Perang Antar Mafia di Indonesia

Bagikan artikel ini

Sukmadji Indro Tjahyono

Beberapa waktu yang lalu dua mafia narkoba di Meksiko saling berperang. Aparat kepolisian dan militer, bahkan para pengambil kebijakan dan otoritas lokal tidak berdaya. Begitu perkasa dan berjayanya para mafia, sehingga salah satu kantor Kepolisian Daerah di Meksiko sulit mencari satu pria yang mau menjadi kepalanya. Mafia narkoba di Meksiko sudah masuk ke semua jaringan; baik sektor negara (yudikatif, legislatif, dan eksekutif) maupun non-negara.

Bahkan kepala Negara meksiko harus “diback-up” oleh intelijen asing untuk melawan mafia narkoba. Para mafia narkoba di Meksiko bekerja seperti para mafia yang ada di Indonesia. Mafia di Indonesia itu antara lain: mafia hukum (mafia makelar kasus), mafia (pengemplang) pajak, mafia proyek pembangunan/pengadaan, mafia judi, mafia jabatan, dan lain-lain.

Mafia

Ciri-ciri mafia terpenting adalah pembentukan jaringan rahasia/bawah tanah yang meliputi semua wakil lembaga negara (yudikatif, legislatif, dan eksekutif) serta hirarki di bawahnya seperti birokrasi, militer, pihak keamanan, intelijen, lembaga peradilan, dan lain-lain. Sifatnya sebagai jaringan itulah yang membuat mafia narkoba menjadi kuat. Anggota jaringan mafia bekerja mendeliver apa saja yang dituntut sang bos untuk menyukseskan pengadaan dan perdagangan narkoba.

Siapa saja anggota jaringan mafia narkoba, tidak ada orang yang tahu. Dan sejauh melibatkan berbagai pihak, kepentingan-kepentingan yang bermain di belakang mafia juga menjadi beraneka-ragam, dari A-Z. Harus diingat pula falsafah utama para mafia adalah menjalankan operasi siluman demi mengamankan kepentingan bernilai tinggi apakah itu bisnis, orang yang punya uang (orang kaya), atau kekuasaan yang memiliki akses kepada sumber-daya.

Bisa dibayangkan bagaimana jika para mafia itu berperang, karena posisi mereka yang di atas negara (above the state) atau sama dengan negara itu sendiri (beyond the state). Negara dan masyarakat tentu akan menjadi obyek mainannya, apalagi hukum. Spektrum kegiatan mereka terbentang dari yang legal, ilegal, sampai ekstra-legal.

Mereka melakukan aktifitas dengan hukum yang mereka tentukan sendiri, karena para mafia juga bisa mempengaruhi lembaga pembuat hukum (legislatif), lembaga penegak hukum, dan lembaga peradilan. Dengan kekuasaan, kekuatan, dan uang semua proses hukum mereka kendalikan. Karena itu Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum saebenarnya ibarat ”kambing congek” di hadapan realitas ini.

Orang-orang Kuat

Bentuk negara yang memberi kesempatan luas bagi para mafia adalah plutokrasi. Plutokrasi adalah negara yang dikendalikan oleh orang-orang yang punya uang. Uang adalah alat dan sekaligus tujuan dari semua kegaiatan yang ada di masyarakat.

Plutokrasi bisa berlangsung sistemik, tetapi tidak dikenal dalam khasanah sistem sosial yang lazim. Secara ideologi, plutokrasi dilatar-belakangi oleh gagasan-gagasan primitif dan sub-human. Inilah ”ideologi” saat manusia belum dimanusiawikan (humanisasi), tetapi masih hidup seperti hewan dengan instink dan tanpa ”etika”. Bentuk negara-bangsa (nation-state) yang demokratis bisa mengalami involusi menjadi plutokrasi yang mungkin sama-sekali tidak dibayangkan ketika diproklamirkan.

Involusi atau kemunduran peradaban satu bangsa atau negara terjadi karena beberapa sebab. Salah satu sebab adalah kegagalan memilih para pemimpinnya pada saat mereka harus memahami dan mengarungi gelombang perubahan dunia. Bangsa dan negara ini kemudian tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dan gagal menjadi satu negara yang diidamkan.

Konstruksi negara yang diidam-idamkan telah dihancurkan oleh perilaku orang-orang kuat dalam masyarakat sebelum negara itu sendiri menguat. Orang-orang kuat ini secara struktural dan historis adalah penguasa modal sejak dahulu. Mereka bertambah kuat dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan dari negara yang baru saja menata diri dan mempecundangi ”negarawan” palsu yang bisa bercokol dengan menggunakan uang dan cara-cara yang curang.

Equilibrium
Pada situasi seperti itulah para mafia dan orang-orang kuat itu kini berperang. Dalam kontek ini tidak ada lagi hukum dan tidak ada lagi tata-negara. Semua dikendalikan orang-orang kuat yang hanya percaya ”uang adalah alat dan sekaligus tujuan”.

Orang tidak penting lagi berteriak tentang penegakan hukum dan keadilan. Semua jabatan dan kedudukan dalam negara ada dan dibuat hanya untuk diperdagangkan secara eceran. Persoalan kita sekarang adalah ada dua mafia besar yang sedang bersaing dan celakanya tidak ada medan laga yang memiliki ring yang jelas.

Masing-masing mafia memiliki kelemahan masing-masing dan justru kelemahan itulah yang akan menjadi basis tawar-menawar dan tukar-menukar kepentingan antar mereka. Kelemahan pihak yang satu adalah keunggulan dari pihak yang lain. Kini kondisinya tidak seimbang  ,satu mafia merasa terpojok karena terlalu banyak kelemahan yang dieksploitasi oleh mafia yang lain guna mendapatkan keunggulannya.

