Pemilu 2014 Ciptakan Negeri Damai dengan Masyarakat yang Fastabiqul Khairat

Bagikan artikel ini

Wahyudi Adi, mahasiswa program doktoral Universitas Negeri Jakarta. Dosen di beberapa lembaga pendidikan

Pada tahun 2014 ini masyarakat Indonesia akan menggelar dua hajatan politik besar, lebih dari 150 juta akan memberikan hak pilihnya untuk memilih seseorang yang bakal berkuasa di ranah zamrut katulistiwa ini. Pertama, Pemilihan Umum Legislatif pada 9 April 2014 dan Pemilihan Umum Presiden pada 9 Juli 2014.

Sebagaimana lazimnya perebutan kekuasaan, hajatan ini juga akan menyertakan sengketa-sengketa, baik antar golongan, organisasi-organisasi, kelompok-kelompok bahkan bisa terjadi perselisihan dalam keluarga yang memiliki perbedaan pandangan dalam politik.

Namun tentu saja, sengketa politik itu merupakan pertaruhan sosial yang mahal, bisa jadi akan menyisakan keterpurukan ekonomi serta mengakibatkan merebaknya berbagai penyakit-penyakit sosial yang lain. Terlebih jika terus berkembang dan tidak terkendali akan menumbuhkan perselisihan sosial menahun dan berkepanjangan yang tentu akan sangat mencemaskan. Menyebabkan lingkungan sosial yang tidak nyaman, saling curiga mencurigai dan mudah sekali terpicu menjadi bentuk kerusuhan-kerusuhan. Dan bagaimana mungkin kita mampu menggapai keadilan dan kemakmuran di dalam lingkungan yang senantiasa bersitegang akibat tidak pernah tuntasnya sengketa-sengketa politik di tengah-tengah masyarakat.

Dalam Islam, banyak sekali riwayat bagaimana Rasullulah SAW seorang diri menyelesaikan berbagai konflik di antara masyarakat jahliyah pada masa itu. Tidak saja berbekal keteguhan hati dan kecerdasannya tetapi dengan lemah lembut dan sopan santun berhasil memikat ribuan masyarakat baik dari kaum muslimin maupun non muslimin. Misalnya dalam peristiwa Hajar Aswad oleh beberapa suku Quraish, konflik kaum Muhajirun dan Anshar, Piagam Madinah dengan kaum Yahudi dan Perjanjian Hudaibiyah yang terkenal. Betapa perilaku Rasullullah pada waktu itu telah mencerminkan makna Q.S. al-Anbiyâ’:107 yang berbunyi “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam

Dalam kehidupan post modern saat ini pun seorang cendekiawan Muslim Turki yang kini tinggal di Amerika Serikat, M. Fethullah Gulen menyatakan bahwa menempatkan ”Cinta, Kasih Sayang, Toleransi dan Pemaafan” sebagai pilar utama dalam menengahi sengketa dalam masyarakat. Dimulai dengan cinta, Gulen menyatakan bahwa cinta merupakan ”the most essential element in every being, a most radiant light, a great power that can resist and overcome every force”. (Unsur yang paling penting dalam setiap makhluk, cahaya paling bersinar, kekuatan besar yang dapat melawan dan mengatasi setiap kekuatan jahat).

Dalam hal Pemilihan Umum, meskipun secara substansial eksistensi demokrasi masih menimbulkan perselisihan di kalangan ulama, namun secara essensial seharusnya persoalan konflik politik akibat perebutan kekuasaan bisa di reduksi dengan meneladani  sikap dan perilaku Rasulullah SAW dengan prinsip-prinsip kasih sayang dan saling menghargai untuk menghindari segala bentuk pertentangan dan kekerasan.

Syeikh Abdul Aziz (Mufti Saudi Sekarang) yang juga merupakan salah satu ulama besar yang tidak mempersoalkan hal ikhwal Pemilihan Umum dalam sebuah tanya jawab menyatakan fatwanya bahwa mengikuti Pemilu merupakan tindakan memberikan pilihan untuk sebuah kebaikan, jadi yang penting bukanlah memperbaiki segala sesuatu, tetapi bagaimana kita memberikan sumbangsih dalam kebaikan. Maka, apabila ada banyak usaha (perbaikan) dari sana sini, tentu Allah akan mendatangkan banyak manfaat dengannya.

Menurut beliau orang-orang yang baik dan saleh, yang memiliki niat tulus dan pikiran yang baik itu sebaiknya mengikuti Pemilu untuk memberikan suaranya secara tulus dengan niatan untuk memperjuangkan sebuah kebaikan daripada tidak berpartisipasi sehingga tidak mampu memberikan sumbangsih apa-apa. Dengan demikian mereka tidak membuka kesempatan bagi yang lain, tapi bila mereka meninggalkan kesempatan tersebut dan memberikan kesempatan bagi yang lain, mereka tidak akan mampu mempengaruhi keadaan, sebaliknya mereka akan hilang dan disingkirkan, dan tidak akan ada ‘suara yang didengar’ sedikit pun dari mereka.

Masalahnya kembali kepada niat yang baik, jika tujuannya memperbaiki (keadaan) dan Allah mengetahui hal itu padanya, bahwa ia tidak masuk kecuali untuk memperbaiki dan meluruskan keadaan, maka taufiq Allah akan menyertainya. Tidak perlu pesimis, kita hendaknya ikut serta dan memberikan sumbangsih dalam kebaikan, serta berusaha mewujudkan pemilu yang bersih. Demikian ditegaskan oleh Syeh Abdul Aziz.

Jika seorang muslim memiliki niatan yang baik dan tulus untuk memperjuangkan kebaikan maka Allah SWT akan memberikan Taufik dan Hidayahnya. Maka jika jutaan kaum Muslimin memiliki sikap perilaku yang sama, yang terjadi adalah suatu kaum yang terdiri dari orang-orang yang berlomba-lomba untuk sebuah kebaikan atau  “Fastabqul Khairat”.

Dan jika negeri ini dipenuhi oleh orang-orang yang Fastabiqul Khairat, maka bisa dibayangkan tentang sebuah negeri yang damai yang dinaungi oleh Rahmat, Taufik dan Hidayah dari Allah SWT.

Selamat Merayakan Pemilihan Umum 2014 dengan damai. Semakin Jaya Republik Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com