Poerba

Bagikan artikel ini

Ia orang beruntung. Seandainya tidak bertemu lelaki Belanda itu ia mungkin akan tetap jadi orang bergajul di Surakarta dan pasti tak bakalan jadi guru besar UI.

G.A.J Hazeu, profesor ahli sastra Jawa klasik, tak ragu mengundangnya ke Belanda menjadi asistennya di Universitas Leiden.
Pakar Belanda itu bertemu Raden Poerbatjaraka (1884 – 1964) ketika ia melakukan riset naskah kuno di Surakarta. Saat itu ia butuh orang yang mampu melakukan klasifikasi bahan juga punya kamampuan membaca naskah dengan baik.

Melihat penguasaannya atas sastra Jawa kuno ia disarankan kuliah dan pada saat yang sama tetap mengajar sebagai asisten.

Tanggal 11 Juni 1926 ia masuk masuk ruang promosi doktor dan membaca disertasi Agastya in den Archipel dengan Hazeu sebagai promotor.

Dengan begitu ia mungkin doktor kedua setelah Hussein Dajadiningrat (promosi 3 Mei 1913). Utang budinya kepada Hazeu terdengar liris. Ketika saya menggelepar dalam lumpur kehinaan di Surakarta dan mengacungkan tangan minta tolong tuanlah yang menyambut dan menolong saya, tulisnya dalam pengantar disertasi.

Dalam pandangan Hazeu pengetahuan Poerbatjaraka yang kaya dapat diharapkan penggalian dan penafsiran teks sastra klasik yang lebih tepat dan segar.

Bagi profesor perintis epigrafi di Nusantara itu ketepatan tafsiran terhadap suatu teks kuno harus dimulai dari etimologi baik dalam naskah maupun prasasti.

Mereka yang pernah jadi mahasiswanya pasti ingat kadang kuliah dua jam setengahnya habis mengosak-asik kata yang tertulis di prasasti.

Poerba tak pernah menyembunyikan kekagumannya pada Hazeu. Dalam beberapa karyanya ia selalu menyebut nama orang Belanda itu dengan penuh hormat.

Ia bukan hanya asistennya, juga menganggap Hazeu orang yang memberi jalan pengetahuan kepadanya.

Darwati Utieh, wartawan senior

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com