Gagasan Strategis Di Balik Skema Belt Road Initiative (BRI) Cina

Bagikan artikel ini

Kunci untuk memahami modernitas Cina, seperti halnya modernitas di Barat, terletak bukan pada perangkat keras melainkan justru pada perangkat lunaknya seperti bahasa, adat istiadat, cara-cara berhubungan, nilai dan kepercayaan. Begitu menurut Martin Jacques dalam bukunya bertajuk When the China Rules the World.

Dengan begitu, menurut penuturan Martin Jacques, dalam memahami proses memodernisasikan Asia Timur, tak terkecuali di Cina, masa lalu dan masa kini, tidak sepenuhnya terpenggal. Bahkan masa kini dilapisi dengan masa lalu maupun masa depan. Berarti masa lalu dan masa depan disatukan dalam modernitas Asia Timur, tak terkecuali di Cina, dengan cara yang berbeda dari modernitas di Barat.

Mengutip sejarawan Cina Wang Gungwu, Masyarakat Cina sejatinya hidup di dalam dan dengan sejarah mereka, betapapun jauhnya, dengan kadar yang sangat berbeda dari masyarakat manapun di dunia. Sarjana Cina Jin Guantao malah lebih tegas lagi mengatakan bahwa satu-satu mode keberadaan Cina adalah berpaling ke masa lalu. “Taka da mekanisme yang bisa diterima dalam kebudayaa bagi Cina untuk menghadapi masa kini tanpa bersandar pada ilham dan kekuatan tradisi.

Sarjana Cina lainnya, Huang Ping mengatakan;

“Cina adalah sejarah hidup, Di sini nyaris setiap peristiwa dan proses yang terjadi sekarang terkait erat dengan sejarah, dan tidak bisa dijelaskan tanpa memperhitungkan sejarah. Bukan Cuma kalangan intelektual, pegawai negeri dan pengusaha dan masyarakat awam pun punya kesadaran sejarah yang kuat, seminim apa pun pendidikan formal yang dikecap orang, mereka hidup dalam sejarah dan bertindak sebagai ahli waris serta juru bicara sejarah itu.” 

Berdasarkan cara pemikiran para pemimpin Cina itulah mereka membangun landasan pemikiran yang khas untuk merumuskan kebijakan luar negerinya. Visi Nasional Cina yang dicanangkan Deng Xiaoping sejak akhir 1970an adalah Memodernisasikan Masyarakat Sosialis Berwatak Cina. Dengan kata lain “Iman Perjuangan” Cina tetaplah sosialisme, namun karena berwatak Cina, berarti tidak mengikuti ortodoksi maupun menempuh rute sebagaimana skema Marxisme Leninisme maupun Komunisme Eropa Barat.

Lantas, bagaimana para pemimpin Cina menyerap ilham dari sejarah Cina masa lalu dalam menjabarkan kebijakan luar negerinya dalam berhubungan dan bekerja sama dengan negara-negara lain? Pertama dengan berpedoman pada Sosialisme berkarakter Cina, maka dalam konsepsi pembangunannya, Cina dalam bayangan masa depannya, akan mengembangkan konsep Berbagi Kekayaan dan Kemakmuran.

Peter Koenig dalam sebuah artikelny di situs Global Research,  menulis bahwa visi Cina tentang kemakmuran bersama ketika diaplikasikan untuk menjalin kerja sama antar-negara, berpedoman pada sebuah prakarsa untuk membangun suatu dunia yang lebih adil atas dasa prinsip “Berbagi Kemakmuran dan Kekayaan Bersama.”

Sebagaimana nantinya diaplikasikan dalam Strategi Nasional bernama Silk Road Maritime Initiative, dan program Belt Road Initiative (BRI) atau One Belt One Road (OBOR), konsepsi Kemakmuran dan Kekayaan Bersama dijadikan dasar untuk menjalin kerja sama strategis dengan negara-negara baik di kawasan Asia, Afrika, Timur-Tengah dan Amerika Latin.

Baca: China’s Concept of Development: Its Vision on “Common Prosperity”

Begitulah. Kemakmuran Bersama merupakan elemen kunci dari sosialisme. Bukan hanya menitikberatkan pemerataan barang dan aset/modal. Namun lebih dari itu, Kemakmuran Bersama melibatkan orang-orang, bekerja dan melibatkan diri mereka sendiri dalam memperoleh pengetahuan untuk menjadikan Kemakmuran Bersama sebagai tujuan yang berkelanjutan, dan untuk mendorong ide-ide baru, misalnya, melalui program pendidikan dan pertukaran pengalaman, serta proyek bersama antarnegara dengan Bantuan Teknis melalui skema kerja sama BRI.

