Provincial Reconstruction Team

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto / Pemerhati Masalah Internasional

Provincial Reconstruction Team (selanjutnya disingkat : PRT) adalah methode penjajahan Amerika Serikat (AS) dekade 1970-an ke bawah. Pola itu telah lama ditinggalkan, sebab dianggap lambat dalam rangka menduduki daerah atau negara target. Sistem politik AS yang didominir unsur hawkish lebih menyukai invasi militer daripada methode ini. Ya, invasi dinilai lebih cepat meraih hasil daripada PRT, kendati konsekuensi logis ialah budget besar dan perlu dukungan internasional. Methode kuno (PRT) ini mulai dibangkitkan lagi tatkala perang terbuka di berbagai negara tak menjamin suksesnya misi dan terutama “modal usaha” belum tentu kembali, sebagai contoh invasi militer di Afghanistan dan Iraq.

PRT bergerak melalui provinsi-provinsi di berbagai bidang. Ia beroperasi tidak cuma satu bidang (keamanan), namun pada berbagai sasaran. Ya, di aneka komponen garapan. Sasaran (antara) yang ingin diraih adalah menjerat rakyat agar tergantung kepada suatu kaum, golongan atau sekelompok orang. Masyarakat dibentuk seperti tanaman parasit. Hidup menumpang tidak punya pijakan. Tidak ada jiwa juang apalagi daya lawan. Menjadi mainan segelintir orang.

Operasional PRT memang mensyaratkan kepemilikan modal. Atau sekurang-kurangnya, merangkul sosok berpengaruh di daerah. Entah itu berdarah biru, pengusaha besar, jawara, agamawan, intelektual, paranormal dan lain-lain. Yang utama adalah suara dan kiprah sosok yang ditunjuknya mampu menjadi perekat atau meng-”komando” komunitas atau masyarakat di sekitarnya.

Inti PRT membuat tandingan atau pemerintah bayangan bagi daerah dan negara yang diincar. Punya kepolisian dan militer tersendiri. Istilahnya TKD (tentara karepe dewe). Merangkul preman-preman loyalitas tinggi, berani malu juga berani mati, tetapi takut tidur sendirian. Ada sistem hirarkie dan administrasi sendiri dalam rangka meraih daerah incaran yang akan dieksplorasi serta dieksploitasi.

Modus PRT ialah penggusuran tanah warga di sana-sini. Melakukan penitrasi ke hiruk-pikuk politik negara atau daerah yang ditumpangi. Ia abaikan rasa kemanusiaan. Jerit tangis rakyat kecil pun sepoi-poi terngiang, terlindas deru mesin penggusur dengan simbol supremasi hukum.

Banyak sudah praktek PRT di berbagai “negara jajahan”, tetapi yang dijarah malah tenang-tenang. Tak menyadari. Ibarat ada kota di dalam kota, atau provinsi dalam provinsi. Dalam konteks politik global istilahnya Absente of Loard, TUAN TANAH YANG TIDAK BERPIJAK PADA TANAHNYA SENDIRI. Tanah air tinggal airnya, tanahnya direngut entah oleh siapa. Rakyat dibuat klempoken dan glegek’en (sendawa) saja – kakean banyu!

Sekira 2008 ~2009-an lalu marak ditampilkan raja-raja nusantara. Entah apa maksudnya. Ya, itulah pesona tempo doeloe dalam warna abu-abu. Grey area. Artinya bisa hitam — juga bisa putih bagi negeri ini. Memberdayakan local wisdom (nilai-nilai leluhur), tidaklah identik dengan membangun semangat kedaerahan guna tampil beda dengan daerah lain, tetapi seharusnya lebih menggali kemampuan daerah membangun jati diri bangsa menggunakan potensi lokal. Baik yang bersifat fisik maupun nilai non fisik. Ia bukanlah sekedar pameran kejayaan masa lalu, namun yang utama adalah menampilkan nilai-nilai lama pengiring kejayaan (masa lalu) negeri tercinta, agar diteladani generasi sekarang.

Hipotesa muncul, bahwa kebangkitan local wisdom tanpa pijakan yang terang lagi jelas, memunculkan peluang bagi asing untuk merajut bangsa ini ke jerat PRT. Atau mungkin negeri ini sudah terjerat? Ya, ya! Seringkali PRT berkedok capacity building (pembangunan kemampuan), empowerment (pemberdayaan) dan sejenisnya, namun tidak jelas arah dan rujukannya.

Cermat dan cerdasi arah kebangkitannya. Agar  tidak terjebak oleh manis PRT yang hakikinya ialah preman-preman pembangunan. Yakni preman “terselubung” berwajah kaum agama, pejabat, tokoh adat, sejarahwan, pengusaha atau siapa saja termasuk aparat negara sendiri. Ciri-ciri utamanya adalah menjual isi negara dan mengubah dinamika warga menjadi parasit pada toempah darahnya sendiri. Mengubah perilaku warga menjadi bangsa pecundang di muka bumi.

Waspadalah! Waspadalah!

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com