SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN JOKOWI DAN IBU MEGAWATI SUKARNOPUTRI

Bagikan artikel ini

Kepada Yang Terhormat

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)

Di Tempat

 

Kepada Yang Terhormat

Ketua Umum PDIP Perjuangan Ibu Megwati Sukarnoputri

Semoga anda berdua dalam keadaan sehat dan baik, dan dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.  Sebagaimana anda berdua maklum adanya, mulai 19 hingga 24 April 2015 mendatang, seluruh bangsa Indonesia, akan mengadakan hajatan besar, memperingati 60 tahun Konferensi Asia-Afrika. Sebuah perhelatan besar yang digagas oleh Presiden Pertama RI sekaligus salah satu founding father kita, Bung Karno. Yang kemudian  dijabarkan secara lebih operasional oleh Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo, Menteri Luar Negeri RI Mr Soenarjo, dan Cak Roeslan Abdulgani.

Pak Jokowi dan Ibu Mega yang terhormat.

Berkaitan dengan momentum tersebut, kami dari Global Future Institute (GFI) Selasa 14 April 2015 lalu, menggelar seminar terbatas dengan mengangkat topik: REVITALISASI DASA SILA BANDUNG 2015. Dengan menghadirkan berbagai komponen strategis bangsa baik Instansi pemerintahan, perguruan tinggi, organisasi massa keagamaan. Seperti Kementerian Luar Negeri, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kepala Museum KAA Bandung, Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, beberapa akademisi perguruan tinggi maupun para tokoh kemahasiswaan baik berasal dari organisasi ekstra kampus maupun himpunan mahasiswa hubungan internasional, juga tak ketinggalan keikutsertaan dari beberapa mantan duta besar.

Hasil selengkapnya, sudah kami sampaikan secara terperinci kepada Kepala Staf Kepresidenan, Kementerian Luar Negeri, Lemhanas, maupun para pihak baik ikut serta dalam seminar kami Selasa lalu, maupun berbagai komponen strategis masyarakat khususnya yang terkait dengan hajatan KAA ke-60.

Sebagaimana sudah kami gariskan dalam kerangka acuan seminar maupun seruan kepada seluruh peserta KAA ke-60, Global Future Institute berpandangan bahwa:

  1. Gerakan Solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika melalui KAA April 1955  di Bandung maupun yang kemudian dikembangkan melalui Gerakan Negara-Negara Non Blok pada 1961 di Beograd, Jugoslavia, masih penting dan punya relevansi yang kuat untuk dikembangkan saat ini di Abad 21.
  2. Sebagaimana sudah diperingatkan oleh Bung Karno pada pidato pembukaan KAA di Bandung, kolonialisme dan imperialisme masih berlangsung hingga saat ini meski dalam bentuk baru berupa Neo Imperialisme dan Neo Kolonialisme di bidang ekonomi dan kebudayaan.
  3. Maka itu, negara-negara berkembang yang notabene merupakan negara-negara yang berada di kawasan Asia-Afrika dan tergabung dalam KAA maupun Gerakan Non Blok, hendaknya terus berjuang dan melakukan perlawanan secara gencar dan intensif, untuk menentang kolonialisme dan imperialisme yang dimotori oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam Uni Eropa.
  4. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa saat ini Sumberdaya Alam dan Sumberdaya Manusia negara-negara berkembang, khususnya di Asia dan Afrika, dan juga negeri kita tercinta,, Indonesia, telah dieksploitasi secara tidak adil untuk kepentingan negara-negara maju.
  5. Untuk itu, negara-negara berkembang, khususnya yang tergabung dalam KAA, harus menentang dan mengecam keras kondisi internasional yang tidak adil tersebut akibat serangkaian kebijakan ekonomi dan militer dari negara-negara maju yang menyebabkan timbulnya kondisi internasional  yang tidak adil tersebut.

Seruan GFI kepada seluruh peserta KAA, yang sudah kami presentasikan di depan peserta seminar Selasa 14 April lalu, dan secara resmi kami serahkan kepada Bapak Andreas Sitepu, Pejabat Senior Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, dan Bapak Thomas Ardian Siregar, Kepala Museum KAA Bandung, agar menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi para pihak yang berwenang, dalam menyusun kebijakan strategis dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika di Jakarta, maupun peringatan KAA ke-60 di Bandung.

