Penembakan di Papua dan Skenario Referendum

Bagikan artikel ini

Rusman, Peneliti Global Future Institute

Gangguan keamanan di Papua berupa penembakan yang akhir-akhir ini sering terjadi, dimana kejadian terakhir terhadap mobil ambulance yang sedang membawa pasien, yang telah menyebabkan dua orang perawat meninggal. Penembakan dilakukan oleh sekelompok orang yang diperkirakan sekitar sepuluh orang belum lama ini, tidak diidentifikasi sebagai sesuatu kelompok penduduk anggota sesuatu suku tertentu, namun diperkirakan kelompok penembak condong merupakan unsur Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Demikian dikemukakan pengamat masalah politik nasional, Herdiansyah Rahman seraya menegaskan, penembakan dengan menggunakan senjata laras panjang yang hampir pasti hanya dimiliki kelompok- kelompok OPM.

Menurutnya, mobil ambulance adalah milik  RSUD sehingga pihak penghadang tahu persis tidaak ada pengawalan, sehingga penembakan pasti dapat dilakukan tanpa balasan. “Pihak OPM dengan demikian tidak mengharapkan untuk mengambil untung dari penembakan ini dengan jatuhnya korban TNI, tetapi efek pemberitaan yang pasti akan terdengar luas didunia, bahwa Papua tidak aman dan Pemerintah RI tidak menguasai keadaan,” tambahnya.

Menurut lelaki yang sering mengadakan penelitian di wilayah konflik ini, berita penembakan tersebut yang terjadi belum lama ini aktif dirilis oleh sebuah radio di Australia, termasuk aktif memberitakan pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dan Belanda, serta intensifnya aksi politik OPM di forum Negara-Negara Melanisea (Melanesia Spearhead Group/MSG, red).

Menurut Herdiansyah, tersiarnya berita-berita terkait dengan penembakan ini, harus dilihat sebagai strategi OPM dan pendukungnya untuk menekan RI agar di Papua diadakan referendum untuk menentukan nasib Papua. “Dewasa ini dikabarkan sedang berkunjung ke Papua, Perdana Menteri Solomon sebagai Pimpinan Forum Negara-Nergara Melanisea, untuk melihat situasi di Papua,” ujarnya.

Oleh sebab itu, tambah Herdiansyah, pemerintah jangan melihat kasus-kasus penembakan yang akan banyak terjadi seperti insiden tanggal 31 Juli 2013 di Puncak Senyum Papua sebagai kasus taktis, tetapi sebuah pelaksanaan strategi untuk menginternasionalkan masalah Papua yang berujung dengan referendum seperti kasus  Timor Timur.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com