Penegasan keterkaitan Sosialisme dan konsepsi Kemakmuran Bersama pernah disampaikan oleh Presiden Xi Jinping pada Februari 2021 lalu. Presiden Jinping berbicara tentang pencapaian Cina dalam memberantas kemiskinan dan untuk memuji upaya luar biasa yang dilakukan oleh setiap prakarsama berbagai elemen masyarakat  di Cina. Jinping mengatakan Cina bertumpu pada filosofi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Cina dengan teguh mengejar peningkatan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan Kemakmuran Bersama, yang menjadi persyaratan penting sosialisme. Maka jelas lah sudah.

Cina menekankan Kemakmuran Bersama sejak Kongres Nasional Partai Komunis Cina ke-18 pada tahun 2012, ketika negara Panda tersebut secara bertahap menempatkan Kemakmuran Bersama sebagai prioritas bersama.

Jika kita sepakat bahwa Politik Luar Negeri mencerminkan dinamika dan konstelasi politik dalam negeri suatu negara, maka skema “Berbagi Kemakmuran Bersama” terlihat secara nyata sebagai panduan dalam mengaplikasikan Politik Luar Negeri Cina. Inilah yang sekarang kita kenal dengan program BRI atau OBOR. BRI sebagai strategi yang diprakarsai oleh Republik Rakyat Cina sebagai pedoman Politik Luar Negeri Cina, berupaya menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jaringan darat dan laut dengan tujuan meningkatkan integrasi kawasan, meningkatkan perdagangan, dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

Baca: Belt and Road Initiative

Konsepsi tersebut mulai digulirkan pada tahun 2013 ketika Presiden Cina Xi Jinping mendapat inspirasi dari konsep Jalur Sutra yang didirikan pada masa Dinasti Han 2.000 tahun yang lalu – jaringan rute perdagangan kuno yang menghubungkan China ke Mediterania melalui Eurasia (Eropa-Asia) selama berabad-abad. BRI juga telah disebut di masa lalu sebagai ‘Satu Sabuk Satu Jalan’/’One Belt One Road‘ (OBOR).

Nyata sudah betapa analisis Martin Jacques berdasarkan ramuan ragam pandangan dari para sejarawan dan para pakar Cina terbukti kebenarannya. Betapa Cina dalam merespons tantangan zaman dan konstelasi global saat ini, tetap merujuk pada inisiatif para leluhurnya di masa lalu. Mereka hidup dalam sejarah dan menjadi ahli waris sekaligus juru bicara sejarah para leluhurnya.

BRI terdiri dari Sabuk Ekonomi Jalur Sutra – jalur lintas benua yang menghubungkan Cina dengan Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Tengah, Rusia, dan Eropa melalui jalur darat – dan Jalur Sutra Maritim abad ke-21, rute laut yang menghubungkan wilayah pesisir Cina dengan Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur, sampai ke Eropa.

Inisiatif ini mendefinisikan lima prioritas utama, yaitu koordinasi kebijakan, konektivitas infrastruktur; perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan menghubungkan orang atau bisa juga diartikan merajut jejaring relasi baik antar-negara maupun antar masyarakat melintasi batas-batas negara.

BRI merupakan mekanisme payung yang semakin penting bagi perdagangan bilateral Cina dengan mitra BRI: per Maret 2020, jumlah negara yang telah bergabung dengan Belt and Road Initiative (BRI) dengan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Cina adalah 138 negara.

BRI telah dikaitkan dengan program investasi yang sangat besar dalam pembangunan infrastruktur untuk pelabuhan, jalan, kereta api dan bandara, serta pembangkit listrik dan jaringan telekomunikasi. Sejak 2019, volume pinjaman BRI yang dipimpin negara Cina telah menurun. BRI sekarang semakin menekankan pada “investasi berkualitas tinggi”, termasuk melalui penggunaan pembiayaan proyek, alat mitigasi risiko, dan pembiayaan hijau yang lebih besar.

Gagasan yang mendasari Politik Luar Negeri Cina atas dasar skema BRI atau OBOR sebagaimana saya sampaikan tadi, nampaknya didasarkan pada kearifan Lokal Cina seperti disampaikan oleh Deng Xiaoping pada awal masa kekuasaannya: Carilah kebenaran dari fakta. Kebenaran ada dalam praktek. Dan seberangi sungai dengan merasakan batunya.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com