Bapak Jokowi dan Ibu Mega yang terhormat

Sebagaimana saya sampaikan ketika bertindak sebagai Keynote Speech dalam seminar tersebut, hajatan KAA ke-60 kali ini, merupakan momen yang istimewa sekaligus batu ujian yang amat menentukan bagi anda berdua, mengingat kenyataan bahwa perhelatan akbar ini berlangsung di fase-fase awal pemerintahan Jokowi-JK. Sehingga   menjadi momentum untuk menguji apakah KAA ke 60 masih didasari semangat dan ruh Dasa Sila Bandung1955 atau sudah melenceng dari cita-cita para pemrakarsa KAA Bandung 1955. Khususnya Bung Karno, ayahanda Ibu Mega.

Dalam seminar 14 April 2015 lalu, ada sebuah pandangan menarik yang berasal dari Ibu Indra Soegandi, salah seorang aktivis senior gerakan Marhaenis Bung Karno. Menurut ibu Indra, Dasa Sila Bandung sejatinya bersenyawa dan sejiwa dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya alinea ke-4. Selain fakta bahwa keberhasilan Indonesia menggalang solidaritas bangsa-bangsa  Asia-Afrika yang diikat oleh sebuah tema: ANTI KOLONIALISME DAN ANTI IMPERIALISME, telah membuktikan keberhasilan Indonesia menjabarkan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif secara imajinatif dan kreatif.

Kita berhasil mempelopori terbentuknya “kekuatan ketiga”  bukan hanya terhadap negara-negara yang masih terjajah di Asia Afrika, melainkan juga berhasil menjabarkan cita-cita Para Founding Fathers 17 Agustus 1945, khususnya alinea keempat Pembukaan UUD 1945  yaitu ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia. Melalui sebuah karya nyata dan bukan lagisekadar  retorika.

Khususnya kepada Ibu Mega, yang saya tahu selama ini selalu mengumandangkan betapa pentingnya kita tetap berkomitmen pada Cita-Cita Proklamasi 17 Agustus 1945, sudah seharusnya Ibu Mega dan tentunya Pak Jokowi, berusaha dengan segala daya secara maksimal, agar dalam KTT Asia-Afrika maupun peringatan  KAA ke-60 mendatang, Dasa Sila Bandung harus menjadi landasan dalam mengeluarkan keputusan-keputusan penting dan strategis.

Bagi Indonesia saat ini, peringatan KAA ke-60, punya dua makna strategis. Pertama, mengembalikan harkat dan martabat Indonesia sebagai pelopor gerakan perdamaian dunia melalui Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif. Kedua, merupakan momentum bagi Indonesia untuk menawarkan sebuah gagasan alternatif, untuk menghadapi skema global Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk menciptakan kutub tunggal (MONO POLAR) baik di bidang politik, pertahanan, ekonomi dan bahkan kebudayaan.

Kalau dalam KAA Bandung 1955 Indonesia berhasil membangun sebuah kekuatan ketiga di tengah perseteruan global bernama Perang Dingin antara Amerika Serikat dan blok Eropa Barat versus Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina (RRC), maka kali ini peran aktif Indonesia amat diharapkan untuk menggagas sebuah kekuatan baru yang diilhami oleh KAA dan Dasa Sila Bandung 1955, sehingga tercipta sebuah kekuatan Multipolar. Sehingga tercipta sebuah tata dunia baru yang lebih berkeadilan, sejiwa dengan DASA SILA BANDUNG maupun PEMBUKAAN UUD 1945 ALINEA KE-4.

Pak Jokowi dan Ibu Mega Yang Terhormat

Dasa Sila Bandung atau The Bandung Declaration, berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dunia, keadilan sosial, dan kerjasama antar bangsa.

Adapun 10 butir isi Dasa Sila Bandung sebagai berikut:

  1. Menghormati HAM sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB.
  2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
  3. Menghormati perbedaan dan persamaan ras semua bangsa di dunia.
  4. Tidak campur tangan dan intervensi persoalan dalam negeri negara lain.
  5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri, baik sendiri mapun kolektif, sesuai Piagam PBB.
  6. Tidak menggunakan peraturan dan pertahanan kekuatan dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara.
  7. Tidak mengancam kemerdekaan politik atau integritas teritorial suatu negara.
  8. Mengatasi segala perselisihan internasional dengan jalan damai sesuai kesepakatan PBB.
  9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama semua bangsa.
  10. Serta Mengedepankan hukum dan kewajiban internasional.

