Visi Maluku Baru Harus Diterjemahkan Ke Dalam Peta Jalan Pembangunan Kelautan

Bagikan artikel ini

Mungkin gambar 1 orang, duduk, dalam ruangan dan teks yang menyatakan 'on Y12 camera'

Dua tahun sudah Murad Ismail memimpin Maluku. Pertanyaan bermunculan adalah apa kabar Maluku baru?

Tentu ini pertanyaan yang sangat wajar mengingat Maluku baru telah menjadi trade mark Murad sehingga publik menanti kapan Maluku menikmati kesejahteraan, itulah makna jargon Maluku baru.

Saat kampanye pemilihan gubernur (Pilgub), ada beberapa janji Murad yang menarik untuk dicermati yaitu: Industrialisasi sumberdaya alam dan manusia. Dan optimalisasi industri perikanan dan lain sebaginya.

Sebagai ilustrasi posisi perikanan menjadi penting karena sepertiga dari 6 miliar penduduk dunia bergantung pada ikan sebagai protein hewani. Sekitar 36 juta orang bekerja sebagai Nelayan, dan 98% nya ada di dunia ketiga. Juga sekitar 520 juta orang bergantung pada sektor perikanan (FAO 2016).

Di Maluku sendiri, jumlah Nelayan Maluku mencapai 124.894 (puryono, 2018), kondisi nelayan saat ini sangat dilematis. Dengan sumberdaya alam kelautan yang luar biasa dahsyat, nasib Nelayan seakan-akan jalan di tempat. Artinya lapar di lumbung Ikan.

Pertanyannya adalah peran dan agenda apa yang semestinya dimainkan Dinas Perikanan Dan Kelautan? Sudah semestinya dinas terkait mampu menerjemahkan gagasan besar Gubernur Maluku terkait industrialisasi sumberdaya alam, dan optimalisis industri perikanan dalam tataran empiris.

Untuk itu, ada sejumlah belbagai respons agenda penting yang sudah mestinya diperhatikan: Pertama, Optimalisis industri perikanan. Ada dua perspektif industrialisasi perikanan dalam hal ini adalah, industrialisasi perikanan dalam artian sempit dan luas.

Menelistik Industrialisasi perikanan dalam arti sempit yakni, membangun pabrik-pabrik pengolahan ikan yang tujuannya adalah meningkatkan produksi ikan olahan baik untuk memenuhi pasar domestic maupun ekspor. Perspektif ini mirip dengan gaya food-loose industri yang menjadi ciri industrialisasi di Indonesia selama ini.

Sedangkan dalam arti luas yaitu, transformasi ke arah perikanan yang bernilai tambah, tujuannya meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal yang dinikmati para pelaku usaha kecil dan menengah dari hulu maupun hilir. Industrialisasi tidak sekadar membangun pabrik, tetapi lebih pada terciptanya system yang menjamin mutu produk perikanan nelayan, serta pembudidaya ikan yang bernilai tambah, berkelanjutan dan menyejahterakan.

Dari kedua perspektif yang ada, persoalannya adalah perspektif mana yang akan dipilih pemerintah?

Pilihan ini akan sangat menentukan kebijakan kebijakan yang akan di ambil. Oleh karena itu, diperlukan agenda besar industrialisasi sehingga memantik langkah eksekusi yang sistematik dalam memajukan sector ini secara komprehensif (Produksi Primer, Pengolahan, Perdagangan, Pengelolaan Sumberdaya, dan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi) melalui tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang yang terukur.

Kedua, Untuk menjamin mutu ikan memiliki nilai ekonomi, aman dikonsumsi, serta diproduksi ramah lingkungan, maka diperlukan sistem penyuluhan yang handal.

Saat ini penyuluhan adalah tanggung jawab pemerintah Daerah. Setiap Daerah memiliki kebijakan yang berbeda-beda sesuai dengan Visi kepala Daerah. Ada lembaga penyuluhan yang masih menyatu dengan dinas, dan ada pula yang sudah berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan.

Padahal UU No. 12/2006 Pasal 8 Ayat (2) poin c menegaskan bahwa kelembagaan penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan.

Di Indonesia ada sebagian daerah yang telah melaksanakan amanat UU dengan membentuk kelembagaan penyuluhan, sebagai contoh provinsi Sulsel misalnya. Desentralisasi penyuluhan telah terjadi. Dalam suasana Otonomi Daerah seperti ini, maka pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mestinya memiliki kekuatan kontrol yang kuat.

Salah satu instrumennya adalah kebijakan fiscal. Apa yang diinginkan oleh Pempus mestinya dimasukan ke dalam rumusan Alokasi Dana Pusat ke Daerah baik DAU dan DAK. Ini bisa menjadi system insentif untuk penyelenggaraan penyuluhan perikanan di Daerah.

Ketiga, Pemerintah harus mengatur sistem logistik ikan (Slin) sebagaimana Pasal 18 UU Kelautan, dan diperkuat dengan Pasal 30 tentang kewajiban pemerintah mengembangkan dan meningkatkan penggunaan angkutan perairan dalam rangka konektivitas antar wilayah Negara Kesatuan Republic Indonesia.

Dengan slin dan konektivitas ini maka diharapkan distribusi ikan semakin tertata dan fluktuasi harga ditingkat nelayan serta kelangkaan bahan baku untuk industri pengolahan bisa teratasi. Ide pengembangan infrastruktur dan konektivitas gugus pulau bagian dari agenda kedua, kuncinya ada pada ketersediaan armada kapal dan kesiapan pelabuhan.

Saat ini kita memiliki salah satu (ALKI) yang terdapat di tiga alur laut kepulauan Indonesia diantaranya: Samudra Pasifik. Selat Maluku. Laut Seram. Dan Laut Banda. Sebagai jalur lintasan di Indonesia semestinya kita bisa memetik keuntungan ekonomi yang luar biasa besar.

Terlepas dari sejumlah rentetan agenda tersebut. Pemerintah Daerah segerah melakukan penyusunan rencana perikanan dan potret perikanan Maluku tahun 2024 secara jelas.

Visi Maluku Baru yang dihembuskan Murad harus diterjemahkan ke dalam road map, atau peta jalan pembangunan kelautan secara sistematis dengan tahapan yang menyentu dan realistis. Hal ini akan mempermudah pemerintah dalam program pembangunan lima tahunnya, bahkan merangsang respon terhadap masyarakat dan pasar untuk berperan.

Pasca dua Tahun kerja Murad Ismail, gubernur Maluku, motto Maluku baru sudah saatnya tidak sekadar jargon. Tiga agenda diatas memerlukan desain besar yang memerlukan komitmen berbagai pihak.

Pemerintah, legislatif, perguruan tinggi, perbankan, swasta, dan masyarakat harus memiliki komitmen untuk gotong royong bangun Maluku. Harmoni relasi antar aktor ini mesti diperkuat dengan pengawalan publik. Namun yang harus dijaga sebagai prinsip pokok adalah menjawab pertanyaan:

Maluku baru untuk siapa? Semoga Maluku baru bisa menyejahterahkan rakyat.

Herman Nurlette, alumni Ilmu Kelautan Universitas Patimura, Ambon,  Sekaligus ketua Bidang Pengembangan Anggota/Kaders Dewan Pimpinan Pusat  Hetu Upu Ana. 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com