Situasi Polkam Luar Negari Tahun 2014 Rawan Ketidakpastian

Bagikan artikel ini

Toni Ervianto,  alumnus Fisipol Universitas Jember, dan alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI), Universitas Indonesia

Kondisi politik dan keamanan di berbagai kawasan baik regional dan global, diperkirakan masih akan ditandai dengan ketidakpastian (uncertainty) dan instabilitas (instability) yang tidak menutup kemungkinan dibungkus dengan beragam tema, skema dan strategi yang sebenarnya tujuan akhirnya adalah perebutan pengaruh antara “duo pivotal” global yaitu Amerika Serikat dan Cina serta yang terpenting adalah kemungkinan adanya skenario “redesign of power” atau tata ulang kekuasaan dalam rangka menempatkan “puppet leader” di berbagai kawasan untuk kepentingan energy security kedua pivotal global tersebut.

Sebenarnya kondisi perekonomian Cina dan Amerika Serikat pada tahun 2014 juga diperkirakan tidak bagus-bagus amat. Amerika Serikat misalnya sudah memutuskan untuk tidak memberikan bantuan keuangan kepada para pengangguran, sehingga jutaan pengangguran di AS diperkirakan akan marah dan tidak menutup kemungkinan pada awal-awal tahun 2014 akan terjadi riots dan unjuk rasa cukup massif di AS.

Sementara itu, di Beijing, RRC, Badan Perencanaan Ekonomi Nasional RRC merilis pertumbuhan ekonomi 2013 yang mencapai 7,6% atau lebih rendah dibanding 2012 sebesar 7,7% dan 2011 sebesar 9,3%. Sementara itu, Menteri Komisi Perencanaan dan Reformasi RRC, Xu Shaoshi mengatakan, RRC masih menghadapi risiko di sektor keuangan, antara lain pembiayaan utang yang tinggi dan terkonsentrasi pada sejumlah proyek infrastruktur jangka panjang dengan profit rendah. Di sisi lain, sektor properti masih berpotensi mengalami bubble. Sedangkan sektor manufaktor masih mengalami kelebihan pasokan. Kepala Ekonom J.P Morgan Chase & Co Wilayah RRC, Zhu Haibin mengatakan, pertumbuhan ekonomi RRC untuk jangka waktu 2 tahun ke depan akan mengalami perlambatan. Kondisi tersebut menyulitkan Pemerintah RRC untuk menjaga keseimbangan struktural. Pertumbuhan ekonomi RRC 2014 diperkirakan sebesar 7,4%. Sebelumnya, Komisi Uni Eropa memperkirakan pertumbuhan ekonomi RRC 2013 sebesar 7,5% dan melambat pada 2014 dan 2015 sebesar 7,4%.

Kantor Berita RRC “Xinhua” melansir bahwa pertumbuhan ekonomi RRC pada 2013 telah mengalami penurunan menjadi 7,6% dari 7,7% pada 2012. Bahkan pada 2014, tidak menutup kemungkinan akan adanya tekanan untuk menurun lebih jauh, akibat keadaan global yang tidak pasti dan kapasitas produksi yang berlebih dalam beberapa perindustrian.

Gejolak Kawasan

Situasi dan kondisi tahun 2014 di beberapa kawasan seperti di Irak, Afganistan, Palestina, Suriah, Mesir, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah dan Thailand diperkirakan masih sama dengan tahun 2013 atau bahkan perkembangannya akan semakin memanas.

Sementara itu, trigger yang dapat menarik ketegangan persaingan juga diperkirakan akan terjadi di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan terkait dengan masalah perbatasan, serta militer Korea Utara yang mulai menebarkan ancaman dan psywar.

