Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Bung Karno musuh Imperialisme untuk banyak hal, Bung Karno salah. Karena dia bukan Nabi. Tapi dalam konteks aktual saat ini. Bung Karno benar. Konteks mana yang dimaksud? Merajalelanya negara adidaya seperti Amerika Serikat dalam menjalankan aksi polisi dunia. Dengan berbagai dalih, dia merontokkan Saddam Hussein. Dengan berbagai dalih, dia melengserkan Hosni Mubarak. Dengan berbagai dalih, dia menggoyang untuk menjatuhkan Moamar Khadafi. Yang masih terus dilakukan dan belum berhasil adalah “menjajah” Yaman dan Iran.
Akan tetapi, boleh kita bertaruh cepat atau lambat, dia akan memainkan hegemoninya di kedua negara itu. Apakah hanya itu? Tidak, dia akan memainkan peran yang sama kepada seluruh negara berdaulat di belahan bumi mana pun. Khususnya di negara-negara yang terdapat aset Amerika-nya. Itu artinya, termasuk Indonesia? Benar.
Di mana letak “benar”-nya Sukarno? Dia menggalang kekuatan Asia-Afrika (AA). Dia menggalang kekuatan New Emerging Forces (NEFO). Dia melempar gagasan non-alignment, non blok. Sungguh, Sukarno tahu betul, tidak akan menjadi baik bumi ini, jika di atasnya hanya bercokol dua kekuatan apalagi hanya satu kekuatan.
Saat blok terpecah Barat dan Timur sekalipun, Sukarno enggan untuk berafiliasi kepada salah satunya. Bung Karno memainkan peran seimbang. Karenanya, dia pernah menerima bantuan dari Barat, pernah menerima bantuan dari Timur, tetapi dia juga bisa lantang meneriakkan, “Go to hell with your aid” manakala bantuan-bantuan asing itu ditunggangi berbagai kepentingan.
Manusia Sukarno adalah musuh imperialisme, karenanya, dia harus dibinasakan. Begitu opini yang dikembangkan bangsa-bangsa imperialis. Terlebih ketika Bung Karno kampanye “berdikari” ke seluruh pelosok negeri, juga ke belahan jagat raya ini. Semangat berdikari, spirit berdiri di atas kaki sendiri, tekad tanpa ketergantungan kepada pihak mana pun.
Dalam konferensi Asia Afrika di Aljazair Bung Karno menyerukan berdikari, berdikari… berdikari kepada seluruh rakyat di Asia dan Afrika. Bahkan di Bogor, dalam suatu kesempatan Bung Karno menegaskan, lonceng kematian imperialisme berbunyi sebab het wezen atau inti daripada imperialisme adalah, membuat bangsa-bangsa tidak berdiri di atas kaki sendiri. Prinsip inti imperialisme ialah membuat bangsa-bangsa memerlukan barang-barang bikinan imperialis, memerlukan persenjataan pihak imperialis, memerlukan bantuan pihak imperialis. Untuk menggelorakan semangat berdikari, Bung Karno bahkan punya slogan yang sangat terkenal, “Nanti… ketika Banteng Indonesia, bersatu dengan Lembu Nandi dari India, Spinx dari Mesir, dan Barongsai dari Cina… saat itulah imperialisme akan mati!”
Bisa kita bayangkan memang, jika negara-negara besar seperti Indonesia, Cina, India, Mesir bersatu… mau apa Amerika? Justru dalam keadaan terpecah… justru dalam keadaan tidak berdikari, imperialisme begitu merajalela. Khusus Timur Tengah, kondisi itu diperparah dengan ketidak-kompakan di antara bangsa Arab sendiri. Sungguh. Dunia butuh “Bung Karno”.