Di depan para pemimpin dunia yang menghadiri sidang umum di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan dunia tidak perlu mencari sosok pahlawan super pada masa-masa sulit seperti sekarang.
Masa di mana dunia menghadapi tantangan global kompleks, instabilitas dan konflik di mana-mana, kemiskinan, kesenjangan dan faham nasionalisme sempit.
“Di masa seperti ini, kita sering salah melihat ke kepemimpinan yang hanya memiliki kekuatan besar, kepemimpinan yang memiliki kekuatan layaknya superhero,” kata Jusuf Kalla ketika menyampaikan pernyataan Indonesia di sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, Kamis.
Dunia tak perlu memanggil para pahlawan super yang tergabung di tim Avengers atau Justice League, tokoh-tokoh fiktif dalam komik populer yang lahir di Amerika Serikat.
“Kita yang berada di ruang ini adalah para pemimpin dunia. Secara kolektif kita memiliki kekuatan layaknya superhero,” kata Jusuf Kalla.
Dunia, ia melanjutkan, hanya harus memanfaatkan kemauan, keberanian, kekuatan, perasaan iba, perasaan tanpa pamrih, serta kerendahan hati mereka untuk menuju dunia yang lebih baik.
Pesan Indonesia jelas, bahwa menciptakan perdamaian, kesetaraan dan keberlanjutan dalam masyarakat dunia butuh kepemimpinan global dan tanggung jawab bersama, karena tak akan pernah ada kepemimpinan yang efektif tanpa tanggung jawab yang tulus.
Komitmen dan tanggung jawab dunia untuk perdamaian harus bisa disebarkan di seluruh bagian dunia, termasuk Timur Tengah.
Dukungan untuk Palestina
Indonesia berulang kali menegaskan komitmennya dan juga dunia untuk mendukung perwujudan negara Palestina yang merdeka melalui Solusi Dua Negara untuk meredam konflik di wilayah tersebut.
“Komitmen kita terhadap perdamaian akan dipertanyakan jika kita tidak bisa menyelesaikan konflik Palestina-Israel,” kata Wakil Presiden.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun menegaskan bahwa Indonesia akan menggunakan setiap pertemuan dan forum yang ada di kawasan untuk menyuarakan dukungan bagi Palestina karena saat ini Palestina sedang berada di persimpangan.
Berada di persimpangan karena proses perdamaian Palestina berhenti sementara dan ada rencana perdamaian yang diusulkan oleh Amerika Serikat tapi belum jelas juntrungannya. Belum lagi masalah pengungsi Palestina yang tersebar di sejumlah negara seperti di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat dan Gaza.
Setelah Amerika Serikat memutuskan menghentikan bantuan pendanaan untuk UNRWA pada awal September, badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina itu mengalami defisit anggaran sekitar 440 juta dolar AS sehingga kesulitan menjalankan program tahun ini.
Padahal badan bantuan itu menjadi andalan bagi sekitar 5,3 juta pengungsi Palestina, yang sebagian besar keturunan dari 700.000 warga Palestina yang terusir dari rumah mereka dalam Perang 1948 yang menyebabkan lahirnya Israel.
Defisit anggaran badan bantuan itu sekarang 60 persen di antaranya sudah tertutup, tersisa 40 persen atau sekitar 180 juta dolar AS lagi yang harus dipenuhi.
Guna membantu menutup defisit UNRWA, Indonesia berkomitmen meningkatkan bantuan sukarela dan berupaya membantu penggalangan dana dari masyarakat untuk badan bantuan tersebut.
Indonesia melakukan upaya-upaya itu bukan hanya untuk memenuhi hak dasar pengungsi, namun juga untuk menjaga stabilitas di kawasan.
“Apabila fasilitas yang diberikan kepada pengungsi ini semua dihentikan maka kita akan bisa membayangkan yang berada di sekolah bisa berada di jalan dan ini akan sangat mungkin menimbulkan instabilitas,” kata Retno.
Di samping itu, keputusan Amerika Serikat secara sepihak mengakui Jerusalem sebagai ibukota Israel bisa mengancam status quo kota suci tersebut.
Dan situasi sekarang tidak hanya melukai proses perdamaian tapi juga menghancurkan harapan masyarakat Palestina, harapan bagi negara Palestina yang merdeka.