Kamis 20/12 lalu, melalui sarana yang tidak lazim melalui twitter, Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pengunduran diri Menteri Pertahanan AS Jenderal James Mattis pada Februari mendatang, seraya mengisyaratkan penggantinya akan diumumkan secepatnya. Beberapa politisi Demokrat maupun Republik sangat prihatin dengan pengunduran diri James Mattis. Misalnya Senator Partai Demokrat Mark Warner sangat khawatir dengan mundurnya Mattis dari kabinet pemerintahan Trump. Senator Warner menggambarkan Mattis sebagai sosok yang stabil dan kompeten di tengah administrasi Trump yang penuh kekacauan.
Begitu pula senator Mitch McConnell juga menyayangkan pengunduran diri Mattis yang menurutnya dipicu oleh perbedaan kebijakan yang cukup tajam dengan Presiden Donald Trump ihwal berbagai aspek dari kebijakan kepemimpinan global AS.
Namun sebaliknya kalangan media massa malah gembira dengan mundurnya Mattis, dengan menganalogikan Mattis sebagai orang waras paling akhir yang ada di lingkar dalam pemerintahan Presiden Trump.
Begitupun, Mattis bukan sosok pahlawan yang pantas dipuja-puja meskipun pemimpin tertinggi Pentagon itu menentang keputusan Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, dan pencabutan sepihak kesepakatan AS-Iran terkait senjata nuklir yang dibuat semasa pemerintahan Barrack Obama.
Adalah Mattis pula yang mendukung genosida yang dilakukan Arab Saudi melalui perang yang dilancarkannya di Yaman. Maupun Ancaman AS terhadap Korea Utara untuk membunuh warga sipil Korea Utara. Juga Mattis yang secara langsung bertanggungjawab atas dilancarkannya pemboman terhadap Mosul di Irak maupun Raqqa di Suriah. Bahkan berkembang informasi bahwa dalam operasi militer AS di Mosul setidaknya telah menewaskan 6 ribu warga sipil.
Namun demikian, diprediksi pengganti Mattis nanti jauh lebih berhaluan keras dalam arti lebih mendukung kebijakan Trump yang cenderung mendukung pendekatan militer maupun campur tangan yang lebih agresif terhadap negara-negara lain.
Dengan mengutip sumber yang dekat Trump melalui Fox News, salah satu calon kuat adalah Senator Tom Cotton dari Partai Republik. Cotton punya reputasi sebagai politisi berhaluan keras alias Hawkish, terutama terkait kebijakan yang lebih agresif terhadap Iran.
Bukan itu saja. Cotton bahkan pernah membuat surat kepada Iran ketika proses perundingan antara AS-Iran masih berlangsung, agar Iran bersiap-siap untuk perang, sebab kesepakatan kedua negara akan dibatalkan secara sepihak pada masa pemerintahan pasca Obama. Tak heran jika Cotton pernah menyerukan dilancarkannya pemboman ke Iran . Atas dasar keyakinan bahwa pemboman itu hanya memakan waktu beberapa hari dan tidak berakibat meluasnya eskalasi perang.
Cotton cukup dekat dengan Israel dan sempat menerima dana sebesar 700.000 dolar AS dari Emergency Committee for Israel pada 2004 dan satu miliar dolar AS dari kelompok yang sama setahun kemudian.
Pertanyaannya, dengan kecenderungan haluan politik Cotton yang keras seperti itu, mungkinkah senator Demokrat itu memang merupakan calon kuat yang dijagokan Trump? Fakta bahwa Fox News mewacanakan Cotton yang berhaluan keras itu sebagai calon kuat pengganti Mattis, jangan-jangan itu cuma harapan kalangan garis keras pendukung Trump belaka.
Maka itu, kita perlu pertimbangkan calon lain yang juga tidak kalah radikal yaitu John Keane. Keane digambarkan beberapa kalangan di Washington sebagai penganut haluan politik dari kubu Neokonservatif. Bersama beberapa pemikir dari Neokonservatif Keane termasuk salah satu tim penulis penyusun sebuah dokumen bertajuk Choosing Victory: A Plan for Success in Iraq. Dokumen tersebut merupakan blue print pemerintahan Bush terkait kebijakan pertahanan di irak.
Keane saat ini juga masih menjabat sebagai Ketua the Institute for the Study of War (ISW). Nampkanya kalua terpilih sebagai Menteri Pertahanan baru nanti, Keane sangat dipengaruhi kebijakan strategis pertahanannya oleh beberapa perusahaan yang bergerak di bidang peralatan militer. Sebab ISW didanai kegiatan kajian-kajiannya oleh beberapa perusahaan persenjataan dan kontrakter militer seperti General Dynamics, Northrop Grumman, dan DynCorp International.
DynCorp International merupakan kontraktor militer yang dikabarkan pernah melatih polisi Afghanistan, perdagangan anak-anak di Afghanistan dan Kosovo. Keane dan ISW juga nampaknya akan berada dalam pengaruh kuat dari Palantir, sebuah perusahaan teknologi yang operasi bisnisnya atas dukungan dari sebuah perusahaan perpanjangan tangan dari CIA, In-Q-Tel. Palantir merupakan pemasok perangkat lunak kepada intelijen militer Afghanistan. Boleh jadi ini menjelaskan mengapa Keane begitu antusias mendukung kehadiran militer AS di Afghanistan yang sudah berlangsung 17 tahun. Sebab dengan begitu menguntungkan bisnis perusahaan-perusahaan peralatan militer maupun kontraktor militer tersebut di atas.
Terkait Iran, haluan keras kebijakannya boleh dibilang sejalan dengan Tom Cotton. Mendukung pencabutan secara sepihak kesepakatan nuklir AS-Iran. Serta mendukung kebijakan agresif Trump untuk mendorong regime change atau pergantian kepemimpinan nasional di Iran.
Pada 2011 Keane mendukung rencana pergantian pemerintahan di Iran melalui operasi CIA, dengan memberikan dana bantuan maupun informasi dan dorongan kepada kalangan kelompok oposisi di Iran.
Sebagai purnawirawan militer Keane juga termasuk sekutu strategis Israel terkait kebijakan luar negeri. Keane juga secara terang-terangan mendesak tantara AS untuk memasuki Suriah dan mempersenjatai kelompok-kelompok pemberontak dengan senjatai-senjata penangkal serangan pesawat tempur.
Seperti halnya dengan Cotton, Keane juga menganut kebijakan garis keras terhadap Rusia dan menggambarkan Rusia sebagai musuh utama AS.
Diolah dari artikel Whitney Webb, Both Leading Candidates to Replace Mattis are Maximum War Hawks