Kini ia sedang mengunjungi Kairo, Mesir selama dua hari untuk melobi negara-negara Arab mendukung inisiatif perundingan damai kedua negara yang berbatasan di Yerusalem tersebut di Prancis.
“Kekerasan di Al Quds Al Sharif tidak akan kelar dalam waktu tiga bulan saja. Tapi membawa kembali kedua pihak ke meja perundingan penting untuk proses perdamaian,” ujarnya, disunting dari Reuters, Kamis (10/3/2016).
Dalam kesempatan ini, Ayrault juga meluruskan pernyataan pendahulunya Laurent Fabius yang mengatakan Prancis akan otomatis mengakui kedaulatan Palestina jika perundingan damai dengan Israel menuai kegagalan. Pernyataan ini dikabarkan telah memicu kemarahan dari pihak Israel.
“Kami tidak akan otomatis melakukan itu (mengakui kedaulatan Palestina). Tidak pernah ada yang instan di dunia ini. Inisiatif dari Prancis ini adalah langkah pertama, tidak ada prasyarat. Kita tidak bisa mengambil kesimpulan sebelum memulainya,” terangnya, dikutip dari The Malay Online.
Sebelumnya Amerika Serikat gagal menjalankan mandat PBB untuk mendamaikan konflik Israel dan Palestina pada April 2014. Keadaan di Al Quds Al Sharif atau Yerusalem semakin parah, dan Ayrault menyesalkan, tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengurangi tindak kekerasan di kota itu.
Prancis berharap AS bersedia koperatif dalam menangani kasus ini, mendukung solusi dua negara, bukannya berpihak kepada salah satu negara.
Di tempat terpisah, Wakil Sekretaris Washington Antony John Blinken mengemukakan sudah memulai pembahasan dengan Prancis soal konferensi internasional untuk Israel dan Palestina.
“Kami perlu melihat apakah kedua belah pihak memiliki keinginan yang sama dan siap untuk berdamai. Jika memang mau, kami akan sangat mendukung upaya tersebut,” jelasnya.
Facebook Comments