Pemerintah Irak menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) berencana mengirimkan puluhan rudal dan 10 pesawat pengintai tanpa awak (drone) jenis Scan Eagle untuk membantu tentara Irak dalam memerangi kelompok militan yang didukung Al Qaeda pada Meret 2014. Pengiriman persenjataan tersebut termasuk 75 peluru kendali (rudal) Hellfire pesanan Irak. Pengiriman persenjataan itu perlu segera dilakukan karena saat ini Irak tengah menghadapi gelombang aksi teror dan kekerasan bersenjata terbesar dalam 5 tahun terakhir. Beberapa aksi teror bom terakhir terjadi di sebuah pasar di dekat perkampungan umat Kristen di Baghdad pada 25 Desember 2013, yang menewaskan 44 orang dan melukai 21 orang lainnya.

Sementara pada saat yang bersamaan di dekat sebuah gereja di permukiman Dora, selatan Baghdad, juga terjadi ledakan bom mobil, yang menewaskan 26 orang dan melukai 38 orang lainnya. Sejauh ini, belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas 2 serangan bom tersebut.

Di Afghanistan Timur, terjadi aksi penembakan yang dilakukan orang tidak dikenal, menewaskan seorang tentara NATO. Menanggapi hal tersebut, pihak Pasukan ISAF membenarkan bahwa seorang anggotanya tewas, namun tidak bersedia memberikan keterangan mengenai kebangsaan tentara yang tewas tersebut. Sejauh ini, kelompok militan meningkatkan serangan mereka dalam beberapa bulan terakhir, yang diduga sebagai bagian dari upaya merebut kembali wilayah menjelang penarikan sepenuhnya pada akhir tahun 2014.

Pasukan Irak menyerang dan menghancurkan 2 kamp militan yang terkait dengan Al Qaeda di Provinsi Anbar pada 23 Desember 2013 setelah 5 perwira senior, termasuk seorang komandan divisi dan 10 prajurit Irak tewas saat operasi keamanan di provinsi tersebut sehari sebelumnya. Jubir Kementerian Pertahanan Irak, Mohammed al-Askari menyatakan, meningkatnya aksi kekerasan di Irak, terutama di Anbar didorong oleh perang saudara yang terjadi di Suriah. Menurutnya, sejauh ini persenjataan ilegal sering datang dari Suriah ke gurun Anbar barat dan perbatasan Provinsi Nineveh, sehingga mendorong kelompok militan terkait Al Qaeda menghidupkan kembali kamp-kamp mereka yang pernah dihancurkan pasukan keamanan Irak pada 2008 dan 2009. Di lain pihak, kelompok militan Irak menyerang sebuah stasiun televisi lokal di Tikrit, utara Baghdad dengan aksi bom bunuh diri, mengakibatkan 5 wartawan tewas dan 5 karyawan lainnya luka-luka.

Kondisi di Suriah digambarkan oleh Observatorium Suriah untuk HAM (SOHR) menyatakan, pasukan Suriah kembali melancarkan serangan bom “barel/tong” di daerah Aleppo pada 22 Desember 2013, menewaskan 56 orang, termasuk anak-anak. Serangan yang memasuki hari ke-8 tersebut telah menghancurkan pasar, sejumlah bangunan, dan jalan utama di kawasan Masakes Hanano dan Kota Marea. SOHR dan sejumlah kelompok HAM lainnya di Suriah menilai, serangan bom tong tersebut ilegal (tindakan kriminal), karena menyebabkan kerusakan yang sangat luas dan signifikan. Terkait permasalahan persenjataan kimia Suriah, Pemerintah Rusia telah mengirimkan 25 truk lapis baja dan 50 kendaraan lainnya ke Suriah untuk membantu mengangkut persenjataan kimia Suriah yang akan dihancurkan di bawah pengawasan PBB.

