Konstelasi politik di Timur Tengah kembali memanas menyusul pernyataan Presiden Donald Trump terhadap dimungkinkannya perang terbuka antara Washington dan Teheran. Lepas dari tuduhan Trump terhadap Iran yang dianggap punya kaitan dengan jaringan teroris dan berpotensi mengancam kepentingan AS di kawasan. Iran pun telah bersiap untuk melakukan “jual beli” senjata dan rudal dengan AS.
Baru sebatas perang sarat antara AS dan Iran, salah satu negara di Timur Tengah seperti Irak memprediksi semakit menguatnya ketegangan antara Washington dan Teherean. Belakanga ini,
tokoh Irak Muqtada As-Sadr memperingatkan agar tidak ada yang menarik Irak ke dalam kemungkinan konflik antara AS dan Iran.
Selama beberapa pekan belakangan ini, ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat. Sementara, AS mengerahkan kelompok kapal perang dan satuan pembom ke Timur Tengah, dengan alasan adanya ancaman dari Iran.
Pekan lalu, The New York Times mengutip keterangan sumber intelijen yang mengatakan bahwa Iran baru-baru ini telah mengerahkan kapal militer yang dipersenjatai peluncur rudal di Teluk, sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai kemungkinan konflik.
Pada Ahad (19/5), Presiden AS Donald Trump memberitahu Iran agar tidak mengancam Amerika Serikat, dan mengatakan itu akan menjadi “akhir resmi” Teheran.
Awal Mei ini, AS mengirimkan kapal induk Abraham Lincoln ke perairan Teluk Persia sebagai balasan atas laporan intelijen bahwa Iran telah memberi proksi lampu hijau untuk menyerang personil AS dan aset AS di kawasan itu.
Seperti disampaikan beberapa sumber CNN, bahwa elemen kunci tersebut akan memberikan pembenaran kepada pemerintahan Trump untuk memerangi Iran dengan memberlakukan resolusi serangan teroris 11 September 2001, di mana presiden memiliki wewenang menggunakan kekuatan militer, jika diperlukan.
Dalam undang-undang mengenai penggunaan kekuatan militer, presiden diberi kewenangan menggunakan kekuatan militer menghadapi negara, lembaga, atau orang yang dia anggap merancang, mengizinkan untuk melakukan, atau membantu serangan teroris pada 11 September 2001.
Sementara kesan Trump berseberangan dengan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Penasehat Keamanan AS John Bolton disebut sebagai upaya mengecoh Iran seolah terjadi konflik di antara mereka.
Pentagon dan Agenda Penaklukan Dunia
“The World Commanders’ Areas of Responsibility” mendefinisikan rancangan militer global Pentagon, yang merupakan salah satu dari agenda penaklukan dunia. Penyebaran militer ini terjadi di beberapa wilayah secara bersamaan di bawah koordinasi komando Amerika Serikat (AS) regional, yang melibatkan penimbunan sistem senjata buatan AS oleh pasukan AS dan negara-negara mitra, beberapa di antaranya adalah bekas musuh, termasuk Vietnam dan Jepang.
Konteks saat ini ditandai oleh pembangunan militer global yang dikendalikan oleh satu negara adidaya dunia, dengan memanfaatkan sekutu-sekutunya untuk memicu perang regional.
Sebaliknya Perang Dunia II merupakan gabungan dari perang regional yang terpisah. Mengingat teknologi komunikasi dan sistem persenjataan pada tahun 1940-an – berbeda jauh dengan perkembangannya yang terjadi saat ini – di mana tidak ada koordinasi strategis real time dalam tindakan militer di antara wilayah geografis yang luas.
Sekali lagi, peperangan global lebih didasarkan pada pengerahan kekuatan militer tunggal yang terkoordinasi, dengan mengawasi sepak terjang sekutu dan mitranya.
