Pilpres dan Utang Luar Negeri

Bagikan artikel ini

Amril Jambak, Wartawan di Pekanbaru, Riau sekaligus peneliti di Forum Dialog Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

BANK INDONESIA (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada bulan Februari 2014 sebesar 272,1 miliar dollar AS atau tumbuh 7,4 persen dibandingkan posisi di bulan yang sama pada tahun 2013.

“Posisi ULN pada Februari 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 129,0 miliar dollar AS dan ULN sektor swasta 143,1 miliar dollar AS. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ULN pada Februari 2014 tercatat sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2014 sebesar 7,2 persen (yoy),” tulis BI dalam pernyataan resmi, Jumat (18/4/2014).

Peningkatan pertumbuhan ULN pada Februari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan posisi ULN sektor publik (utang pemerintah dan bank sentral). Adapun pertumbuhan ULN sektor swasta melambat.

ULN sektor publik tumbuh sebesar 3,2 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (yoy). Sementara itu, posisi ULN sektor swasta tumbuh 11,6 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,5 persen (yoy).

“Bank Indonesia memandang berbagai perkembangan ULN sampai Februari 2014 masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal. Ke depan, Bank Indonesia tetap memantau perkembangan ULN Indonesia, khususnya ULN swasta, sehingga dapat optimal mendukung ketahanan dan kesinambungan perekonomian Indonesia,” tulis BI.

Bahkan sebelumnya, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Hendy Sulistiowaty mengatakan, utang luar negeri sektor swasta Indonesia juga di dominasi oleh utang jangka panjang. Utang luar negeri swasta Indonesia mencapai US$ 99,8 miliar (Rp 1.197 triliun). ”Utang swasta jangka panjang sebesar 71,1 persen dari total utang luar negeri swasta,” kata Hendy di Gedung Bank Indonesia, Kamis, 20 Februari 2014.

Ia mengatakan, secara instrument utang swasta ada yang berbentuk perjanjian pinjaman (loan agreement) dengan nilai mencapai US$ 91,3 miliar (Rp 1.095 triliiun) atau setara dengan 66,6 persen.

“Kreditor kita yang swasta kalau ngutang itu pakai loan agreement. Jadi dia bukan isu obligasi,” ujar dia. Ia menjelaskan, sebagian besar utang luar negeri tersebut dilakukan oleh koorporasi non-keuangan (perusahaan-perusahaan) dan bukan bank ataupun lembaga keuangan.

Utang luar negeri swasta yang dimiliki koorporasi non-keuangan, dia menjelaskan, bernilai mencapai US$ 108,6 miliar. Sedangkan utang perbankan hanya sebesar US$ 24,1 miliar atau setara 17,2 persen.

Menurut dia, dilihat dari bidang usaha, peminjam utang luar negeri dari swasta bergerang di bidang keuangan (26,21 persen), manufaktur (20,45 persen), pertambangan (18,27 persen), dan listrik (11,57 persen).

Bidang usaha lainnya seperti pengangkutan (7,49 persen), perdagangan (5,28 persen), pertanian (5,58 persen), bangunan (0,58 persen), jasa-jasa (0,69 persen) dan lainnya (3,88 persen). “Satu sampai empat ini yang biasanya menjadi peminjam,” kata Hendy.

Dengan kondisi tersebut, saatnya Indonesia memiliki pemimpin yang memiliki komitmen untuk men-stop ULN tersebut.

Sejauh ini, penulis mencatat, barulah Prabowo Subianto yang berani berbicara masalah ULN tersebut.

Mantan Danjen Kopasus pernah suatu ketika menyatakan untuk menjadwalkan kembali ULN. Bahkan dia menyatakan akan mengalihkan dana alokasi pembayaran ULN untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi yang murah serta ramah lingkungan.

Selain menjadwalkan kembali utang negara, Prabowo juga akan menyelamatkan kekayaan negara dengan melakukan negosiasi ulang kontrak-kontrak di bidang energi dan pertambangan yang merugikan kepentingan nasional.

Prabowo Subianto menyatakan, untuk menguatkan perekonomian nasional butuh sinergi besar dengan memanfaatkan perbedaan bangsa ini.

Karena itu, Prabowo meminta sesama warga negara tidak perlu saling menjatuhkan. “Harus ada sinergi agar bisa menjadi satu kekuatan ekonomi yang dahsyat,” katanya.

Pemerintahan juga perlu pembentukan program pembangunan berbasis incorporated, yang merupakan hasil kerja sama sinergis tiga pilar pembangunan yakni kalangan akademisi, masyarakat bisnis, dan pemerintah. Melalui pembangunan ini, bisa dicapai kesejahteraan bersama.

Menurut Prabowo, konsep incorporated dipraktikkan di Jepang, Singapura dan Malaysia. Hasilnya, satu ekonomi bisa menjadi kekuatan besar. “Bukan saling menyalahkan dan kaya sendiri,” katanya.

Menurut penulis, konsep yang disampaikan Prabowo Subianto tersebut sudah bisa menjawab pertanyaan masyarakat. Karena sudah memberikan jawaban logis tentang tekadnya untuk membuat kebijakan terhadap utang luar negeri. Selanjutnya tentunya kita tunggu juga pernyataan dari capres yang bakal maju dalam pilpres.

Rakyat pasti akan memperoleh pendidikan politik yang sehat. Dan dengan kondisi ini, rakyat juga akan terbantu menentukan pilihannya pada Pilpres 9 Juli 2014.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com