Sekjen PBB, Ban Ki-moon merekomendasikan kepada DK PBB untuk mengirimkan 5.500 tentara dan 423 polisi tambahan ke Sudan Selatan untuk mempercepat proses perdamaian. Sejauh ini, misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) memiliki sekitar 7.000 tentara, 700 polisi dan 2.000 karyawan sipil tersebut juga akan menambah peralatan penunjang berupa 3 helikopter serang, 3 helikopter angkut dan 1 pesawat angkut militer C-130. Selain itu, Ban Ki-moon juga memperingatkan serangan militer di Sudan Selatan dapat menghambat usaha perdamaian dan meningkatkan kekerasan yang nembawa negara kaya minyak itu pada perang sipil. Di lain sisi, Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir bersedia untuk melakukan pembicaraan damai guna mengakhiri kekerasan dengan pihak mantan Wakil Presiden Riek Machar setelah AS meningkatkan upaya mediasi antar 2 pimpinan pihak yang bertikai. Menanggapi hal tersebut, Machar bersedia melakukan pembicaraan damai dengan syarat pembebasan terhadap 10 tokoh loyalisnya yang sebelumnya ditangkap oleh militer Sudan Selatan.

Ide Sekjen PBB selarasdenganpemikiranutusan khusus AS untuk Sudan Selatan, Donald Booth seusai pertemuannya dengan Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir mengatakan, bahwa Pemerintah AS akan meningkatkan upaya diplomasi untuk mengakhiri kekerasan etnis yang meningkat di Sudan Selatan, sambil menyusun kembali penempatan pasukan di wilayah tersebut, jika mereka masih dibutuhkan. Terkait hal itu, Presiden Kiir menyatakan kesediaannya untuk memulai pembicaraan dengan mantan Wapres Riek Machar guna mengakhiri kekerasan.

Sikap berbeda ditunjukkan Beijing, Wakil Menteri Luar Negeri RRC Zhang Ming mengatakan akan terus mencermati konflik di Sudan dan dampaknya terhadap negara-negara tetangga. Terkait hal itu, Zhang menyerukan semua pihak yang terlibat dalam konflik di Sudan Selatan untuk menghentikan aksi-aksi permusuhan, dan membuka dialog sesegera mungkin. Seruan RRC tersebut terkait aksi kekerasan yang terjadi di Ibukota Sudan, di Juba pada 15 Desember 2013, yang telah mengakibatkan perusahaan milik RRC National Petroleum Company, satu investor penting minyak di Sudan Selatan, mengungsikan sejumlah pekerja mereka.

Sedangkan situasi di Mesir, Thailand dan kawasan Laut Cina Timur serta Laut Cina Selatan ditunjukkan dengan perkembangan penegasan Ikhwanul Muslim sebagai organisasi terlarang dan Muhammad Morsi dianggap sebagai teroris di Mesir juga akan menimbulkan uncertainty lanjutan. Kondisi tidak jauh berbeda dengan di Thailand dimana militer ada kemungkinan untuk melakukan kudeta, jika Perdana Menteri Thailand yang cantik, Yingluck Sinawathra gagal mengontrol perkembangan Polkam.

Di Pyongyang, Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-Un menginstruksikan militernya untuk meningkatkan kesiapan tempur, guna menghadapi perang yang kemungkinan terjadi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Instruksi Kim tersebut terkait memanasnya ketegangan politik antara Korea Selatan (Korsel) dengan Korut, yang dipicu oleh aksi pembakaran bendera dan para pemimpin Korut, dalam demonstrasi anti Korut di Korsel pada 20 Desember 2013.

Pemerintah RRC mengklaim pesawat pertama dan satu-satunya yang dioperasikan militer RRC sukses bermanuver dalam serangkaian latihan di lepas pantai Pulau Hainan, Laut China Selatan (LCS). Latihan tersebut dimaksudkan untuk menguji kemampuan kendaraan tempur dan mencoba kelayakan serta bekerja sama dengan beberapa unit militer. Sejauh ini, RRC telah beberapa kali mengoperasikan pesawat dan kapal di LCS. Namun, manuver baru pertama kalinya dijalankan militer RRC. Apa yang dilakukan Korut dan RRC juga dapat menjadi pemicu ketidakstabilan regional, yang imbasnya kemungkinan terjadi pada Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com