Kecuali Hiroshima dan Nagasaki, Perang Dunia II ditandai dengan penggunaan senjata konvensional. Perencanaan perang global bergantung pada militerisasi angkasa luar. Jika perang ditujukan terhadap Iran, tentunya bukan hanya senjata nuklir yang digunakan, namun juga keseluruhan sistem senjata canggih, termasuk senjata elektrometrik dan teknik modifikasi lingkungan (ENMOD) juga digunakan.
Iran Menjadi Sasaran Pendahuluan
Tujuan strategis jangka menengah dari perang global adalah menargetkan Iran dan menetralisir sekutu-sekutunya melalui diplomasi senjata api. Adapun tujuan militer jangka panjang adalah langsung menargetkan Cina dan Rusia, yang selama ini dikenal lebih memihak Iran dari segala tekanan AS dan sekutu-sekutunya.
Patut dicermati bahwa saat ini Iran memang menjadi target langsung pemerintahan Presiden AS Donald Trump dan menjadi agenda militer global. Hal ini ditandai dengan ditempatkannya pasukan AS yang bukan hanya terkonsentrasi di Timur Tengah dan Asia Tengah.
Pengerahan pasukan koalisi dan sistem persenjataan canggih oleh AS, NATO dan mitranya terjadi bersamaan hampir di semua wilayah utama di Dunia.
Maka, seperti dalam salah satu simpulan dari seminar terbatas Global Future Institute (GFI) belum lama ini, sepak terjang militer AS di lepas pantai Korea Utara termasuk adanya perang di kawasan memang sepertinya menjadi bagian dari desain global itu.
Kesimpulan GFI itu sangat beralasan, mengingat dalam mengimbangi pengaruh dan kekuatan Rusia dan Cina di kawasan misalnya, AS, NATO, termasuk adanya latihan militer sekutu atau latihan perang, penyebaran senjata, dan lain-lain dilakukan secara bersamaan di lokasi yang selama ini menjadi hotspot geopolitik utama.
Sebut saja misalnya bahwa apa yang terjadi di Semenanjung Korea, Laut Jepang, Selat Taiwan, Laut Cina Selatan sangat mengganggu kepentingan Cina. Begitu juga dengan penyebaran rudal Patriot di Polandia, pusat peringatan dini di republik Ceko, termasuk penyebaran angkatan laut di Bulgaria dan Rumania di Laut Hitam yang berpotensi mengancam Rusia. Belum lagi penyebaran pasukan AS dan NATO di Georgia dan penempatan angkatan laut yang tangguh di Teluk Persia termasuk kapal selam Israel yang sengaja diarahkan untuk menyerang Iran.
Pada saat bersamaan apa yang terjadi di Mediterania Timur, Laut Hitam, Karibia, Amerika Tengah dan wilayah Andean di Amerika Selatan adalah wilayah militerisasi yang saat ini sedang berlangsung. Adapun, di Amerika Latin dan Karibia, ancaman diarahkan terhadap Venezuela dan Kuba.
Dari gambaran di atas, maka bukan isapan jempol kalau skenario Perang Dunia III bakal terjadi suatu saat nanti. Lihat saja misalnya bagaimana AS melakukaan transfer senjata berskala besar di bawah bendera “bantuan militer” AS ke negara-negara tertentu, termasuk kesepakatan senjata 5 miliar USD dengan India agar mampu membangun kemampuan militernya untuk menghadapi Cina. (Global Times, 13 Juli 2010).
AS juga memiliki perjanjian kerjasama militer dengan sejumlah negara Asia Tenggara yang melibatkan “bantuan militer” serta partisipasi dalam latihan perang yang dipimpin A.S di Pacific Rim (Juli-Agustus 2010). (Global Research, 16 Juli 2010).
Demikian pula dengan rencana serangan terhadap Iran, AS mempersenjatai negara-negara Teluk (Bahrain, Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab) dengan rudal pencegat darat, Patriot Advanced Capability-3 dan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) serta pencegat rudal Missile-3 berbasis laut yang dipasang di kapal perang kelas Aegis di Teluk Persia.
Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)