Dalam keynote speech pada seminar tersebut,   kami, yang tergolong generasi penerus bangsa saat ini, menilai Dasa Sila Bandung merupakan sebuah maha karya yang berhasil dirintis dan dicetuskan pendiri KAA 60 tahun lalu, yang tepatnya dilaksanaka 18-24 April 1955 di Bandung. Dasa Sila Bandung merupakan kesepakatan untung menggalang persekutuan strategis bangsa-bangsa di Asia Afrika menghadapi berbagai persoalan, baik regional maupun internasional.

Itulah sebuah kontra skema, yang pada akhirnya menawarkan alternatif diluar dua kutub yang sedang bertarung saat itu, yaitu Blok Barat yang dimotori Amerika dan sekutunya Eropa, juga Blok Timur yakni Uni Soviet dan sekutunya RRC.

Spirit Dasa Sila Bandung ini merupakan landasan ideologis bangsa-bangsa Asia Afrika dalam melawan kolonialisme dan imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Gerakan KAA dan Non Blok, 6 tahun kemudian, pada tahun 1961 di Beograd, Yugoslavia, masih relevan hingga sekarang. Gambaran umumnya masuk ke bahasan selanjutnya kondisi obyektif masa kini, sehubungan dengan hal tersebut diatas, GFI berpandangan bahwa gerakan solidaritas bangsa-bangsa Asia Afrika 1955 di Bandung, maupun yang kemudian dikembangkan melalui Gerakan Non Blok pada 1961 di Beograd, masih penting dan punya relevansi yang kuat untuk dikembangkan saat ini di abad 21.

Pak Jokowi dan Ibu Mega yang terhormat.

Salah satu segi penting dari Dasa Sila Bandung 1955 yang kiranya masih relevan dan harus menjadi landasan anda berdua dalam mengupayakan keluarnya keputusan-keputusan dalam KTT Asia-Afrika maupun peringatan KAA ke-60, adalah soal masih berlangsungnya PENGGUNAAN KEKUATAN MILITER TERHADAP NEGARA-NEGARA BERKEMBANG. BAIK DI ASIA TENGAH, TIMUR TENGAH, AFRIKA, DAN KAWASAN LAINNYA.

Dengan melihat dengan seksama terjadinya invasi militer Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya terhadap Afghanistan pada 2001 dan Irak 2003, maka kami berpandangan bahwa penggunaan kekuatan militer terhadap negara-negara berkembang tanpa seizin Dewan Keamanan PBB, hingga saat ini masih tetap berlangsung. Sehingga melanggar hak-hak asasi manusia dan pelanggaran kedaulatan negara sebagaimana tercantum dalam prinsip-prinsip DASA SILA BANDUNG maupun Gerakan Non Blok.

Untuk itu, para peserta seminar maupun para narasumber dalam seminar kami pada Selasa 14 April 2015, mendesak pemerintah Indonesia maupun para peserta KAA ke-60 yang berasal dari kawasan Asia-Afrika pada umumnya, agar mengeluarkan kecaman keras terhadap kebijakan  penggunaan Kekuatan Bersenjata/Militer yang bertentangan dengan DASA SILA BANDUNG.

Sekaligus mendesak kepada pemerintah Indonesia dan seluruh peserta KAA ke-60 agar mengutuk kebijakan penggunaan kekuatan bersenjata/militer yang dimotori oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO di Afghanistan, Irak, Suriah, Lebanon, Serbia dan Yaman.

Dan yang tak kalah penting dari kedua hal tersebut di atas, harus ada penegasan bahwa senafas dengan spirit DASA SILA BANDUNG, seluruh konflik internasional yang berlangsung harus diselesaikan melalui sarana diplomasi, tanpa penggunaan kekuatan bersenjata/militer.

Untuk itu,  pemerintah Indonesia, melalui kearifan dan sebentuk komitmen Presiden Jokowi dalam mewujudkan Skema TRISAKTI-nya BUNG KARNO (BERDAULAT SECARA POLITIK, BERDIKARI DALAM EKONOMI, DAN BERKEPRIBADIAN DALAM KEBUDAYAAN), saya berharap agar pemerintahan Jokowi-JK akan berdaya upaya secarra maksimal agar baik KTT ASIA-AFRIKA DALAM KERANGKA PERINGATAN KAA BANDUNG KE-60, mengeluarkan sebuah pernyataan sikap resmi yang dikeluarkan melalui sebuah memorandum yang ditandatangani oleh seluruh Ketua Delegasi peserta KAA, dan terdokumentasi sebagai output atau hasil-hasil penting yang disepakati oleh seluruh peserta KAA.

