintah RI. Para mantan anggota OPM itu juga mendesak kelompok-kelompok lainnya untuk berhenti berteriak merdeka karena mereka sudah merdeka 71 tahun bersama Indonesia, sehingga sekarang waktunya bekerja dan anak-anak belajar. Selain mengucapkan ikrar kesetiaan kepada NKRI, para mantan OPM juga membentangkan spanduk bertulis “Saya NKRI” sambil membawa bendera Merah Putih. Pernyataan sikap Eks TPN/OPM ditandatangani langsung oleh mereka yang dahulu selalu berjuang keras melawan pembangunan di wilayah Kabupaten Puncak Jaya, seperti Supir Murib, Maipor, Adidas, Bongkar Talenggen, Tendison Enumbi, dan Boni Talenggen.
Melihat bagaimana kehadiran negara dalam pembangunan kesejahteraan dan kemanusiaan di Papua, maka tidak ada alasan bagi masyarakat Indonesia untuk tidak mendukung semua program-program pemerintahan Jokowi-JK. Partisipasi aktif masyarakat perlu digalakkan, tidak ada tempat di Negara Indonesia bagi siapa saja yang menghambat pembangunan kesejahteraan, ekonomi, dan kemanusiaan.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com