Otjih Sewandarijatun, peneliti di Fordial dan Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta
Dalam sebuah jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Ketua Dewan Pers, Bagir Manan mengatakan, Dewan Pers menghimbau para pengelola pers untuk mampu menjaga integritas dan independensi perusahaannya dalam memberitakan Pemilu 2014. Sebab, sekalipun beberapa pengelola atau pemilik media terjun ke dalam politik praktis, sikap adil dan independen pers merupakan harga mati yang harus ditegakkan sebagai wujud upaya menjaga integritas pers. Ada sebagian media kita yang dimiliki oleh mereka yang ikut terjun ke dalam politik bahkan ingin mengelola negara ini dengan menjadi (calon) presiden-wakil presiden. UU memang tidak melarang, tetapi, sepanjang itu terkait dengan media, kita harap pemilik-pemilik itu tetap menjunjung tinggi kaidah-kaidah pers itu sendiri. Menurutnya, adanya pemilik media yang terjun ke dunia politik praktis dikhawatirkan bakal berdampak kepada tidak hanya pemberitaan yang berat sebelah, tetapi mengganggu profesionalitas pers terkait pelaksanaan pemilu.
Dewan Pers menurut Bagir Manan meminta agar perusahaan pers bersikap adil dengan tidak memberi batasan dalam peliputan pemilu, sebab, semua peserta pemilu memiliki kesempatan yang sama dalam pemberitaan, termasuk dalam pemuatan iklan. Pemilu penting bukan hanya mewujudkan demokrasi, tetapi juga untuk melakukan reorientasi dalam berbangsa dan bernegara termasuk melakukan evaluasi. Pemilu juga penting agar kita membicarakan gagasan-gagasan baru, dan kita telah menerima beberapa keluhan akan pemberitaan media dalam pelaksanaan pemilu yang bobotnya lebih kepada pemilihan presiden (Pilpres), bukan pemilihan legislatif (Pileg). Padahal, pelaksanaan pilpres digelar setelah pelaksanaan pileg yang dimulai pada 9 April 2014. Hal ini merupakan kritik terhadap pers agar tidak menelantarkan masyarakat yang memerlukan informasi terkait pelaksanaan pileg. Karena kurangnya pemberitaan mengenai pileg, khususnya akan informasi seluk-beluk pemilu, kita khawatir masyarakat kita kurang paham.
Menurutnya, pers tidak boleh menggoyahkan sendiri kebebasan dan independensi sekedar menjadi alat keberpihakan kepentingan politik sesaat. Dewan Pers meminta media-media tersebut untuk mengedepankan independensi dan integritas sehingga adil dalam memberitakan atau memasang iklan.
Banyak kalangan menilai bahwa setidaknya ada 6 stasiun televisi yang dinilai Dewan Pers lebih gencar memberitakan soal Pilpres daripada Pileg, karena pemilik medianya maju sebagai capres yaitu Metro TV milik Surya Paloh, TV One dan ANTV milik Aburizal Bakrie, MNC, RCTI dan Global TV milik Harry Tanoesoedibyo.
Tidak Akan Digubris
Keprihatinan Dewan Pers terkait ketidaknetralan media-media televisi yang dimiliki Surya Paloh, Aburizal Bakrie dan Harry Tanoesoedibyo sebenarnya merupakan “penyaluran aspirasi” dari berbagai kalangan yang sudah banyak menyuarakan masalah ini. Walaupun beberapa pengelola redaksi media massa mengakui tidak ada tekanan dalam pemberitaan, namun dalam perkembangan terakhirnya memang ada tekanan kepada newsroom untuk lebih menekankan pemberitaan kepada owner atau pemilik media yang maju dalam Pilpres. Kondisi ini juga menurut pengakuan beberapa bagian iklan di media massa juga menjadi tekanan dan pertanyaan tersendiri bagi pemasang iklan, karena pemasang iklan tidak mau dikatakan mendukung capres-cawapres tertentu hanya karena memasang iklan bersamaan dengan berita-berita terkait dengan Pilpres.
Pers dan seluruh stakeholder terkait pers memang mempunyai kewajiban untuk melayani peserta pemilu dengan baik. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kalangan pers tetap bersikap profesional dan selalu berimbang atau memperhatikan aturan dalam Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan, sehingga pers tidak menjadi korban kekerasan pada Pemilu 2014. Peran pers sangat penting dalam mensukseskan pemilu sebagai upaya mewujudkan demokrasi, bahkan, untuk meningkatkan kedewasaan berdemokrasi dimana pers tidak hanya mengawal proses pelaksanaan pemilu, tetapi mendorong agar produk-produk yang lahir dari pemilu nanti dapat membawa bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.
Meskipun demikian, keprihatinan ataupun penilaian bahkan teguran dari Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sekalipun diprediksi “tidak akan dipatuhi bahkan tidak akan didengar” oleh para pemilik konglomerasi media tersebut, karena posisi Dewan Pers dan KPI yang lemah didepan mereka, sehingga kedua institusi yang mengawasi media massa ini harus diperkuat dan diberdayakan dengan memberikan kewenangan yang signifikan, sehingga tidak hanya memberikan teguran ataupun mengungkapkan keprihatinan semata, namun juga dapat memberikan sanksi yang lebih tegas, sehingga dapat menimbulkan efek jera. Oleh karena itu, keberadaan Dewan Pers dan KPI harus ditingkatkan tidak hanya sebagai “watchdog” melainkan sebagai implementation agency yang memiliki kewenangan menghukum atau menjatuhkan sanksi jika teguran atau aturannya tidak diimplementasikan atau tidak diindahkan.
Sebelumnya, KPI Pusat telah memberikan teguran kepada 10 stasiun TV swasta karena melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Surat Edaran KPI No. 101/K/KPI/01/14 tentang ketentuan butir surat kesepakatan bersama tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Melalui Media Penyiaran yang ditandatangani oleh Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, KPI, dan Komisi Informasi Pusat yang ditandatangani pada 28 Februari 2014. Adapun ketentuan butir yang dilanggar pada Butir 1, bahwa seluruh lembaga penyiaran diminta untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye yang sudah ditentukan yakni pada 16 Maret sampai 5 April 2014.
Sementara itu, sanksi KPI Pusat terhadap acara “Yuk Keep Smile” Trans TV karena program siaran ini melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal (9), Pasal 15 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), dan 37 ayat (4) huruf a. Sebelum penjatuhan sanksi administratif, KPI Pusat telah mengeluarkan dua kali teguran tertulis tanggal 3 Januari 2014 dan 5 Februari 2014, serta telah dilakukan klarifikasi kepada pihak Trans TV pada 5 Maret 2014 di Kantor KPI Pusat.
Langkah yang dilakukan KPI Pusat menegur dan menjatuhkan sanksi terhadap lembaga penyiaran swasta yang melakukan pelanggaran jelas merupakan langkah yang positif dan konstruktif, namun langkah jajaran KPI akan semakin didukung masyarakat Indonesia jika tegas dan berani untuk bertemu dengan dengan para pemilik lembaga penyiaran, karena selama ini teguran KPI dipandang “sebelah mata” oleh lembaga penyiaran swasta jika acara tersebut masih berlangsung lama. Oleh karena itu, ada baiknya jika sanksi dari KPI ini akan menjadi catatan bagi Kemenkominfo dalam memperpanjang dan pencabutan Izin Penyelenggara Penyiaran.