Yang Tersembunyi Di Balik Novel Umberto Eco, The Prague Cemetery

Bagikan artikel ini

Membaca novel-novel Umberto Eco memang asyik. Namun harus sering dibaca ulang karena plot-plotnya berlapis.

Dalam The Prague Cemetery, Eco mengangkat tema yang sebenarnya bukan hal baru bagi penggemar cerita konspirasi mengenai Yahudi, Serikat Yesuit, Freemason atau Iluminati.

Namun Eco mengangkat tema itu hanya sebagai konteks untuk menyingkap modus-modus operandi yang kerap dimainkan oleh berbagai komunitas intelijen. Bukan saja zaman dahulu kala. Tapi bisa jadi masih berlaku sampai sekarang. Atau jangan-jangan, Eco sedang berkisah tentang era kini. Bukan era abad 19 Eropa yang jadi setting cerita novel ini.

Salah satunya dalam merekayasa fabrikasi atau hoax, dengan merekonstruksi novel-novel karya pengarang kondang dunia, yang kemudian disusun ulang seakan merupakan dokumen rahasia yang dibocorkan atas dasar peristiwa-peristiwa yang nyata.

Di dalam kisah ini digambarkan bahwa konstelasi global di Eropa yang mencapai titik didihnya pada Perang Jerman-Prancis tahun 1870, dipengaruhi oleh perang senyap antara Serikat Yesuit versus Freemason (yang didukung Yahudi dari belakang layar).

Menariknya, sekaligus membikin gusar, di sela perang senyap dua kekuatan bawah tanah ini, telah mengorbankan banyak para patriot bangsa akibat diframe termasuk salah satu kubu tersebut.

Misal para pejuang nasionalisme Italia yang berjuang untuk Italia bersatu di bawah kepemimpinan Mazini dan Garibaldi, banyak yang tewas sebagai korban perang senyap ini, karena kelompoik nasionalis Italia Garibaldi dan Mazini selain dipandang musuh oleh Prancis karena didukung Inggris, juga dianggap didukung Freemason Yahudi.

Di sinilah bahayanya fabrikasi, karena fabrikasi merupakan hoax yang berhasil karena kita nggak tahu kalau itu hoax, dan diyakini merupakan true story. Karena dalam membuat fabrikasi, sumbernya diperoleh dengan merekonstruksi fakta-fakta yang diambil dari buku-buku fiksi atau non fiksi para pengarang, yang menyingkap tabir rahasia komunitas-komunitas rahasia.

Namun kemudian komunitas intelijen mengolahnya sedemikian rupa fakta-fakta dari karya-karya non fiksi maupun fiksi yang sebenarnya kisah nyata, untuk kepentingan intelijen negara-negara tersebut.

Bahkan di dalam operasi lapangan, misi bisa berbalik. Kapten Simmonini, tokoh sentral novel ini, yang awalnya ditugasi untuk melakukan kontra intelijen terhadap freemason Yahudi atas arahan intelijen Prancis yang pro Serikat Yesuit, di tengah jalan dimodifikasi oleh Simmonini, untuk memperingatkan kaum freemason bahwa dalam waktu dekat Serikat Yesuit akan melakukan aksi penumpasan besar-besaran para anasir freemason.

Sisi menarik lain adalah pesan tersirat Eco. Bahwa pada tingkatan praksis lapangan, freesmason dan Yahudi meski tidak terpisahkan, namun kadang harus dibedakan. Yahudi memang pasti freemason. Namun freemason belum tentu Yahudi.

Nah, Freemason yang bukan Yahudi ini siapa? Dugaan kuat saya, para penyusup dari jejaring Iluminati binaan Adam Weshaupt ini salah satu mata rantai terkuat yang masuk ke jantung Freemason. Jejaring Sarekat Yesuit termasuk yang bisa sejalan dengan Iluminati. Sehingga ada di barisan ini juga.

Ini memperkuat teori lama saya bahwa serikat yesuit dan freemason dibelakangnya adalah orang-orang yang sama. Keduanya disusupi konsorsium politik yang sama. Besar kemungkinan Iluminati dan Sarrkat Yesuit inilah konsorsium yang dimaksud. Berikut varian-varian tambahannya.

Jadi ini sejatinya proyek kelompok sayap kanan untuk menguasai dunia. Fasisme Jerman era Hitler maupun zionisme Israel sangat logis sebagai anak kandung dari skema ini.

Pantesan kalau kita cermati, watak NAZI Hitler maupun zionisme Israel kalau dilihat-lihat tampak sama-sama kejamnya dan sama sama totaliternya. Dan sama-sama fasisnya. Padahal kan kalau lihat kesejarahannya sangat bertolak-belakang. Fasisme Hitler membantai yahudi, zionisme Israel terdiri orang orang yang jadi korban pembantaian kaum fasis Jerman.

Rupanya keduanya ada titik hubungnya. Iluminati dan Sarekat Yesuit. Sebagai gerakan, keduanya punya agenda strategis yang sama untuk menguasai dunia. Dan keduanya berhaluan politik sayap kanan.

Mungkin ini yang sering disebut grey area atau daerah abu abu dalam dunia intelijen. Dari aspek ini, novel karya Eco yang satu ini, sangat menginspirasi.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com