Bahwa menyadari masih berlangsungnya penggunaan kekuatan militer secara sepihak terutama yang dimotori oleh Amerika Serikat dan NATO, maka para peserta KAA ke-60 mendatang, harus mengecam dan mengutuk Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO, agar menghormati tata hubungan internasional berdasarkan hak kedaulatan suatu negara maupun Hak-Hak Asasi Manusia.

Seraya kembali menegaskan bahwa sesuai dengan jiwa DASA SILA BANDUNG 1955, maka para Perserta KAA ke -60 mendatang harus menyerukan agar dalam  mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional, dilakukan  melalui jalan damai dengan persetujuan Dewan Keamanan PBB.

Alhamdullilah Bapak Jokowi dan Ibu Mega yang terhomat, seluruh peserta seminar maupun para narasumber, bersepakat bahwa DASA SILA BANDUNG MASIH TETAP RELEVAN DAN HARUS MENJIWAI KTT ASIA-AFRIKA DAN PERINGATAN KAA KE-60.

Bahkan sebagian besar peserta maupun narasumber berpandangan, bahwa spirit Dasa Sila Bandung masih relevan dan harus dipertahankan, karena sejatinya kolonialisme dan imperialisme sebagaimana ditegaskan dalam DASA SILA BANDUNG 1955, masih berlangsung di banyak negara Asia-Afrika yang umumnya masih masuk kategori negara berkembang.

Ya benar, Pak Jokowi dan Bu Mega. Kolonialisme dan Imperialisme yang berganti baju baru, seperti yang sudah diingatkan Founding Father kita Bung Karno, nyatanya masih berlangsung saat ini. Dan para peserta seminar, merasa perlu untuk menggarisbawahi bahwa hal paling krusial dari imperialisme gaya baru tersebut justru dialami oleh Indonesia sejak pasca reformasi. Khususnya di bidang ekonomi dan kebudayaan.

Betapa tidak. Di sektor Minyak dan Gas, misalnya, korporasi-korporasi global seperti ExxonMobil, Connoco Philip, Chevron, British Petroleum, dan Shell, hakekatnya masih menancapkan kuku-kuku penjajahannya di sektor minyak dan gas di Indonesia. Korporasi-korporasi tersebut merupakan VOC-VOC  GAYA BARU.

Maka itu, negara berkembang yang notabene berada di kawasan Asia Afrika dan tergabung dalam KAA maupun Gerakan Non Blok, hendaknya terus berjuang dan melakukan perlawanan secara gencar dan intensif kepada Blok Barat yang dimotori Amerika dan sekutunya Uni Eropa. Hal ini didasarkan kepada sumber daya alam dan manusia, khususnya di Asia dan Afrika, di eksploitasi secara tidak adil untuk kepentingan negara-negara maju.

Untuk itu, negara berkembang, khususnya yang tergabung dalam KAA, harus menentang dan mengecam kondisi internasional yang tidak adil tersebut akibat serangkaian kebijakan ekonomi dan milter dari negara maju yang menyebabkan timbulnya kondisi internasional tidak adil saat ini.

Demikianlah Bapak Jokowi dan Ibu Mega yang terhormat. Surat terbuka ini kami sampaikan kepada anda berdua, karena melalui anda bedualah, ketika semasa Kampanye Presiden pada Juli 2014 lalu, mengumandangkan janji bahwa seluruh kebijakan strategis pemerintahan jika berhasil memenangi pemilihan presiden, akan didasari pada Jiwa dan Skema TRISAKTI. Yang itu berarti, anda berdua berkomitmen untuk tetap menghidupkan ruh DASA SILA BANDUNG 1955.

Akhir kata, kami saya, Global Future Institute, dan seluruh peserta seminar terbatas bertema REVITALISASI DASA SILA BANDUNG 1955, mengucapkan selamat bekerja, semoga KTT ASIA-AFRIKA maupun peringatan KAA ke-60 mampu mengeluarkan keputusan strategis yang bermuara pada terciptanya tata dunia baru yang berkeadilan, damai dan sejahtera baik di bidang politik, ekonomi dan budaya.

 

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com