Pemblokiran anggaran belanja TVRI oleh Wakil DPR RI Priyo Budi Santoso dan Ketua Komisi I Mahfud Siddiq terus mendapatkan sorotan. Pasalnya jika tidak segera dicairkan dana senilai Rp1,3 triliun, TVRI terancam tidak mengudara lagi.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mempertayakan dasar pemblokiran tersebut.
“Surat dari Komisi I dan Wakil Ketua DPR yang memblokir anggaran TVRI sangat aneh karena UU APBN 2014 sudah disahkan oleh paripurna DPR dan Kepres-nya pun sudah turun. Masak hanya karena beberapa anggota komisi I dan juga wakil ketua DPR saja, keputusan bersama yang sudah dijadikan UU lantas bisa dibatalkan,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (29/12).
Uchok menilai DPR bermain-main dengan kepentingan publik. DPR menurutnya sengaja menghambat pelayanan televisi terhadap publik.Tanpa anggaran itu, menurutnya mana mungkin TVRI bisa beroperasi.
”Kalau dikatakan oleh Ketua Komisi I dan juga Wakil Ketua DPR, TVRI bisa tetap beroperasi dimana logikanya?,” ujarnya heran.
TVRI memang masih dibolehkan mencari pendapatan lain dari iklan, tapi jumlahnya sangat dibatasi. Lagipula masyarakat pun bisa melihat tidak banyak iklan di TVRI sehingga tidak mungkin mencukupi untuk operasional TVRI.
”Jadi kalau dikatakan TVRI bisa terus beroperasi, agak aneh juga. Kecuali Komisi I atau Wakil Ketua DPR mencarikan “bandar” baru untuk membiayai operasional TVRI. Tapi kalau ini yang terjadi maka jelas ini melanggar UU yang terkait dengan penyiaran publik karena seharusnya LPP dibiayai oleh APBN,” imbuhnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dan Ketua Komisi I Mahfud Siddiq mengakui telah membintangi anggaran TVRI dikarenakan kisruh yang terjadi antara Dewan Pengawas TVRI dan jajaran direksi TVRI. Kisruh ini terjadi karena adanya dugaan penyelewengan anggaran TVRI untuk membeli program liga Italia dan juga beberapa program lokal. BPKP telah mengeluarkan hasil audit yang mengindikasikan adanya penyelewengan.
Kejaksaan Agung pun telah menyelidiki kasus ini. Dewan pun kemudian memutuskan memecah jajaran direksi TVRI yang tidak disetujui oleh komisi I dengan alasan adanya kesepakatan bahwa tindakan pemecatan menunggu panja komisi I menyelidikinya.Namun dalam UU jelas tertulis bahwa kewenangan mengangkat dan memecat direksi ada pada dewan pengawas.