Sungguh amat disayangkan Indonesia tahun ini batal bergabung sebagai anggota baru blok ekonomi (Brazil, India, Rusia, Cina dan Afrika Selatan). Padahal jauh-jauh hari sebelum berlansungnya Konferensi Tingkat Tinggi BRICS yang diselenggarakan di Afrika Selatan, sudah berkembang informasi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara anggota baru BRICS. BRICS sebagai blok kerjasama ekonomi pada KTT BRICS di Afrika Selatan Agustus lalu, telah menerima enam anggota baru. Keenam anggota baru itu adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Argentina, dan Etiopia.
Baca: BRICS Terima 6 Anggota Baru, Indonesia Masih Kaji
BRICS yang semula merupakan sebuah blok ekonomi negara-negara berkembang dengan potensi besar di bidang sumberdaya alam yang bersimpulkan dua negara adikuasa yaitu China dan Rusia, pada perkembangannya telah menjelma sebagai kekuatan ekonomi global. Hal ini merupakan bukti nyata betapa kerjasama antar-negara pada gilirannya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.
Maka itu menarik ketika Siwage Dharma Negara, seorang akademisi Indonesia dari Institut Yusuf Ishak Singapura, mengatakan ada empat manfaat bagi Indonesia jika bergabung dengan BRICS.
Baca: 4 Manfaat Indonesia Masuk BRICS menurut Akademisi
Pertama, bergabung dalam keanggotaan BRICS akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperdalam kerjasama ekonomi dengan negara-negara anggota BRICS yang sudah bergabung sebelumnya. Khususnya di bidang investasi, akses ke pasar dan sumberdaya baru. Hal ini memang bukan fantasi belaka. Salah satu faktor kenapa BRICS sekarang mampu menjelma sebagai kekuatan global di luar skema AS dan blok Barat, karena karena adanya komitmen di antara negara-negara anggota BRICS, khususnya negara-negara berkembamg, untuk saling mendukung satu sama lain. Misalnya dengan prakarsa berdirinya Bank Investasi Infrastruktur yang mana pada perkembangannya telah menjadi alternatif terhadap skema lembaga keuangan Barat seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia.
Menurut Siwage Dharma Negara, negara-negara anggota BRICS saat ini merupakan pemain penting dalam rantai pasokan global yang ada. Sehingga bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, akan meningkatkan perdagangan dan pertunbuhan ekonomi Indonesia.
Kedua, anggota BRICS memiliki sumberdaya investasi yang cukup besar, sejalan dengan minat Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi asing secara langsung atau Foreign Direct Investment. Selain itu Indonesia juga bisa membuka akses ke Bank Pembangunan Baru yang dibentuk BRICS, yang dapat membantu Indonesia membiayai proyek Infrastruktur, mempromosikan pengembangan industri, dan mendukung tujuan transisi energi.
Pandangan Siwage Dharma Negara senada dengan pantauan Tim Riset Global Future Institute bahwa dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, maka akan memperluas akses pasar, kerjasama di bidang investasi, maupun semakin meluasnya dukungan dalam berbagai forum internasional dari negara-negara yang terkoneksi dengan BRICS.
Ketiga, Indoensia dapat memanfaatkan keahlian dan kemajuan teknologi dari negara-negara anggota BRICS, sehingga dapat membantu mengembangkan kemampuannya di berbagai sektor.
Pandangan Siwage Dharma Negara ini juga sangat tepat. Mengingat fakta bahwa selama ini AS maupun beberapa negara maju Eropa Barat seperti Prancis dan Jerman, menolak adanya Transfer of Technology kepada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Lantaran AS dan Uni Eropa pada dasarnya ingin tetap mempertahankan hegemoni global dan pendekatan Unipolar (Pengkutuban Tunggal) terhadap negara-negara yang sedang berkembang, tak terkecuali Indonesia.
Dengan demikian, jika Indonesia menjadi bagian dari BRICS, hal itu akan membuka peluang untuk membentuka kebijakan terkait tatanan ekonomi global dalam perdagangan internasional, keuangan, iklim, dan hal-hal lain yang menjadi kepentingan bersama, yang penting untuk memajukan kepentingan nasionalnya.
Hal tersebut juga senada dengan pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai pentingnya negara-negara berkembang bersatu demi kepentingan bersama dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Khususnya ketidakadilan yang dirasakan dalam bidang perdagangan dan diskriminasi negara-negara Barat terhadap produk-produk Kelapa Sawit.
Keempat, dari perspektif kebijakan luar negeri, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, akan memperluas jaringan relasi diplomatic Indonesia dan membuka peluang untuk terlibat secara lebih mendalam dan intens dengan negara-negara anggota BRICS.
Ini juga pandangan Siwage Dharma yang cukup akurat. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 1948, Indonesia menerapkan apa yang disebut Politik Luar Negeri RI yang Bebas dan Aktif. Pro Aktif dalam pergerakannya, dan konstruktif dalam orientasi kebijakannya. Sesuai Alinea ke-4 Pembukaan Undanng-Undang Dasar 1945 yaitu Ikut Serta Dalam Menciptakan Perdamaian Dunia. Dengan demikian berarti Indonesia harus peka dalam membaca tren global adanya pergeseran geopolitik global. Sehingga Indonesia mampu memposisikan diri secara strategis dan dalam posisi yang menguntungkan dalam merespons konstelasi geografis dunia internasional.
Dalam pada itu, keikutsertaan Indonesia dalam BRICS bisa menjadi sarana yang efektif bagi Indonesia dalam ikut memainkan peran strategis di tengah-tengah momentum adanya pergeseran dari kerjasama internasional yang bertumpu pada pendekatan Unipolar bertransformasi menjadi pendekatan Multi-polar yang mana Cina dan Rusia mulai muncul sebagai kutub alternatif yang menguntungkan negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)