Kilas Balik Gerakan Kembali ke UUD 1945
Setiap revolusi, reformasi, people power, atau apapun istilah, harus ada ide atau gagasan. Selain merupakan ‘ruh gerakan’, adanya ide guna memelihara komitmen dan konsistensi perjuangan, nilai-nilai, terutama tujuan perjuangan. Lazim bila orang-orangnya disebut ‘pejuang’.
Revolusi tanpa ide niscaya berbuah anarki tak bertepi. Ya. Tanpa tujuan pasti, revolusi cuma sekadar (‘pesta’) huru-hara. Ini yang mutlak dihindari.
Contoh ide revolusi seperti apa?
Pertama, ide pada Revolusi Belanda tahun 1566 ialah merebut kedaulatan dari tangan raja ke lembaga perwakilan rakyat;
Kedua, gagasan dalam Revolusi Amerika tahun 1776 memperjuangkan hak asasi manusia (HAM), bahwa semua manusia diciptakan setara dan memiliki hak-hak mendasar yang tak bisa dipisahkan dari manusia itu sendiri;
Ketiga, ide atau gagasan pada Revolusi Perancis tahun 1789 ialah memperjuangkan kesetaraan, terbebas dari kasta-kasta lagi setara di hadapan hukum dan negara;
Keempat, ide pada Revolusi Rusia 1917 memperjuangkan keadilan sosial; dan
Kelima, ide dalam Revolusi Indonesia 1945 silam bukan sekadar memperjuangkan hak-hak kebebasan mendasar, tetapi juga kebebasan menyatakan pendapat, berekspresi, berserikat, kebebasan berkumpul, dan lain-lain.
Ide alias gagasan dalam people power atau revolusi harus dinarasikan. Ini yang kerap disebut dengan istilah skenario atau planning (plan). Entah plan A, B, C, plan D, dan lainnya. Tergantung si narator. Atau, tanpa skenario tiba-tiba njebluk? Wah, yang ini di luar area kaum intelektual. Tak masuk dalam logika namun terjadi. Itu wilayahNya. Maka para pendiri bangsa (the Founding Fathers) mengakomodir areaNya serta membunyikan dalam Pembukaan UUD 1945:
“.. Atas berkat rahmat Allah, Tuhan Yang Mahakuasa.. “
Jadi, tidak ada kesombongan intelektual sama sekali di benak the Founding Fathers waktu itu. Tidak ada klaim bahwa kemerdekaan itu karya mereka. Bahwa semua atas petunjuk dan kehendakNya. The Founding Fathers hanya meng-klaim atas nama niat dan ikhtiar:
“.. dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur ..”
Masya Allah!
Setelah tahap perumusan ide dan narasi, langkah selanjutnya ialah eksekusi. Pada tahap ini, ada yang berjalan senyap (silent) tanpa asap mesiu, tetapi kerap kali revolusi penuh kegaduhan bahkan berdarah-darah menelan banyak korban jiwa. Mengapa? Sebab, hakiki revolusi itu menjebol tatanan lama, lalu mengganti dengan tatanan baru. Sudah barang tentu, kelompok atau golongan yang merasa nyaman dengan tatanan lama, pasti menolak serta melawan dengan segala kekuatannya. Maka benturan niscaya berlangsung sangat keras lagi dahsyat antara para pihak. Kronologisnya, kendati pihak yang nyaman hanya segelintir orang, namun nyaris memiliki segalanya baik uang, power, jaringan, strategi dan lain-lain, mereka akan melawan secara optimal.
Dalam catatan khusus, ada tiga clue pada tahap eksekusi ini, antara lain yaitu:
1. Kodrat. Mungkin ini yang dinamai wal ashri. “Demi Masa”. Tuhan bersumpah pada waktu-waktu atau masa tertentu. Kun. Maka jadilah! Namun, wal ashri itu ranahNya, bukan wilayah makhluk. Kita hanya menduga-duga kecuali orang “pilih tanding” mengetahui kapan wal ashri tiba;
2. Permintaan. Ini bisa dilakukan secara paksa melalui kekerasan atau nonkekerasan. Namun, setiap permintaan ada risiko, atau minimal punya konsekuensi. Risk appetite. Nah, ‘ekor permintaan’ sebelum wal ashri ini yang mutlak diwaspadai dan diantisipasi;
3. Hadiah. Entah hadiah dari pihak lama (penjajah) sebagaimana terjadi di jajaran negara dominion, protektorat, atau commonwealt. Tetapi, sebaik-baiknya hadiah ialah hadiah dari Tuhannya atas nama lelaku yang selama ini diupayakan (ikhtiar)/diperjuangkan.
Nah, perjuangan beberapa kelompok warga agar bangsa ini memberlakukan kembali UUD 1945 sesuai naskah asli dengan penguatan dan penyempurnaan melalui teknik adendum merupakan ide perjuangan supaya rakyat bisa menikmati hak-haknya terutama implementasi Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Hari ini, apabila di-breakdown, bahwa ide revolusi itu sudah ada yakni: ‘kembali ke UUD 1945 sesuai naskah asli melalui teknik adendum’. Itu singkatnya. Sedang narasi pun juga telah ada meski unsur-unsurnya relatif. Narasi bergerak sesuai eskalatif dan fluktuatif kondisi. Secara realitas atas nama ‘babat alas’, sudah ada orang-orangnya, misalnya, atau ada lembaganya baik formal maupun nonformal, terdapat jaringan, agenda, kronologis, dan lain-lain.
Di tahap eksekusi nanti, mau tidak mau, suka atau tidak suka — para pihak terkait menunggu apa yang disebut wal ashri. Atau, melalui permintaan dengan segala risk appetite. Ataupun menunggu hadiah atas nama kesabaran serta upaya yang telah diperjuangkan selama ini. Tuhan beserta orang-orang yang sabar.
Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak tamu tak diundang di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments