Tempatkan Hasil Quick Count Secara Proporsional

Bagikan artikel ini

Rika Prasatyadewi, pemerhati masalah politik dan sosial budaya

Pemilihan Presiden RI telah berlangsung dua hari yang lalu. Namun, suasana “panas” masih terasa hingga sekarang. Pasalnya, kini muncul banyak lembaga survei yang melakukan quick count atau hitung cepat, yang hasilnya mengklaim kemenangan salah satu maupun kedua pasangan capres-cawapres. Begitu juga media televisi, salah satu stasiun TV swasta menyatakan dengan hasil surveinya bahwa pasangan capres-cawapres nomor 1 yang menang Pilpres. Namun, stasiun TV swasta lainnya mengklaim bahwa pasangan capres-cawapres nomor 2 yang menang. Hal ini tentunya menyebabkan kebingungan dalam masyarakat, karena hingga saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengumumkan hasil penghitungan suara secara resmi.

Seperti yang dinyatakan oleh Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, pengumuman hasil resmi Pilpres 2014 akan dilaksanakan pada 22 Juli mendatang. Mulai tanggal 10 s.d 12 Juli 2014, kegiatan rekapitulasi dilakukan di tingkatan desa, kelurahan yang dikelola oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat desa. Setelah di desa, akan dilanjutkan dengan rekapitulasi atau penghitungan suara di tingkat kecamatan yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 s.d 15 Juli 2014. Kemudian rekapitulasi akan berlanjut pada tingkat kabupaten/kota, yaitu pada 16 s.d 17 Juli 2014.

Pada saat bersamaan, rekapitulasi PPS dan PPK di dalam negeri, juga dilakukan rekapitulasi untuk luar negeri pada 10 s.d 15 Juli 2014. Kegiatan rekapitulasi pada tingkat provinsi dilakukan tanggal 18 s.d 19 Juli 2014 dan akan dilanjutkan rekap tingkat nasional pada 20 s.d 22 Juli 2014. Jika tanggal 20 Juli 2014 semua proses rekap sudah selesai dilakukan di 33 provinsi dan 1 Pokja di luar negeri, maka tanggal 21 Juli 2014 akan diumumkan hasil resmi penghitungan suara. Namun, jika masih membutuhkan waktu, maka batas akhir penetapan dan pengumuman akan dilakukan 22 Juli 2014.

Pelaksanaan quick count oleh berbagai lembaga survei yang banyak beredar akhir-akhir ini menandakan adanya partisipasi masyarakat dalam Pilpres, dimana hal tersebut dijamin dalam perundang-undangan. Ini patut diapresiasi, mengingat tingkat apatisme masyarakat agak tinggi dalam Pileg 2014 lalu. Namun, perlu diketahui bahwa sesuai Pasal 23 Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2014, hasil hitung cepat bukan hasil resmi penghitungan suara. Boleh saja lembaga-lembaga survei melakukan quick count, namun masyarakat juga perlu mengetahui bahwa hasilnya tidak resmi. Pengumuman resmi terkait hasil penghitungan suara hanya dikeluarkan oleh KPU pada 22 Juli 2014 mendatang.

Dalam proses penghitungan suara, peran penyelenggara dan pengawas Pemilu serta masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi proses perhitungan suara secara intensif. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan potensi kecurangan yang perlu diwaspadai. Sejalan dengan hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengingatkan agar KPU dan Bawaslu tidak bermain curang. Seluruh elemen masyarakat harus bersama-sama terlibat dalam mengawal penghitungan suara.

Selain itu, masyarakat diminta tidak terjebak hasil quick count Pilpres yang saat ini banyak diberitakan di media massa. Walaupun bertujuan untuk mengawal hasil resmi Pilpres, gencarnya pemberitaan quick count juga dapat menyesatkan karena tidak memenuhi standar minimal yang harus dipenuhi. Untuk itu, semua pihak harus dapat menempatkan hasil quick count secara proporsional hingga penetapan hasil resmi pada 22 Juli mendatang. Pasangan manapun yang menang dalam pengumuman resmi nanti, harus didukung, karena mereka adalah pilihan terbanyak dari masyarakat Indonesia.

Sabar dan Tenang

Diakui atau tidak, tensi politik di dalam negeri semakin memanas dengan berseliwerannya hasil quick count yang dilakukan oleh setidaknya 7 (tujuh) lembaga, dimana diantara lembaga quick count ini juga mengalami “fase keterbelahan” karena ada yang “cenderung” mendukung pasangan capres-cawapres tertentu, sehingga memunculkan rumors di kalangan masyarakat bahwa hasil quick count mereka adalah abal-abal atau sesuai dengan pesanan “sang pemilik hajatan”.

Oleh karena itu, hasil quick count tidak dapat menggambarkan kondisi dan posisi yang sebenarnya, karena quick count atau hitung cepat seperti namanya sendiri hanya dilakukan dengan mengambil sampel yang realibilitas dan validitasnya dapat dipertanyakan secara ilmiah jika metodologi penelitiannya salah kaprah. Lembaga quick count yang tidak kredibel atau sembarangan menggunakan metodologi penelitian dapat dinilai mencemarkan nama baik dan nama besar dunia akademik di Indonesia.

Jika salah satu pasangan capres-cawapres terjebak dengan hasil quick count dan tidak mempersiapkan adanya “driving force” atau “surprises” lainnya maka tidak menutup kemungkinan akan kecewa dan akhirnya membuat pernyataan telah terjadi kecurangan, menyudutkan netralitas penyelenggara Pemilu bahkan kemungkinan menyalahkan pemerintahan.

Sikap sebaiknya dalam menghadapi kondisi seperti saat ini adalah sabar dan tenang. Menko Polhukam meminta masing-masing kubu pasangan capres-cawapres untuk dapat mengajak para pendukungnya agar bersikap proporsional, karena hasil hitung cepat bukan merupakan hasil resmi dari pemungutan suara. “Segala tindakan yang anarkis justri akan merugikan bangsa dan negara,” kata Djoko Suyanto di Jakarta 10 Juli 2014.

Ungkapan atau ajakan serupa dikemukakan Ketua KPU, Husni Kamil Manik yang menyatakan, semua pihak untuk menghargai hasil resmi pelaksanaan Pilpres 2014 yang akan ditetapkan 22 Juli 2014. Dengan saling menghargai hasil pemungutan dan hasil penghitungan suara Pilpers, maka kedua kubu pasangan calon dapat menjaga ketertiban dan keamanan di sisa tahapan Pemilu hingga pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. “Dengan suasana damai dan kegiatannya berlangsung lancar, akan dicatat sebagai bentuk pematangan dan pendewasaan seluruh rakyat Indonesia dalam membangun demokrasi,” kata lelaki asal Sumatera Barat ini.

Sebaiknya memang masing-masing kubu pasangan capres cawapres perlu “cooling down” bersama simpatisannya yang sangat militan, serta nantinya jika ditetapkan sebagai pemenang sebaiknya bersikap ksatria sejati dengan berprinsp “menang ora ngasorake atau menang tanpa merendahkan lawannya”. Sebab, kalau situasi politik dan keamanan terus menghangat seperti saat ini, dikhawatirkan akan terjadi security gap di Indonesia, karena konsentrasi pengamanan ditujukan untuk Pilpres. Kondisi security gap ini berpotensi dimanfaatkan kelompok teror untuk melakukan serangan balasan terhadap aparat-aparat negara, mengacaukan hasil Pemilu dan mengadu domba. Tidak hanya itu saja, kondisi saat ini juga rawan disusupi agenda perang asimetris yang dibawa komprador asing di Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com