Equilibrium atau keseimbangan tentu harus dicapai kembali, itulah esensi dari tujuan peperangan. Andaikata salah satu mafia itu SBY dan mafia yang lain adalah Aburizal Bakrie (Ketua Umum Golkar dan Ketua Sekretariat Gabungan Parpol Pendukung SBY), keduanya kini sedang berperang untuk  mendapatkan keseimbangan baru. Rupanya masa bulan madu paska ribut-ribut skandal Bank Century sudah selesai.

Sebelumnya skandal Bank Century telah dibongkar oleh Aburizal Bakrie Cs (semula termasuk PDIP, Hanura, dan Gerindra).Tetapi proses pembongkaran dan pengusutan Bank Century kemudian dihentikan oleh Aburizal Bakrie Cs. Rupanya hal ini ditukar dengan permintaan agar tuntutan terhadap pengemplangan pajak 1,5 triliun dari perusahaan-perusahaan Aburizal Bakrie ”dihentikan” oleh SBY.

Tetapi setelah itu, tanpa disangka-sangka, muncul faktor ”Susno” (Susno Duadji). Susno Duadji yang dikorbankan dalam kasus Bibit-Chandra (”Cicak Vs Buaya”) tiba-tiba membongkar skandal di lingkungan POLRI terkait mafia pajak yang melibatkan aktor utama Gayus Tambunan. Dalam pengadilan, Gayus Tambunan ”menyanyi” dan mengaku bahwa tiga perusahaan Aburizal Bakrie telah menyuap 100 miliar rupiah untuk mengemplang pajak. Nyanyian Gayus Tambunan ini serta-merta menambah peluru alias posisi tawar SBY terhadap Aburizal Bakrie, sehingga mengubah equilibrium sebelumnya.

Insinuasi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum
Dalam beberapa kali pengadilan Gayus Tambunan, fakta penyuapan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Aburizal Bakrie dibiarkan saja bergaung. Presiden SBY, yang dalam mempertahankan kekuasaannya memanipulasi kewenangan kejaksaan dan kepolisian, berlagak pilon dan berdalih tidak bisa mencampuri urusan hukum. Padahal semua pihak tahu persis bahwa Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI adalah orang-orang yang dekat dengan SBY.

Polisi sendiri juga tampak mendua dalam menangani kasus Gayus Tambunan (Mafia Pajak), karena terlalu banyak pihak (Kejaksaan dan Kepolisian) yang akan terseret dalam kasus ini. Pada saat Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan memproses kasus Gayus Tambunan pun; entah oleh siapa; isu-isu negatif yang melibatkan kejaksaan dan kepolisian terus terbongkar, misalnya skandal rekening gendut petinggi POLRI.

Pembongkaran isu-isu yang melibatkan kejaksaan atau kepolisian/Brimob ini seolah-olah sebagai cara untuk membuat kocar-kacir ”pasukan-pasukan” SBY. Sementara Aburizal Bakrie sendiri terancam oleh kasus penyuapan yang dilakukan perusahaannya terhadap Gayus. Jika kasus penyuapan ini terus berproses dan Aburizal Bakrie terlibat, maka dapat dipastikan ia tidak boleh mengajukan diri sebagai kandidat presiden tahun 2014.

Inilah yang membuat gusar Aburizal Bakrie dan ia perlu mengusahakan agar pengakuan Gayus Tambunan yang menyatakan telah disuap oleh perusahaan-perusahaannya dicabut. Kepergian Gayus Tambunan ke Bali untuk ”refreshing”/menonton pertandingan tenis internasional, ketika Aburizal Bakrie berada di lapangan tenis yang sama, tentu bukanlah kebetulan. Apalagi timbul dugaan keduanya telah bertemu beberapa saat di suatu hotel milik BUMN Perminyakan di Bali.

Mudah untuk ditebak bahwa pembicaraan keduanya berkisar pada pencabutan keterangan Gayus Tambunan yang berkaitan dengan suap yang dilakukan perusahaan Aburizal Bakrie. Atau sekurang-kurangnya Gayus mengaku bahwa keterangan itu diberikan atas insinuasi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.  Tidak perlu dipersoalkan bahwa atas jerih-payah itu, Gayus akan mendapat kompensasi paska penahanannya.

Siapa Terseret?
Gayus tidak perlu takut tentang konsekuensi jika ia harus mempertanggung-jawabkan kepergiannya ke Bali. Apa yang dilakukan oleh Gayus Tambunan juga dilakukan oleh besan SBY, Aulia Pohan, pada saat ia ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua. Gayus bisa menyeret siapa saja yang pernah menyuap dan disuap, yang kalau ini dilakukan akan sepuluh kali lebih dahsyat dari sekedar ledakan Merapi.

Kini kita tinggal menunggu apa sikap yang akan diambil SBY terhadap kasus Gayus Tambunan, baik yang terkait kasus mafia pajak maupun kasus kepergiannya ke Bali. Jika ia benar-benar ingin menyeret para mafia pajak ke meja hijau, sudah siapkah SBY menghadapi kembali skandal Bank Century dipersoalkan kembali. Atau sudah siapkah ia menghadapi kenyataan jika 46 perusahaan yang ditangani Gayus dan pengemplang pajak lain mungkin adalah perusahaan minyak Amerika yang beroperasi di Indonesia. Perang antar mafia tentu belum lagi berakhir***

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com